Sabtu, 16 Juli 2016

PERKEMBANGAN PENGETAHUAN DAN METODE ILMIAH DALAM PERSEPEKTIF FILSAFAT ILMU

SALAH SATU SYARAT UNTUK MENGEMBANGKAN ILMU PENGETAHUAN MEMERLUKAN PENELITIAN.
 UNTUK MEMECAHKAN MASALAH DAN RASA KEINGIN-TAHAUANNYA  DAPAT  DILAKUKAN  DENGAN  PENDEKATAN  ILMIAH

Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, sedangkan kepastian dimulai dengan ragu-ragu. Rene Descartes: "De Omnibus dubitandum" (segala sesuatu harus diragukan).

Empat cara pendekatan ilmu pengetahuan
  1. Metode keuletan (method of tenacity)
  2. Metode kekuasaan (method of authority)
  3. Metode apriori/intuisi (method of intution)
  4. Metode ilmu pengetahuan (method of science)

  • Manusia berupaya membuka   rahasia alam dan rahasia   berbagai   potensi pemikiran manusia yang selalu dinamis, berkembang dan sering terjadi perubahan yang cepat dengan berbagai pendekatan pengetahuan.
  • Diperlukan potensi SDM dengan tingkat tahunya yang tinggi dan memulai suatu kepastian dengan karagu-raguan.




Gambar 1.1
 Komponen Informasi Prinsip, Kontrol Metodologi dan Transformasi Informasi pada Proses Ilmu Pengetahuan (Walter Wallace, 1971)


Syarat Pengembangan Ilmu Pengetahuan memenuhi 3 kategori pemikiran filosofis, yaitu:

(1) ontologi ;
(2) aksiologi dan
(3) epistimologi.

Ontologi

merupakan bentuk pemahaman atas kenyataan yang menghendaki pengetahuan murni yang bebas kepentingan. Pengetahuan yang lahir dari refleksi ontologis adalah suatu disinterested knowledge. Dalam pemikiran filosofis, teori berarti kontemplasi atas kosmos. Philosof memandang alam semesta dan menemukan suatu tertib yang tidak berubah-ubah, yaitu suatu macrocosmos. Sang philosof melakukan kegiatan yang disebut mimesis (meniru). Kontemplasi atas kosmos menjadi tingkah laku praktis melalui kesadaran dirinya sebagai microcosmos. Filsafat telah menarik garis batas antara ada dan waktu, yaitu antara yang tetap dan yang berubah-ubah. Pemikiran filosofis ini adalah merupakan bibit car  berpikir yang menyebabkan lahirnya ontology dalam sejarah pemikiran manusia.
Melalui teori, para philosof mulai menyusun konsep tentang keapaan (hakekat) benda-benda.  Sedang yang disebut hakekat itu adalah inti kenyataan yang tidak berubah-ubah. Perasaan subyektif dan dorongan-dorongan emosional manusia tersebut mencoba untuk mempengaruhi hakekat adalah merupakan sikap manusia yang berubah-ubah yang berusaha mempengaruhi kemurnian pengetahuan. Sikap mengambil jarak dan membersihkan ilmu pengetahuan dari dorongan-dorongan empiris itu disebut sikap teoritis murni. Ontologi adalah merupakan hakekat yang dikaji. Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak.
  
Ada dua cara manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar:
  1. mendasarkan diri pada rasio 
  2. mendasarkan diri pada pengalaman (experience)
Aksiologi adalah nilai kegunaan ilmu

amenangi jaman edan
ewuh aya ing pambudi
melu edan ora tahan
yen tan melu anglakoni
boyo  keduman  melik
kaliren wekasanipun
dilalah kerso Allah
begjo-begjone kang lali
luwih begjo kang eling lan waspodo (Ronggowarsito, 1802-1973) 

Peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bissa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan di berbagai bidang. Sejak tumbuh berkembangnya ilmu pengetahuan terkait dengan masalah-masalah moral namun dalam perspektif yang berbeda. Sejak Copernicus (1473-1543) menyampaikan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa bumi yang berputar mengelilingi matahari dan bukan yang sebaliknya seperti yang dinyatakan dalam ajaran agama, maka telah timbul interaksi antara ilmu dan moral. Ilmu adalah merupakan hasil karya seseorang yang dikomunikasikan dan dikajii secara terbuka oleh masyarakat. Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab social yang terpikul di bahunya. Seorang ilmuwan mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsi selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual, tetapi juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

epistemologi 
  • Epistemologi atau logika penemuan ilmiah biasanya disamakan dengan teori metode ilmiah.
  • Teori metode itu, bila melampaui analisis logis atas hubungan-hubungan diantara pernyataan-pernyataan ilmiah berurusan dengan pilihan dengan metode-metode.
  • Selain itu juga putusan-putusan tentang cara meperlakukan pernyataan-pernyataan ilmiah.  
  • Epistemologi atau logika penemuan ilmiah biasanya disamakan dengan teori metode ilmiah.
  • Teori metode itu, bila melampaui analisis logis atas hubungan-hubungan diantara pernyataan-pernyataan ilmiah berurusan dengan pilihan dengan metode-metode. 
  • Selain itu juga putusan-putusan tentang cara meperlakukan pernyataan-pernyataan ilmiah.

Persoalan utama epistemologi se-nantiasa dan tetap masih seputar persoalan pertumbuhan pengetahuan. Dan pertumbuhan pengetahuan dapat dipelajari paling baik dengan mempelajari pertumbuhan pengetahuan ilmiah. Wallace (dalam Bynner dan Stribley, 1979),  mengemukakan salah metode pendekatan pengetahuan, disebut model proses  ilmu  pengetahuan yang merupakan kunci dalam perilaku penelitian sosial, Von Wright (1971), mengemukakan berbagai pertentangan epistimologi yang mendasar (naturalim vs humanism), kerangka sampling dan sebagainya. Penyelidikan ilmu pengetahuan mempunyai dua pespektif yang besar, yaitu (1) mengetahui secara pasti dan menemukan fakta-fakta,  (2) membangun (menyusun) hipotesis dan teori-teori. Sedangkan bangunan teori dapat melayani dua tujuan utama, yaitu
  1. Meramal kejadian-kejadian atau hasil dari percobaan,
  2. Menjelaskan agar supaya fakta-fakta dapat dimengerti dan dicatat secara tepat

Semenjak akhir jaman Renaissance tumbuh ilmu pengetahuan sosial yang berkembang pesat dan menjadi pendatang baru bagi ilmu pengetahuan alam  (natural science) yg telah berkembang pesat dan sudah mandiri sebelumnya.

Dalam penelaahan ilmu pengetahuan tersebut, terjadi dua pertentangan metode (pertentangan epistimologi) yang utama, yaitu antara aliran yng berusaha mempertahankan penelaah-an ilmu pengetahuan dengan menggunakan dasar-dasar pembahasan yang dipakai oleh pengetahuan alam. Aliran ini terkenal dengan sebutan aliran positivisme yang dipimpin oleh August Comte dan JS Mill, dan aliran yang menentangaliran positivisme yaitu aliran idealisme (hermeneutics/verstehen), yang dipimpin oleh Wilhelm Dilthey dan Max Weber (G.H.von Wright, 1971).

Prinsip-prinsip yg dipertahankan oleh aliran positivisme adalah:
  1. adanya kesatuan metodelogi ilmu pengetahuan di tengah perbedaan subyek dan penyelidikan ilmu pengetahuan;
  2. pandangan eksak ilmu pengetahuan alam, pemakaian analisis fisik matematis untuk mengukur perkembangan ilmu pengetahuan termasuk ilmu pengetahuan sosial
  3. Pandangan karakteristik dari ilmu pengetahuan yang menjelaskan (perasaan/pandangan yang luas adanya hubungan sebab akibat dan sebagainya).

Pandangan tersebut berbeda dengan pendapat aliran idealism, yang antara lain menyebutkan bahwa :
  1. banyak hal dalam kehidupan masyarakat yang bertentangan dengan pola pemikiran ilmu eksak atau ilmu pengetahuan alam
  2. dalam metode pengetahuan sosial banyak yang menggunakan logika rasional yang berdasarkan kenyataan danpengertian yang rasional
  3. Metode menjelaskan dikotomi yang dikembangkan di Jerman oleh filosof-filosof Jerman.

Pertentangan epistimologi dan prinsip - prinsip dasar dalam penelaahan ilmu pengetahuan ini masih berkembang sampai saaat ini, walaupun telah muncul berbagai aliran baru yg mencoba menggunakan metode berdasarkan tujuan yang hendak dicapai (perkawinan antara pandangan tersebut). Kelihatannya menggunakan metode berdasarkan upaya untuk mencapai tujuan penelitian ini yang sering dilakukan oleh peneliti-peneliti pe-mula maupun peneliti lanjut.

Logika Penemuan Ilmiah

Ada orang yang keberatan bahwa akan lebih relevan bila memandang bahwa urusan epistemologilah untuk menghasilkan apa yang disebut  “rekonstruksi rasional” dari langkah yang telah membawa sang ilmuwan menuju suatu penemuan pada penemuan kebenaran baru tertentu. Ingin merekonstruksi secara rasional ujian-ujian berikutnya yang membuat inspirasi itu menjadi sebuah penemuan, atau menjadi dikenal sebagai pengetahuan.

Sang ilmuwan mempertimbangkan, mengubah, atau menolak inspirasinya sendiri secara kritis, kita dapat, jika kita mau, memandang analisis metodologis yang dijalankan disini sebagai suatu jenis “rekonstruksi rasional” dari proses berpikir yang serupa. Ilmu empiris dapat dicirikan lewat fakta bahwa ia menggunakan apa yang mereka sebut  “metode induktif. Menurut pandangan ini logika penemuan ilmiah akan identik dengan logika induktif, yakni dengan analisis logis terhadap metode induktif ini  Ia biasa disebut suatu penyimpulan (inference) “induktif” jika ia berasal dari pernyataan tunggal” (kadang-kadang juga disebut pernyataan “partikular”), seperti laporan mengenai hasil pengamatan atau eksperimen, menjadi pernyataan-pernyataan universal, seperti hipotesis-hipotesis atau teori-teori. 

Prinsip-prinsip induksi :
  1. Prinsip induksi akan menjadi sebuah pernyataan yg lewat bantuannya kita dapat menaruh kesimpulan-kesimpulan induktif ke dalam bentuk yg dapat diterima secara logis.
  2. Prinsip induksi teramat penting bagi metode ilmiah prinsip ini ”, kata Reichenbach,” menentukan kebenaran teori-teori ilmiah 
  3. Prinsip induksi, jelaslah, ilmu tidak berhak lagi membedakan teori-teori-nya dari ciptaan ciptaan pikiran sang penyair yg khayali dan sewenang-wenang.
  4. Prinsip induksi haruslah berupa se-buah pernyataan sintetik; yaitu se-buah pernyataan yang penyangkalannya tidak menyangkal dirinya sendiri (self-contradiction) malahan mungkin secara logis.
  5. Prinsip induksi pastilah suatu pernyataan universal. Mengasumsikan suatu prinsip induktif dari  tataran yang lebih  tinggi; dan seterusnya.
  6. Prinsip induksi (yang dirumuskannya sebagai “prinsip penyebaran universal”) adalah “sahih apriori”, pembenaran apriori bagi pernyataan-pernyataan sintetik itu berhasil. Penyimpulan penyimpulan induktif adalah penyimpulan-penyimpulan yang mungkin.
  7. Prinsip induksi sebagai alat ilmu untuk memutuskan kebenaran.
  8. Prinsip induksi membantu unutk memutuskan probabilitas. Karena tidak ditakdirkan bagi ilmu untuk mencapai baik kebenaran maupun kekeliruan. Pernyataan-pernyataan ilmiah hanya dapat mencapai derajat probabilitas yang kontinu dengan batas atas dan batas bawah yang dapat dicapai itulah kebenaran dan kekeliruan.
  9. Derajat probabilitas tertentu diberikan pada pernyataan-pernyataan yang didasarkan pada penyimpulan induktif, hal ini akan dibenarkan dengan memunculkan suatu prinsip induksi yang baru, yang dimodifikasi dengan tepat. Prinsip baru ini harus dibenarkan, dan seterusnya.
  10. Prinsip induksi itu gilirannya, dianggap bukan sebagai yg benar melainkan hanya sebagai yang boleh jadi (probable) atau logika probabilitas, mengakibatkan suatu gerak mundur yang tiada akhir atau doktrin apriorisme
Teori yg dikembangkan dalam bagian berikut secara langsung  berhadapan dengan segenap usaha yg bekerja dengan ide ide  logika induktif. Psikologi pengetahuan yang berkenaan dengan fakta empiris, logika pengetahuan yg hanya berkenaan dengan hubungan-hubungan logis. Metode pengujian teori-teori secara kritis, dan penyelesaiannya menurut hasil peng-ujian, selalu diteruskan pada jalur2 berikut ini ide baru yg diajukan sementara, dan belum dibenarkan dengan cara apapun-suatu antisipasi, sebuah hipotesis, sebuah sistem teoritis, atau apa pun kesimpulan-kesimpulan dengan cara deduksi logis. Kita dapat membedakan empat jalur yang berbeda yg dapat ditempuh bagi pengujian sebuah teori :
  1. Perbandingan logis kesimpulan-kesimpulan diantara mereka, dengan inilah konsistensi internal  sistem itu diuji
  2. Penyelidikan pada bentuk logis teori itu, dengan maksud untuk menentukan apakah mempunyai ciri teori empiris atau ilmiah, atau apakah ia, misalnya bersifat tautologis
  3. Perbandingan dengan teori lain, terutama dengan tujuan untuk me menentukan apakah teori  yg akan membentuk suatu kamajuan ilmiah harus ber-tahan menghadapi beraneka macam peng-ujian kita. 
  4. Dan akhirnya, pengujian teori melalui penerapan empiris kesimpulan yang dapat diperoleh darinya
Prosedur pengujian ternyata juga bersifat deduktif. Putusan ini bersifat positif, yaitu: (1) jika kesimpulan-kesimpulan tunggalnya  ernyata dapat terima (acceptable) atau terbukti (verified), maka teori itu, untuk sementara waktu, telah lolos dari ujian-nya: kita tidak menemukan alasan untuk membuangnya. (2) Tetapi jika putusan itu negatif, atau dengan kata lain, jika kesimpulan itu telah terbukti kesalahannya (falsified), maka falsifikasinya juga memfalsifikasi teori yang dari sana ia simpulkan secara logis. Mem-berikan suatu analisis yang lebih rinci terhadap metode2 pengujian deduktif. Berusaha menunjukan bahwa, dalam kerangka-kerja analisis ini semua masalah dapat dihubungkan dengan apa yg biasa disebut “ epistemologis”.

Era Kemajuan Sudah Berakhir

Kemajuan (Progress) lahir pada era Renaisans, menikmati masa remaja yang subur saat era Enlightenment (Pencerahan), mencapai usia dewasa yang matang di era industri, lalu mati seiring berakhirnya abad ke-20. Sudah beberapa melinium tidak terjadi kemajuan, yang ada hanya perputaran. Hanya siklus. Musim berganti musim. Generasi2 datang dan pergi. Hidup tidak menjadi lebih baik, tetapi mengulangi dirinya sendiri dalam pola yang sama tanpa akhir. Tidak ada masa depan, karena itu sendiri tidak dapat dibeda-kan dari masa lalu Lalu datang keyakinan pasti bahwa kemajuan tidak hanya mungkin terjadi tetapi juga juga tidak terhindarkan. Usia harapan hidup akan bertambah. Kenyamanan meterial akan bertambah. Pengetahuan akan bertumbuh. Pendeknya, tidak hal yang tidak dapat berkembang menjadi lebih baik. Displin akal budi dan alur-alur deduktif dari sains akan dapat  diterapkan  bagi segala masalah, mulai dari mendesain 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih