Selasa, 11 Juni 2019

7 Kaidah Sekolah Inovasi

7 Kaidah Sekolah Inovasi 

Sunaryo Kartadnata

Otomasi dan digitasi   era 4.0 berpengaruh signifikan pada cara berpikir dan perilaku manusia. Disrupsi menjadikan orang harus  kreatif, sumber belajar semakin beragam, pilihan berpusat pada individu, penyelesaian masalah secara kolaboratif, dan pemenuhan kebutuhan melalui jejaring  luas, proses belajar  menjadi terbuka dan tidak lagi dibatasi ruang dan waktu. Manusia harus berpikir kreatif untuk mencari alternatif, mengakses informasi dari ragam sumber, menentukan pilihan paling mungkin, dan melaksanakan keputusan secara kolaboratif.
Bangsa Inovasi adalah idealisme Bangsa Pendidikan (Chen. 2010), yang harus didekatkan kepada kehidupan nyata, sebuah masyarakat belajar yang mengandung pergaulan manusia sebagai pembelajaran yang abai batas usia dan latar belakang, menjadi pembelajaran sepanjang hayat untuk semua. Perlu  perubahan mindset tentang pendidikan, dan negara menempatkan pendidikan sebagai prioritas tertinggi nasional.  
Sekolah Inovasi adalah pemaknaan dan  penerjemahan idealisme ke dalam kehidupan nyata.  Pembelajaran  berlangsung dalam keterpaduan  belajar, hidup, dan bekerja sebagai sebuah kehidupan nyata, dirumuskan ke dalam  tujuh kaidah berikut.

Misi, bersumber dari misi negara, berlandaskan Pancasila dan arahan Pembukaan UUD 1945, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Misi negara mengandung implikasi imperatif bagi  pendidikan dan guru di dalam pembelajaran. Misi guru mengandung misi negara yang dibawa ke dalam pembelajaran.
Mindset Pendidikan, menjadi  landasan lahirnya Regulasi Pendidikan yang ajeg antara tataran filosofis dan praksis, dengan memahami secara  mendalam dan utuh sekurang-kurangnya sembilan arahan UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas.
Strategi Kebudayaan, berdasarkan prinsip  pendidikan berbasis budaya,  diawali dengan membangun kesamaan mindset dan visi bersama seluruh Warga Negara Indonesia. Kata kunci bertumpu pada mutu dan kejujuran. Perlu gerakan holistik untuk membangun mindset dengan gelora mewujudkan “Pendidikan Bermutu dan Kejujuran”, sebagai perekat untuk memuarakan berbagai pikiran ke dalam pelabuhan besar yang sama, yaitu visi “pendidikan bermutu dan kejujuran”.
Pendidikan Kehidupan Nyata, berwujud dalam adegan pembelajaran kehidupan nyata  yang mengintegrasikan belajar, bekerja, dan hidup yang mengandung komponen:
Pendidikan Berpikir,  mengembangkan cara berpikir kreatif, inovatif, dan kritis sebagai kecakapan hidup berkelanjutan, menumbuhkan daya adaptasi yang berakar pada  budaya bangsa.
Kurikulum, mengembangkan ragam potensi dalam adegan dan konteks kehidupan nyata dengan akses ragam sumber belajar yang luas dan terbuka. Pembelajaran menjadi  proses kreatif menterjemahkan isi kurikulum ke dalam  realitas pergaulan hidup manusia. Guru adalah sosok manusia kreatif yang memegang peran kunci dalam rangkaian pengambilan pilihan dan keputusan tindakan pembelajaran atas dasar pertanyaan “Mengapa perlu mempelajari ini?”.
Teknologi, sebagai alat bekerja yang memberikan kemudahan dalam membelajarkan manusia, mengembangkan cara berpikir dan bekerja, serta mengakses sumber informasi. Penggunaan internet dan media sosial  dalam pembelajaran menjadi sebuah keniscayaan, diposisikan sebagai kebutuhan dasar manusia dalam kehidupan nyata.
Waktu dan tempat, menjadikan  belajar sebagai proses terbuka, terjadi setiap saat dengan  berbagai sumber, tidak dibatasi dalam jumlah hari, minggu dan jam. Kegiatan belajar lumat  dalam hidup dan bekerja sebagai kegiatan sehari-hari manusia.  
Mengajar Bersama,  dilaksanakan secara kolaboratif, tidak  bertumpu pada peran tunggal guru. Orang tua, masyarakat, dan pihak  lainnya  dihadirkan di sekolah atau dikunjungi untuk   pembelajaran bersama bagi peserta didik.  
Generasi Pebelajar, dengan media sosial sebagai pendamping mobilitasnya. Generasi yang sangat mudah mengakses informasi, dunia ada di telapak tangannya, berkegiatan dalam ragam tugas dan jejaring sosial yang luas, seperti mengajari kita demikianlah mestinya pendidikan diselenggarakan bagi mereka. Sekolah inovasi memahami secara mendalam karakteristik peserta didik berbudaya  media sosial dan mengakomodasinya ke dalam proses pedidikan.  
Pegembangan Karir dan Bimbingan, memfasilitsi peserta didik sadar dan cakap menghadapi perubahan makna bekerja dan kehidupan. Pengembangan karir menginkorporasi kemampuan akademik- vokasional peserta didik dengan  kemandirian mengambil pilihan dan keputusan pribadi, sosial, dan moral dalam menavigasi hidupnya untuk mencapai kesejahteraan.  
Budaya Berkarakter dan Damai,  memastikan hasil belajar yang baik dan bermutu dicapai dengan cara  baik, benar, dan jujur. Budaya otomasi dan digitasi  bisa menumbuhkan  orientasi hidup ke arah pilihan berbasis individual, kohesi sosial  tidak alami, persaingan  semakin ketat, nilai hubungan pribadi semakin terkikis,  memerlukan atmosfir damai sebagai pencegahnya. Damai sebagai cara berpikir dan berperilaku warga sekolah yang terpancar dalam budaya lingkungan belajar, bekerja, dan hidup.
Kepemimpinan pedagogis-transformatif,  tumbuh pada setiap personil pendidikan,  dari pemimpin sampai guru. Mereka sadar sedang  memimpin manusia yang berkembang,  sadar akan tanggung jawab  mengembangkan budaya berkarakter dan damai, sadar bahwa dirinya adalah instrumen utama untuk menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang fasilitatif, berkarakter dan damai bagi perkembangan peserta didik.
Tashkent, 1 Juni 2019
Penulis adalah Duta Besar Republik Indonesia
untuk Republik Uzbekistan dan Kyrgyzstan  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih