Menjawab persoalan perlukah ice breaking dalam proses pembelajaran. Ada beberapa pendapat yang mengatakan ice breaking adalah pekerjaan yang sia-sia dan seharusnya dihilangkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, apalagi jika dilakukan hampir setiap pertemuan yaitu saat memulai maupun mengahkiri penyampaian materi dari guru ke siswa. Boleh juga diterima alasan tersebut karena memang beberapa pelajaran khusus seperti materi UNAS butuh pemahaman yang luas dari sisi kognitif apalagi disertai dengan ancaman “kelulusan”. Waktu yang tersedia di anggap kurang relevan dengan jadwal yang tersedia, bahkan ada beberapa sekolah yang sengaja menggandeng rekanan seperti LBB (lembaga bimbingan belajar) untuk menggantikan peran guru di keseharian menyampaikan materi persiapan ujian nasional, inilah praktek nyata istilah waktu adalah uang. Hak asasi bagi sekolah tentunya untuk membuat kebijakan tersebut, mulai mengurangi frekuensi jam kerja guru pada saat-saat pembelajaran efektif atau memakai waktu diluar jam pembelajaran seperti hari sabtu atau minggu.
Disisi lain ada juga yang beranggapan bahwa ice breaking perlu di adakan walaupun tidak secara rutin pada saat tatap muka, yah sekedar penghibur kejenuhan siswa saja. Alasan yang masuk akal juga sebenarnya karena sentuhan afektif mulai ditanamkan dalam hal ini tanpa menutup kemungkinan unsur kinestetik siswa sendiri secara tidak langsung tercakup karena biasanya ice breaking identik dengan permainan. Apapun bentuk alasan pertama maupun kedua sebenarnya bisa di maklumi, dan sebenarnya yang tidak di maklumi adalah guru tidak melakukan kegiatan ini dengan alasan tersembunyi bahwa sebenarnya dirinya tidak mampu menguasai skill penyampaian ice breaking.
Pengertian ice breaking sendiri adalah salah satu kegiatan ekstra (sisipan) dalam rutinitas keseharian yang bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan serta meningkatkan minat terhadap sesuatu objek di amati (pelajari) sehingga dapat membantu individu mempermudah memahami objek tersebut dengan melibatkan unsur komponen berpikir individu meliputi ranah kognitif, afektif maupun psikomotornya. Dan lebih sederhana ice breaking dapat di artikan sebagai bentuk permainan yang menyenangkan. Dari pertanyaan di awal apakah perlu dilakukan, saya hanya bisa menjawab dengan mengembalikan kepada rekan-rekan seprofesi khususnya para pendidik, guru, kepala madrasah, pengawas, dosen, instansi pendidikan, praktisi pendidikan, dll dengan pertanyaan berulang saat dianggap perlu lakukan saat di anggap tidak tiada-kan.
Akan tetapi pada dasarnya saat kita mencoba belajar memahami bagaimana-kah memunculkan daya tarik siswa atau peserta didik terhadap materi yang kita sampaikan, adakalanya lebih baik mencoba menggunakannya. Himbauan khusus sebenarnya ditujukan pada guru/dosen bimbingan konseling. Ada beberapa macam bentuk ice breaking yang saya tulis dalam website ini mungkin bisa dijadikan referensi saat kita memberikan layanan (klik lihat ice breaking).
Dalam pemaparan tersebut ada beberapa ice breaking yang memiliki maksud serta tujuan berbeda-beda. Ada beberapa hal yang perlu diketahui bersama, adalah strategi memilih ice breaking yang tepat sebelum di berlakukan pada layanan kita agar dapat maksimal, antara lain:
1. Siapakah peserta didik yang kita hadapi
2. Relevansi antara materi yang kita sampaikan pada peserta didik
3. Ketersedianya alat dan bahan dalam permainan
4. Tingkat kesukaran dengan kesesuaian target peserta didik
5. Dukungan sistem pembelajaran di satuan pendidikan, dan lain-lain.
Dari kelima pertimbangan tersebut, insyallah jika kita terapkan secara baik maka hasil yang maksimal akan dapat dicapai terutama dalam hal kesuksesan permainan ice breaking serta target pembelajaran secara umumnya.
Bagaimana bentuk implementasi ice breaking di dalam kelas yang terkorelasi dengan materi yang akan di sampaikan, berikut akan saya ulas salah satu ice breaking dalam bentuk tontonan video. Saya katakan tampilan layanan ini, di awal jelas sangat tidak sempurna. Masih banyak celah yang perlu diperbaiki, tentu saja maksud saya share video ini mempunyai harapan dapat menuai masukan dari rekan-rekan seprofesi dimanakah letak kelemahan-kelemahan sebagaimana pepatah gajah di pelupuk mata tidak terlihat tetapi semut merah di seberang terlihat dan tiada gading yang tidak retak. Intinya dalam hal ini, saya katakan bahwa saya buta dengan kemampuan yang saya miliki sehingga bermaksud rekan seprofesi untuk membimbing atau mengarahkan pada jalan yang benar. Masukan dan saran tersebut saya tunggu di kolom komentar.
Ok, layanan klasikal kali ini mengangkat tema tentang Larangan merayakan hari Valentine bagi umat Islam. Mohon maaf apakah saya salah? Di anggap tidak toleransi. Sebelumnya saya luruskan bahwa saya adalah guru BK di di madrasah, dimana siswa adalah muslim semua dan kurikulum yang berlaku disini adalah kurikulum berbasis ke-Islaman. Dan bagi kami umat Islam perayaan hari valentine diharamkan karena tidak ada kesesuaian dengan ajaran dalam agama Islam. Dan mohon maaf juga sebelumnya mewakili murid-murid saya jika dalam video yang saya unggah ini ada beberapa yang bisa menyinggung teman-teman seprofesi. Akan tetapi pada dasarnya saya tidak bermaksud mengupas terlalu banyak dalam urusan keagamaan dan lebih menitik beratkan pada layanan klasikal dikelas memakai strategi ice breaking.
Ice breaking ini adalah bentuk modifikasi dari beberapa tampilan yang pernah saya tulis (lihat ice breaking) tidak hanya dalam awalan atau ahkiran penyampaian materi tapi masuk secara kesuluruhan dalam bentuk proses PBM dan siswa sendiri yang memimpin permainan dalam permainan ini, lihat video
Aturannya adalah, siswa yang tertunjuk harus menyampaikan materi (menjadi guru bagi siswa yang lain) dan harus siap untuk mempertanggung-jawabkan materi yang disampaikan. Setelah siswa menyampaikan maka siswa yang lain diberi kesempatan untuk bertanya dan berhak untuk menyanggah jika tidak sepaham. Bagaimana dengan peran guru? disini-lah guru berperan sebagai tukang eksekusi he he he (maaf saya pinjam kata yang agak radikal sedikit) jawaban siswa yang di anggap melenceng biar tidak menumbuhkan pemahaman yang salah pada siswa yang lainnya langsung diluruskan, dengan seni yang khas atau tersendiri dalam tanda petik sehingga tidak menganggu jalannya permainan dan terjebak pada metode ceramah yang endingnya menambah kebosanan. Sederhana bukan? Tidak ada salahnya dicoba, dan silakan lihat wajah ceria, cemas, serta was-was mereka dalam tayangan video di atas, seneng sekali rasanya saat saya mencoba mencapai target membentuk siswa yang kritis, analitis, dinamis, serta agamis tercapai.
Hukuman yang menyenangkan juga harus di siapkan, seperti menyanyi atau lainnya agar siswa dapat terdorong untuk berinteraksi lebih jauh. Untuk sementara mungkin ini-lah yang bisa saya sampaikan pada teman-teman. Selamat mencoba, semoga berhasil (Ndoro Demang).
mau menyumbang $ 0,00005 dengan nonton iklan ini (klik donasi iklan) dan di sampaikan terima kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih