Selasa, 05 Juli 2016

Media Bimbingan Konseling Dalam Layanan Klasikal (Menggunakan Media Koran Bekas)

Kembali  saya  mencoba  membuat  sebuah strategi  layanan klasikal menggunakan media Bimbingan Konseling. Sederhana dan mudah untuk dilaksanakan dengan alat sebuah koran bekas yang banyak kita jumpai di keseharian, alhamdulillah ternyata hasil yang di dapat tidak sebanding dengan kesederhanaan media yang digunakan. Sungguh kali ini membuat saya sangat tidak percaya sekaligus terheran-heran betapa dahsyat atau spektakuler media Bimbingan konseling ini. Bahkan lebih jauh saya optimis, bahwa media Bimbingan konseling ini tidak serta merta hanya untuk guru bimbingan konseling saja, bahkan bisa digunakan oleh beberapa mata pelajaran seperti IPS, PKn, Agama dan lain-lain yang mengampu materi pembelajaran tentang konsep berpikir abstrak siswa. Kenapa hingga sejauh itu dapat berpengaruh, kebetulan dulu saat menjadi guru Bimbingan konseling saya pernah merangkap menjadi guru mapel. Tertawa rasanya saat harus menjadi korban kebijakan, dan alhamdulillah sekarang khusus mendapatkan tupoksi sebagai guru BK.


Kali ini konteks layanan yang akan saya sampaikan, mohon maaf sebelumnya saya harus menyebutkan layanan karena dunia Bimbingan konseling tidak mengenal istilah pembelajaran dalam tugas profesinya jadi andaikan ada guru mapel studi non BK membaca ini, silakan mengganti secara otomatis dalam konsep berpikir bahwa pelayanan adalah pembelajaran agar mudah di maknai saat membaca tulisan ini. Sajian proses pelayanan ini sengaja saya buat dalam bentuk video agar teman-teman seprofesi guru lebih mudah mempelajari dan menggunakannya di masing-masing satuan kerja. Kata kunci penguasaan terletak pada kata Diskusi untuk lebih jauh atau memulai proses layanan. Apakah bapak/ibu guru berminat menggunakannya? Baiklah akan saya uraikan sistematika terlebih dahulu. Langkah pertama menentukan tema, tentu saja tujuan atau manfaat layanan tidak boleh lepas dari kerangka tersebut, langkah kedua adalah penguasaan atau pengelolaan kelas, langkah ketiga adalah mengarahkan konsep berpikir siswa, dan langkah terahkir adalah mengedepankan peran guru sebagai fasilitator dalam proses layanan.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah koran bekas, diambil artikel tertentu sesuai dengan tema yang ditentukan, lembaran kertas HVS, dan alat tulis. Perlu diketahui bapak/ibu guru pada kali ini saya mengharamkan siswa menulis menggunakan tulisan komputer karena ada alasan yang kuat untuk menghindari copy paste dari internet seperti google, yahoo, bing dan lain-lain. Tulisan dalam prakarya harus dengan tulisan tangan, andaipun beberapa siswa ada yang mengambil dari media internet setidaknya ketika membaca dan memindahkan dalam bentuk tulisan tangan akan terlebih dahulu membacanya. Tapi hal tersebut tetap tidak saya inginkan, alhamdulillah dari awal hingga ahkir terlaksana layanan ini, semua murni pola pikir siswa. Bagaimana bisa mengetahui jika hal tersebut adalah karya siswa murni? Bapak/ibu guru bisa melihat dari pemamparan atau presentasi mereka terutama penggunaaan bahasa dan respon atas pertanyaan, masukan dan lain-lain, yang kebetulan akan saya upload dalam beberapa tayangan  video di youtube. Bisa langsung disaksikan di website ini secara langsung, jangan lupa sisipkan komentar atau like atas tampilan mereka sebagai bentuk ucapan terima kasih serta perhatian pada siswa saya yang tampil presentasi, jika tidak keberatan tentunya.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan, media koran bekas juga saya batasi yang dapat digunakan adalah koran cetak bukan koran online. Yang pertama pertimbangannya adalah sesuai dengan judul bahwa tidak ada koran online yang bekas, maaf bercanda. Kedua dalam koran online keabsahan berita masih dipertanyakan, yang ketiga dalam koran online biasanya muncul komentar-komentar dari pembaca sehingga akan berpengaruh pada konsep berpikir siswa (kemurnian). Kenapa saya harus mengatakan ini, insyallah siap-siap saja ketika bapak/ibu guru menyampaikan ini kepada siswa akan muncul pertanyaan “apakah boleh menggunakan koran online?” maka saya cuma dapat berpesan pada bapak/ibu guru ketika menjawab jangan mengatakan “TIDAK” karena ending dalam layanan ini sebenarnya adalah menumbuhkan sikap kritis siswa membaca sebuah fenomena sosial yang terjadi dikehidupan sosial, jika itu terjadi tanpa sengaja bapak/ibu guru telah menciptakan doktrin khusus sehingga konsep berpikir menjadi mati dan yang lebih parah mereka tidak akan menikmati proses layanan sebagaimana mereka menganggap permainan menarik tetapi menjadi beban tugas buat mereka dan pertanyaan yang mereka lontarkan sesungguhnya adalah awal dari proses layanan ini (berkreasi dengan pola pikir). Lalu harus menjawab apakah? Ketiga alasan diatas yang saya telah sampaikan atau jika bapak/ibu ingin menambah silakan saja, kemukakan pada siswa yang bertanya serupa seperti diatas selanjutnya katakan “maka tidak di izinkan untuk menggunakan koran online”. Saya percaya bapak/ibu bisa mengolah kata agar mempunyai makna positif dalam tiap instruksi ke siswa demi kelancaran proses layanan.

Baiklah tentang bahan saya anggap selesai, jika ada pertanyaan silakan tuliskan dalam kolom komentar dibawah. Sekarang saya akan membahas sistematika layanan klasikal dengan media koran bekas ini. Langkah pertama adalah menentukan tema, awal mula saat melihat banyak kasus builying, merokok, membolos, bertengkar, dll saya jadi tertarik mengembangkan bentuk layanan klasikal ini. Siswa saya minta berkelompok, mencari koran dengan artikel berhubungan fenomena kenakalan remaja dengan batasan usia tingkat SMP/MTs atau SMK/SMA/MA dimana siswa yang bersangkutan adalah pelaku bukan korban. Tayangan video mereka saat kerja kelompok menyiapkan bahan dapat bapak/ibu saksikan dengan mengklik tautan berikut  Melihat Video Kerja Kelompok atau menyasikan langsung di website

Perlu diketahui bapak/ibu guru, jangan membuat suasana kelas tegang pada saat ini. Biarlah mereka berkreasi dengan caranya sendiri walaupun terkesan semrawut (tidak rapi) ada siswa yang berjalan-jalan, ngobrol ramai, guyonan sendiri dan lain-lain. Yang terpenting bapak/ibu tetap kondisikan kelas dalam situasi terkontrol tanpa menganggu kelas lainnya. Untuk alasan apakah saya melarang bapak/ibu guru terlalu mengekang ruang gerak mereka. Tentu saja saya akan mengingatkan di awal dalam proses layanan ini adalah memperluas atau berusaha mengembangkan konsep berpikir abstrak mereka sehingga jika kita memberikan sesuatu yang menyenangkan atau membuat mereka terhibur jelas akan dapat menemukan hasil mendekati sempurna dari apa yang kita harapkan.

Pemilihan tema adalah hal yang sangat menarik dan membutuhkan perhatian yang khusus, berangkat dari inventori kebutuhan siswa. Maka tujuan layanan ini selain mengembangkan sikap kritis, berani, bertanggung jawab dan beberapa konten positif yang muncul dalam metode diskusi, juga tidak kalah penting adalah menumbuhkan pemahaman gejala-gejala fenomena sosial yang terjadi dilingkungan sekitarnya, mempelajari norma-norma yang berkembang di masyarakat serta mampu membedakan beberapa sikap positif yang layak diikuti dan sikap negatif yang hendaknya harus dijauhi. Disisi manfaat tentu saja tidak akan terlepas dari tujuan, layanan ini ternyata mampu mendorong siswa berpikir abstrak menyikapi fakta-fakta fenomena sosial di lingkungannya, mendorong siswa berani serta bertanggung jawab, dan mendorong siswa memiliki kemampuan lebih yaitu sebagai guru untuk teman-temannya di dalam kelas.

Masih berbicara tentang tema, siswa dalam layanan ini diminta untuk mencari sendiri artikel dalam koran bekas tentang fenomena sosial kenakalan remaja. Pilihan bebas dapat bicara tentang free seks, narkoba, HIV AIDS, tawuran antar pelajar, membolos, dll yang terjadi pada kalangan pelajar tingkat SMP atau SMA/SMK. Selanjut diminta menganalisis secara sederhana pilihan artikel berita tersebut, mulai mencari siapakah yang bersalah dalam hal ini sehingga kejadian tersebut dapat terjadi, apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, dan diminta memberikan solusi agar hal tersebut tidak terulang lagi. Sederhana bukan? Yang terpenting menjadi catatan kita adalah penggunaan bahasa saat memberikan intruksi, bagaimana-pun jenjang pendidikan tetap harus dipertimbangkan, usahakan menggunakan bahasa gaul atau bukan ilmiah agar mudah dipahami. Prakarya mereka disajikan dalam bentuk lembaran kertas HVS dan siap untuk presentasi. Mengacu pada teori behavioristik tentang reward and punishment, agar tertib dan lancar proses ini tidak boleh dilupakan. Reward apa yang kiranya tepat digunakan, bapak/ibu dapat melihat pada tayangan video berapa kali saya memuji dengan kata “luar biasa”, “dahsyat”, “mantab” dll jika mereka aktif bertanya, menyanggah, memberikan masukan, dll. Sedangkan punishment alias hukuman, emmm saya yakin benak yang muncul di bapak/ibu saat membaca tulisan ini akan bilang “kalau yang ini perlu ditiadakan karena sudah tidak zamannya menghukum siswa, di anggap melanggar HAM, dll”. Benarkah dugaan saya seperti itu bapak/ibu guru? walaupun  bapak/ibu menolak saya berpendapat bahwa harus tetap dilakukan yah hukuman harus tetap dilakukan. Huff ... jangan emosi dulu yah, hukuman dimaksud adalah bersifat mendidik.

Fungsi hukuman yang saya gunakan bertujuan pertama, agar siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru, kedua agar siswa tidak main-main saat mempresentasikan hasil kerjanya, ketiga agar siswa benar-benar serius saat menanggapi pertayaan atau masukan dari teman-temannya. Dan hukuman yang saya pilih adalah menyanyikan lagu balonku ada lima sambil berjoget masal seperti group nyanyi ciby-ciby he he he maaf tertawa ini jadinya kalau lihat mereka kena hukuman yang berlaku sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku. Selain tujuan ketiga di atas anggap saja hal ini sebagai intermezo setelah jenuh berdebat di atas. Al hasil ternyata siswa yang lalai dalam tugas ini jika diperkirakan dalam presentasi hanya 3% saja. Pembaca bertanya bagaimana cara menghitung presentasinya, wah kalau masalah tersebut saya jawab saja kira-kira he he.

Bahkan ada yang menarik saat siswa mempresentasikan dengan sangat keras dan tajam, tentang berita siswa berpesta miras, bisakah bapak/ibu guru menebak? Ternyata yang disalahkan adalah guru BK wow mantab jelasnya. Video ini sengaja saya tampilkan di awal agar menjadi perhatian bapak/ibu guru Bimbingan konseling saat menghadapi peserta didiknya Melihat Video

Menarik lagi dari tayangan video di atas, saat oleh teman-temannya diberi masukan tambahkan yang bersalah adalah penjual warung miras, akan tetapi narasumber mengatakan bahwa warung tidak bersalah dan hal tersebut bagian dari hak asasi manusia mencari nafkah. Kelompok di atas tetap meyakini bahwa yang bersalah adalah orangtua, pelaku dan guru BK he he he sempat situasi ramai dan emosi ditentang seluruh siswa dikelas. 
Untuk ini lah langkah kedua yaitu penguasaan atau pengelolaan kelas harus dikuasai oleh guru. Jika belum terbiasa menggunakan metode diskusi saat layanan klasikal lebih baik dipending dulu dan dimulai secara bertahap. Maaf bukan meremehkan kemungkinan hambatan yang muncul kalau tidak terbiasa, diskusi tidak akan berjalan atau justru sebaliknya akan tambah kacau. Pada langkah kedua ini saya tidak perlu mengupas secara detail karena saya yakin pengetahuan pendadogik bapak/ibu guru tidak dapat diragukan lagi apalagi yang telah lolos sertifikasi. Bagi guru pemula, tentu saja butuh perhatian ekstra, dan perlu diketahui saya berharap pada bapak/ibu guru membuka sesi pertanyaan pada diskusi menjadi dua sesi. Untuk masing-masing sesi terdiri beberapa pertanyaan terserah kembali kepada masing-masing untuk menyesuaikan dengan durasi waktu. Sesi pertama diharapkan lebih terfokus pada penjelasan artikel yang disampaikan siswa di depan, sedangkan sesi kedua lebih meluas menyambung dari sesi pertama dan pengembangan skala berpikir siswa terhadap fenomena lain yang berbenturan atau tidak sejalan dengan yang disampaikan oleh penyaji diskusi. Disini-lah letak skill bapak/ibu guru dibutuhkan untuk sinkronisasi step satu dg step dua sehingga tujuan dapat tercapai.

Selanjutnya adalah langkah ketiga yaitu mengarahkan konsep berpikir siswa, pada dasarnya walaupun metode diskusi sekarang ini banyak digunakan oleh guru-guru akan tetapi penggunaannya belum maksimal. Banyak penggunaan metode diskusi hanya sebagai syarat atau isyarat pemenuhan tugas saja, di anggap telah melakukan anggap urusan beres. Maaf sebelumnya, diskusi yang maksimal akan membawa arah yang maksimal pula atau sebaliknya diskusi yang asal-asalan akan membawa hasil yang sia-sia. Ada fenomena khusus, walaupun pelaku adalah guru bahasa Indonesia sekalipun sebut saja oknum, memberikan perintah “silakan buka buku LKS dan diskusikan isinya”. Apakah perintah tersebut pernah disertai dengan panduan “bagaimana model diskusinya?, bagaimana tata cara berdiskusinya?, bagaimana evaluasi hasil diskusinya? Bagaimana manfaat dari hasil diskusi? Bagaimana follow up dari diskusi yang telah dilakukan?” kebetulan saya juga masih belajar tentang strategi yang satu ini, justeru ketika saya menulis artikel ini sangat berharap banyak masukan dari teman-teman seprofesi guru khususnya guru Bimbingan dan konseling untuk pembenahan diri saya ketika memberikan pelayanan terbaik untuk peserta didik. Ada buku yang menarik yang bisa dibaca oleh teman-teman, disajikan secara ringkas dengan judul “MARI BERDISKUSI” diterbitkan oleh Buana Cipta Pustaka.

Mengarahkan konsep berpikir siswa ternyata gampang-gampang susah, sehingga saya harus meminjam strategi milik behavioristik R (reward) dan P (punishment). R sangat dibutuhkan untuk memacu konsep berpikir siswa untuk berkembang dan P sangat dibutuhkan untuk menghentikan sikap apatis dalam diskusi alias terganggunya konsep berpikir. Kali ini siswa diarahkan untuk melihat, mengamati, mencermati, menilai dan merangkum sesuatu objek yang dikatakan fenomena sosial kenakalan pelajar. Urutan yang tidak boleh dilupakan dari step 1 hingga step 5. Tujuan pengembangan konsep berpikir ini, ketika siswa melihat gejala fenomena yang ada akan direlevansikan dengan sikap maupun pandangan dari sisi negatif atau positif bagi dirinya. Sehingga mampu membentengi dari pengaruh-pengaruh buruk dilingkungan sekitarnya.
 Modal awal ini-lah yang dapat dijadikan referensi untuk menyusun kepribadian berkarakter sesuai dengan UU Pendidikan Nasional. Insyallah dengan beberapa tampilan video yang akan saya tayangankan dalam website ini dapat menjadi bantuan kepada bapak/ibu guru untuk memaknai maksud dan tujuan serta penjelasan dalam langkah ketiga ini. Ada istilah jika kita ikut memutuskan sesuatu maka keputusan itu akan di anggap sebagai keputusan kita sendiri walaupun cara yang digunakan harus bersama-sama, dan tentu saja akan sangat mudah melakukan secara ikhlas hasil keputusan dibandingan melaksanakan keputusan orang lain karena di anggap perintah. Apakah bapak/ibu guru tahu maksud saya? Dari awal pelayanan Bimbingan konseling ini dilakukan oleh siswa dengan memilih sendiri artikel yang akan di angkat dalam presentasi kelas (guru hanya memberikan batasan saja), siswa leluasa memilih sendiri apakah hal tersebut bicara tentang narkoba, free seks, tawuran dan lain-lain. Siswa juga menyusun sendiri analisis pandangan-pandangannya tentang fenomena tersebut dan menemukan solusi sendiri bersama kelompoknya, kemudian mempertanggung-jawabkan dari hasil kerja dengan share keilmuan di publik (kelas). Kemampuan mempertahankan pendapat serta memberikan pencerahan pada teman sekelas juga dilakukan oleh siswa sendiri, secara tidak langsung siswa disini dikatakan sebagai guru bagi dirinya sendiri. Nah jika urutan tersebut dikatakan tidak lepas dari pikiran siswa maka siapakah yang mengambil keputusan dalam layanan ini, siswa atau kah guru. saya memberanikan diri mengatakan pengambil keputusan adalah siswa dan sesuai dengan istilah yang saya katakan di atas, maka siswa tentu akan ikhlas melaksanakan keputusannya sendiri dibandingkan dalam bentuk intruksi paksaan bersumber dari guru.

Lalu apakah fungsi guru? bersantai ria sambil nonton siswa berorasi di depan kelas kah. Tentu saja tidak bapak/ibu guru. Ini-lah peran terahkir dalam proses ini yang saya maksudkan, yaitu mengedepankan peran guru sebagai fasilitator dalam proses layanan. Amat disayangkan dalam tampilan-tampilan video untuk peran guru tidak saya muat, alasan yang klasik sebenarnya he he he waktu durasi yang panjang juga akan membutuhkan waktu yang panjang mengupload video dalam jaringan youtube. Daripada terkena protes pembagian waktu oleh keluarga, maka ambil titik tengah saja, keluarga tetap harmonis dan profesionalitas tetap jalan. Hanya bab proses diskusi yang direkam dalam tayangan video. Jadi kali ini coba saya akan jelaskan dalam bentuk teks saja. Peran guru sebagai fasilitator disini adalah meluruskan beberapa pandangan yang salah atau kurang tepat dikemukakan siswa saat presentasi. Perlu juga dicatat bapak/ibu guru saat meluruskan ambil beberapa kalimat positif “sudah bagus akan tetapi .... “ dan hindari pernyataan “yang kelompok kamu katakan tadi salah ...” sekaligus bapak/ibu guru juga membantu merangkum poin-poin penting yang  ada dalam diskusi untuk di riview ulang pada siswa karena tidak menutup kemungkinan terlupakan oleh memori penyimpanan otak siswa.

Sebenarnya layanan yang saya lakukan, belum tuntas karena masih selesai 80%. Masih ada beberapa kelompok yang belum tampil di depan kelas untuk presentasi di masing-masing kelas. Kesalahan di awal saya mencoba menampilkan cuplikan video salah satu kelompok diskusi sehingga SMS, telepon, inbox lewat facebook dan email meminta segera mengupload artikel Media Bimbingan Konseling menggunakan koran bekas ini. Dan insyallah artikel ini saya buat jadi hari ini, tentu saja teman-teman jangan terfokus sekali melihat karena ada kemungkinan saya akan menyunting artikel jika menemukan kesalahan atau sesuatu yang di anggap kurang, kunjungi link ini berulang tiap 2 atau 3 hari. Berbagai video dengan fokus materi yang berbeda-beda juga akan saya tayangan dalam website ini tetapi intinya sama yaitu fenomena kenakalan pelajar, silakan untuk menyaksikan dan jadikan sebagai bahan pembanding saja. Jelas pasti tiada gading yang tidak retak tentunya mohon komentar serta masukan untuk tulisan saya. Kiranya tidak keberatan, sebagai ucapan terima kasih pada sajian murid-murid saya (bukan penulis loh) silakan memberikan komentar pujian di dalam youtube dan berikan tanda like, ternyata mereka memantau selalu loh, dan zaman narsis ini juga ada manfaatnya. Saya sampaikan pada mereka bakal di upload youtube dan sungguh hasil yang di dapat adalah semangat empat lima yang terjadi he he he, jika tidak keberatan loh bapak/ibu guru mohon komentar pujian buat mereka.


 


 
 
 
 
 
Di ahkir kata tulisan ini, jika bapak/guru berniat menjadikan contoh layanan ini sebagai media Bimbingan Konseling  tau media pembelajaran untuk mapel lain silakan saja, ikuti format penulisan yang telah ditentukan. Dari awal lembar pengesahan hingga referensi salah satunya bisa bapak/ibu guru adalah alamat link website ini. Apakah hanya bisa dilaporkan sebagai sebagai media BK atau Media pembelajaran (mapel studi)? Ternyata tidak, tulisan ini bisa dikembangkan menjadi PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan salah satu indikator “diskusi” ketika memngambil judul. Mudah bukan, dan silakan di pratekan. Jika tidak keberatan klik donasi Iklan berikut yah, lumayan saya dapat dollar walaupun $ 0,00005 sekali klik. DONASI IKLAN
Silakan dibagikan jika di anggap perlu, tanpa perlu meminta izin. Masukan bersifat kritikan sepedas apapun saya siap menerima untuk pengembangan diri saya (salam Ndoro Demang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih