Kamis, 07 Juli 2016

TES GRAFIS SEBAGAI ALAT PSIKODIAGNOSTIK

TES GRAFIS SEBAGAI ALAT PSIKODIAGNOSTIK

Pendahuluan

Dalam dekade terakhir, pemeriksaan psikologi mempunyai pengaruh besar pada kehidupan manusia Indonesia. Kebanyakan dari mereka yang bersekolah, masuk perguruan tinggi, melamar pekerjaan, ikut seleksi untuk menduduki jabatan tertentu, pernah mengikuti suatu pemeriksaan psikologi. Pemeriksaan psikologi yang mereka jalani tidak selalu sama, tergantung dari tujuan pemeriksaan dan alat pemeriksaan yang digunakanpun berlainan. Misalnya siswa Taman Kanak-kanak menjalani pemeriksaan psikologi agar dapat diketahui kesiapan anak untuk mengikuti pelajaran di Sekolah. Tes yang berbeda dipakai untuk siswa kelas 11 Sekolah Menengah Umum yang bertujuan untuk menentukan apakah yang bersangkutan lebih sesuai untuk jurusan IPA, IPS, BAHASA atau DLL 

Dengan semakin meningkatnya penggunaan jasa psikologi dalam berbagai bidang, maka tidaklah mengherankan apabila muncul banyak biro psikologi dan meningkatnya peminat untuk mengikuti pendidikan psikologi karena psikologi kini dianggap sebagai lahan yang dapat memberikan penghasilan yang layak. Untuk berbicara lebih jauh tentang psikologi dan tes psikologi, kita perlu meninjau sejarahnya.


Sebenarnya psikologi sebagai suatu ilmu baru berkembang di abad ke 19 di Eropa, walaupun sudah sejak jaman dulu Plato dan Aristo telah menulis tentang adanya perbedaan-perbedaan individual. Para ilmuan Jerman-lah yang mulai mengembangkan ilmu psikologi pada akhir abad 19, yaitu Fechner, Wundt, Ebbinghaus dan sebagainya. Penelitian-penelitian yang dilakukan para psikiater dan psikolog perancis di bidang gangguan-gangguan mental mempengaruhi perkembangan tehnik-tehnik assessment Klinis dan tes dan ini berakibat pada pengembangan tes prestasi dan skala psikologi yang dibakukan. Ilmuan lainnya yang terlibat dalam pengembangan alat ukur psikologi yang dianggap menonjol pada jaman itu adalah Galton dari Inggris, Cattell dari Amerika dan Binet dari Perancis.
Pionir lainnya adalah Spearman yang mengembangkan teori tes, Terman yang mengembangkan tes kecerdasan sedangkan Woodworth dan Rorschach mengembangkan tes kepribadian. Edward Strong berkecimpung dalam pengembangan tes minat.

Dengan terjadinya Perang Dunia I, sekelompok psikolog di Amerika Serikat mengembangkan tes untuk mengukur kemampuan mental, khususnya tes inteligensi untuk ribuan tentara Amerika selama Perang Dunia I dan sesudahnya. Tes ini dikenal dengan Army Alpha untuk yang berpendidikan dan Army Beta untuk yang tidak berpendidikan. Tes yang dikembangkan Woodworth adalah inventori kepribadian yang pertama dibakukan dan digunakan dalam seleksi tentara, dikenal sebagai Personal Data Sheet. Sejak tahun 1920-an bidang testing psikologi berkembang dengan pesat dan kini ratusan tes psikologi dibuat dan dijual, terutama di negara-negara barat. Untuk mengetahui tes apa saja dan apa tujuan tes tersebut, dapat ditelusuri melalui berbagai katalog yang diterbitkan instansi-instansi penjual tes. Makalah ini memberikan sedikit gambaran tentang tes psikologi terutama tes grafis yang banyak dipakai dalam pemeriksaan psikologi di Indonesia.


Klasifikasi Tes

Apabila kita ingin menggunakan suatu tes tertentu, perlu diketahui secara mendalam tes tersebut, yaitu:

- Tujuan tes tersebut
- Tes dapat diberikan secara individual atau kelompok
- Standardisasi tes : norma, validitas, reliabilitas
- Tes obyektif atau non-obyektif
- Administrasi tes
- Latar belakang teoretik tes tersebut
- Apakah tes sesuai untuk digunakan di Indonesia

Tanpa penguasaan yang mendalam tentang tes yang digunakan disamping latar belakang teoretik (psikodinamika) yang memadai, maka hasil tes berupa angka atau grafik dan sebagainya tidak akan bermanfaat banyak, bahkan ada kemungkinan terjadinya kesalahan dalam analisis sehingga akan merugikan si pemakai jasa. Ratusan tes psikologi yang kini diperjual-belikan dapat dimasukkan dalam kelompok-kelompok menurut tujuan atau sifatnya.

  • Tes Individual dan tes kelompok


Tes individual adalah tes yang diberikan perorangan yaitu tester berhadapan dengan testee, misalnya tes Rorschach, Stanford Binet Intelligence Test dan Wechsler Bellevue Intelligence Scale. Tes kelompok diberikan tester pada sekelompok testee, misalnya Progressive Matricee-60 dari Raven dan Tes Kode.

  • Sekelompok Speed & Power test, yang didasarkan atas batas waktu tes. 


Speed test terdiri dari banyak soal yang mudah akan tetapi waktu sangat dibatasi sehingga hampir tidak ada yang selesai dalam batas waktu yang diberikan. Sedangkan power test adalah kebalikan dari speed test. Tes ini terdiri dari banyak item yang sukar.

  • Kelompok tes obyektif dan non-obyektif, yang didasarkan atas sistem penilaian. 


Suatu tes obyektif mempunyai standar penilaian yang obyektif yang sudah ditentukan. Seorang bukan psikologpun dapat melakukan penilaian tetapi tidak dapat melakukan interpretasi. Sebaliknya, melakukan penilaian terhadap tes essay dan berbagai macam tes kepribadian seringkali bersifat subyektif dan 2 orang penilai akan memberikan hasil yang mungkin berbeda.

  • Klasifikasi lain yang disesuaikan dengan isi atau proses adalah kelompok tes kognitif dan tes afektif. 


Tes kognitif mengukur proses-proses dan hasil kemampuan mental (kognisi) dan seringkali disebut sebagai tes prestasi dan bakat. Suatu tes prestasi menjaring pengetahuan subyek tentang topik tertentu dan terfokus pada perilaku yang telah lalu, yaitu apa yang pernah dipelajari dan dicapai. Bedanya dengan tes bakat adalah bahwa tes bakat memusatkannya pada perilaku yang akan datang yaitu kemampuan subyek untuk belajar dengan latihan yang sesuai. 

Misalnya : tes untuk bakat mekanis dan klerikal dikembangkan untuk menarik manfaat dari latihan lebih lanjut dalam tugas-tugas mekanis dan klerikal. Tetapi sebenarnya prestasi dan bakat tidak dapat dipisahkan karena apa yang telah dicapai seseorang di masa lalu biasanya merupakan indikator cukup baik untuk sesuatu yang diharapkan di masa mendatang. Berbeda dengan kelompok diatas adalah kelompok tes afektif yang dirancang untuk menjaring minat, sikap, nilai, motif, ciri-ciri temperamen dan aspek-aspek non-kognitif dari kepribadian. Berbagai tehnik diciptakan untuk menjaring tujuan ini, misalnya observasi perilaku, inventori dan tehnik proyektif.

Istilah proyeksi diperkenalkan Lawrence Frank (1939) untuk rangsang-rangsang yang tidak jelas dan terhadap rangsang-rangsang inilah subyek memproyeksikan kebutuhan dan keadaan dalam dirinya. Tehnik proyeksi biasanya terdiri dari rangsang yang tidak terlalu berstruktur dan subyek diminta untuk memberi tanggapan terhadap rangsang-rangsang yang diajukan. Justru karena tes proyeksi tidak terlalu berstruktur dalam isi dan terbuka untuk jawaban-jawaban subyek maka jawaban-jawaban mencerminkan persepsi subyek tentang lingkungannya. 

Ini juga berarti bahwa semakin tidak terstrukturnya tugas, semakin besar kemungkinan bahwa jawaban-jawaban yang diberikan subyek mengandung faset-faset penting dari kepribadian subyek. Menurut para penganjur tehnik ini, tes proyeksi dapat menjangkau lapisan-lapisan yang lebih dalam dari kepribadian, yaitu yang tidak disadari subyek. Namun kekurangan dari tehnik inipun ada, yaitu:

  1. Tidak se-obyektif dan seakurat tes kognitif
  2. Tidak terstrukturnya rangsang memberi kesulitan dalam membuat penilaian
  3. Akibat masalah penilaian, kebanyakan tehnik proyeksi tidak memenuhi standar konvensional dari validitas dan reliabilitas


Untuk mengatasi penilaian yang ”kurang tepat” terhadap hasil tes proyektif, dibutuhkan banyak latihan dan kepekaan psikolog. Disamping itu diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang psikoanalisa dan teori-teori psikodinamik lainnya yang menjadi latar belakang kebanyakan testes proyeksi. Salah satu kelompok tes proyeksi adalah tes grafis yang dibicarakan berikut ini

Tes Grafis

Tehnik proyeksi yang dipakai tes grafis ini seringkali disebut sebagai tehnik ekspresif. Yang banyak dikenal dan banyak dipakai oleh para psikolog Indonesia adalah:
- Gambar Orang (Graw a Person Test)
- Gambar Pohon (Draw a tree Test)
- Tes Wartegg
Tes grafis disebut juga sebagai paper and pencil test karena hanya melibatkan 2 bahan tersebut dan dianggap sebagai tes yang sederhana dan murah. Sederhana karena tugas yang diberikan tidak rumit, mudah dimengerti subyek dan waktu pengerjaan tidak lama. Murah karena hanya melibatkan beberapa lembar kerja HVS 70gr ukuran A4 dan sebatang pinsil HB.

1. Gambar Orang (Draw a Person Test)

Ada beberapa versi dari Tes Gambar Orang, yaitu versi Goodenough yang biasanya dipakai untuk memperoleh nilai I.Q Versi ini kemudian dikembangkan Harris sehingga dikenal sebagai Draw a Person Tes versi Goodenough-Harris. Apabila pada versi Goodenough subyek hanya menggambar 1 figur saja maka pada versi Goodenough Harris, subyek diminta untuk menggambar 3 figur, yaitu figur laki, perempuan dan figur diri. Pada dua tes ini, figur yang digambar diberikan penilaian kuantitatif, misalnya kepala diperoleh nilai : 1; mata diberi nilai 1; ada pupil diberi nilai 1 dan seterusnya sehingga diperoleh skor total. Skor total ini masih diolah lebih lanjut sehingga akhirnya memunculkan nilai IQ. Berbeda dengan yang disebut diatas adalah versi Machover yang tidak memberikan penilaian kuantitatif tetapi kualitatif.

Versi Machover ini dilandasi teori Psikoanalisa.
Figur manusia yang digambar dianggap sebagai persepsi si penggambar tentang dirinya dan bayangan tubuhnya. Walaupun gambar-gambar yang dibuat subyek biasanya merupakan bayangan tubuh dan konsep dirinya, tetapi perubahan-perubahan dalam sikap dan suasana hati karena situasi juga dinyatakan disini. Seringkali dipertanyakan, mengapa figur manusia yang digambar dan bukan figur lain? Jawabannya adalah sebagai berikut, yaitu figur manusia adalah yang paling dikenal, yang paling dekat dengan dirinya sehingga ia dapat menggambar berdasarkan pengalaman-pengalamannya.

Administrasi tes tidaklah sukar. Persyaratan untuk tes adalah 2 lembar kertas HVS 70 mgr ukuran A4 dan 1 pinsil HB, penghapus. Perhatikan agar tidak menggunakan alas karton atau buku. Alas untuk menggambar harus keras dan licin

Instruksi adalah : Gambarlah orang

Apabila subyek sudah selesai dengan gambarnya, maka diberikan kertas lain lalu diberi instruksi:
”Sekarang gambarlah figur dengan jenis kelamin lain dari yang tadi digambar” Selama subyek mengerjakan tes, tester membuat observasi dan mencatat semua pernyataan verbal subyek, komentar yang diberikan, cara ia menggambar, figur dengan jenis kelamin mana yang digambar terlebih dahulu, berapa lama ia menggambar?

Setelah subyek selesai menggambar, tester melakukan asosiasi, yaitu meminta subyek untuk membuat cerita tentang figur yang digambarnya. Dalam tes kelompok, sukar membuat asosiasi karena waktu yang tersedia terbatas. Disamping itu hanya 1 figur saja yang digambar. Waktu pelaksanaan dalam tes kelompok juga dibatasi, yaitu 10 menit.

Prinsip interpretasi.

Pada waktu kita menghadapi lembar kertas dengan hasil karya subyek berupa figur manusia, maka seolah-olah kita berhadapan langsung dengan si penggambarnya. Kita akan mendapat kesan pertama tentang gambar tersebut. Dalam analisis selanjutnya, kita berpegang pada 3 hal yaitu : ruang ; gerak dan bentuk.

Ruang adalah : Posisi figur diatas kertas, apakah ditempatkan ditengah, kiri, kanan, atas atau bawah?
Gerak adalah : Bagaimana pinsil diatas kertas bergerak membentuk figur manusia. Ini mencakup tenakan pinsil, cara subyek membuat garis dan bayangan.

Bentuk adalah : Bagaimana proporsi figur, apa yang digambar, elaborasi, detail, distorsi, ada yang tidak digambar dan sebagainya. Disamping itu masih perlu dipertimbangkan fungsi anggota tubuh yang mendapat penekanan. Penekanan dapat berupa tambahan shading, hapusan, berulangkali diperbaiki, dipertebal, garis pada bagian tertentu berbeda dengan garis secara keseluruhan, lebih mendetail dan sebagainya. Adanya anggota tubuh yang tidak digambarpun perlu ditertimbangkan. Penekanan dibagian tertentu dari figur manusia menunjukkan adanya konflik pada bagian tersebut dan karena itu perlu diketahui fungsi dari berbagai bagian/organ tubuh.

Kepala : Dianggap sebagai tempat kegiatan intelek dan fantasi dan diasosiasikan dengan kontrol impuls dan emosi, kebutuhan sosialisasi dan komunikasi. Maka dikatakan bahwa orang yang menarik diri, neurotik tidak memberi banyak perhatian pada kepala.

Bagian-bagian kepala berfungsi sebagai sumber utama dari kepuasan dan ketidak puasan sensoris disamping sebagai alat komunikasi. Mata, telinga dan mulut merupakan organ yang diperlukan dalam berhubungan dengan lingkungan, sehingga perlakuan yang berlebihan menunjukkan kemungkinan kecemasan yang berhubungan dengan fungsi-fungsi organ-organ tersebut.

Leher : Leher merupakan penghubung antara kepala dan badan, merupakan penghubung, dalam bahasa psikoanalisis antara super-ego, ratio, dan id, impuls, dorongan. Pada umumnya bila leher mendapat penekanan maka menunjukkan kemungkinan pemikiran subyek mengenai kebutuhannya untuk mengontrol impuls-impuls yang dirasakannya mengancam.

Badan : Badan, khususnya ”trunk” diasosiasikan dengan dorongan-dorongan dasar. Subyek biasanya cenderung menggambar figur yang mirip dengan keadaan tubuhnya sendiri. Anak seringkali menggambar ”trunk” secara sederhana, persegi-empat atau lonjong. Tidak adanya bagian tubuh yang penting (kecuali pada anak) menunjukkan kemungkinan gangguan psikologis yang serius.

Bahu : Perlakuan terhadap bahu dianggap sebagai pernyataan dari perasaan kebutuhan akan kekuatan fisik. Orang normal akan menggambar bahu dengan jelas sedangkan orang dengan rasa rendah diri karena fisik yang kurus dan kecil akan menggambar figur dengan sebelah bahu lebar. Tidak adanya bahu terkadang dikatakan sebagai kemungkinan skizofreni atau kondisi kerusakan otak.

Lengan dan tangan:

Kondisi lengan dan penempatannya, yaitu menjauh dari tubuh atau melekat pada tubuh menunjukkan hubungan subyek dengan lingkungannya. Maka lengan yang ditaruh dipunggung sehingga hanya sebagian saja yang tampak, menunjukkan keengganan subyek untuk berhubungan dengan orang. Tangan yang dimasukkan ke dalam saku, atau tangan yang tidak tampak, diassosiasikan dengan konflik dan perasaan-perasaan bersalah yang berhubungan dengan kegiatan tangan tersebut.

Tungkai kaki dan kaki:

Figur dengan perlakuan tidak biasa terhadap kaki atau tungkai kaki berhubungan dengan perasaan aman atau tidak aman. Tungkai kaki merupakan serana bergerak dan perlakuan terhadap bagian ini mencerminkan perasaan seseorang mengenai mobilitas.

2. Gambar Pohon

    Gambar pohon dikembangkan oleh Karl Koch

Administrasi tes:
Persyaratan : Kertas HVS 70mgr ukuran A4, pinsil HB, tidak pakai penghapus, alas menggambar harus licin dan keras, waktu tidak dibatasi (kecuali tes kelompok)

Instruksi : ”Gambarlah pohon” ”Kecuali : pohon cemara, randu, kelompok palma, bambu”
Apabila ada kesan bahwa gambar yang dibuat tidak memenuhi persyaratan, maka subyek diberi kertas baru dan diberi instruksi: ”Gambarlah pohon lain dari yang telah anda gambar”.
Seringkali muncul pertanyaan : Mengapa justru gambar pohon? Apabila kita melihat tanaman yang mempunyai sistem terbuka yaitu dengan pertumbuhan yang menuju keluar, segala sesuatu terjadi di permukaan, dibentuk dibawah kulit dan ujung-ujung tunasnya. Hanya pohon yang memperlihatkan hal ini. Maka dikatakan bahwa ”Keberadaan” tanaman adalah gerakan hidup keluar, usaha menjauhi zone pertumbuhan pusat. Pohon tidak pernah berhenti berkembang, ia tumbuh sempurna, selalu muda-berbunga berbuah sampai mati. Berbeda dengan manusia atau binatang yang merupakan sistem yang tertutup. Hidup fisik diarahkan kedalam. 

Semua organ sudah ada sejak awal dan dalam tubuh semua organ diberi makanan (darah) oleh kekuatan yang sama, seumur hidup. Dalam eksistensi manusia segala sesuatu bergerak ke dalam dan dikendalikan organ-organ pusat. Gambar pohon yang dibuat manusia merupakan sekresi dari yang ada di dalam. Gerak keluar menjadi bentuk yang menyerupai manusia, namun dengan sifat-sifat yang berbeda dalam ”inner being”nya. Ini yang dikatakan sebagai proyeksi dari psyche.

Prinsip interpretasi.

Sama halnya dengan tes gambar orang, pada waktu kita menghadapi hasil karya subyek, maka seolah-olah kita berhadapan dengan subyek. Bagaimana kesan pertama yang kita peroleh? Juga dalam analisis selanjutnya kita berpegang pada 3 hal, yaitu : ruang, gerak dan bentuk (lihat hal 7).

Dengan bentuk tentunya bukan lagi proporsi figur, akan tetapi proporsi pohon, bagaimana perimbangan antara mahkota dan batang? Kemudian dilihat pohon apa yang digambar dan apa yang digambar. Kadang-kadang ada pohon yang tidak lengkap, yang dapat disebabkan beberapa hal yaitu: belum selesai, artinya ada pembelokan tidak dapat diselesaikan, berarti adanya hambatan.

Dalam membuat analisis, harus dilihat terlebih dahulu: usia si penggambar, sesuaikah untuk usianya dan bila tidak? Kemudian perlu diketahui pendidikan dan dari mana subyek berasal. Ini perlu diketahui karena bila pada orang dewasa ada sekelompok ciri yang biasa ditemukan pada tahap usia yang lebih muda yang dapat dikatakan normal untuk tahap usia tersebut maka ada beberapa kemungkinan yang perlu dipertimbangkan yaitu retardasi perkembangan, manifestasi keadaan-keadaan infantil atau regresi. Untuk dapat menentukan salah satu kemungkinan diperlukan pengalaman dan membandingkan berbagai gambar pohon dari berbagai kelompok usia.

Selanjutnya dilihat bagaimana subyek menggambar bagian-bagian pohon, yaitu: Akar : Berfungsi untuk menghisap makanan dan berpegangan pada tanah agar tidak tumbang. Akar dapat digambar dengan 2 cara, yaitu akar 1 garis dan akar 2 garis. Akar 1 garis biasanya dibuat anak sedangkan akar 2 garis dibuat orang dewasa. Namun akar 2 garis dapat dibuat sebagai akar tertutup dan akar terbuka. Pangkal batang : Dapat digambar lebar di kiri dan kanan, sebelah kiri saja lebih lebar atau sebelah kanan saja lebih lebar. Pelebaran ke kiri atau ke kanan atau pada bagian kiri dan kanan berarti adanya inhibisi/hambatan.

Batang pohon : dapat digambar dengan 1 garis dan 2 garis. Ada berbagai bentuk batang, misalnya batang bentuk kerucut yang biasa digambar anak sekitar usia 8-9 tahun, anak debil atau orang dewasa yang mengalami regresi. Batang dapat pula dibuat dengan 2 garis lurus paralel, batang yang bergelombang serasi atau batang yang menggelembung, jadi ada penebalan dan konstriksi. Penebalan berarti penimbunan sedangkan konstriksi berarti hambatan, jadi apa yang ditimbun dan apa yang dihambat? Apabila kita kembali pada simbolik batang yairu energi, dorongan, maka penimbunan dapat berarti energi. 

Permukaan batang:

Secara fisiognomis, permukaan batang berarti ke arah hubungan individu dengan lingkungan secara emosional dan afektif, yaitu bagaimana individu lingkungannya. Ini berarti penyesuaian diri, kehidupan afek, defense mechanisme diri. 

Penampilan coretan tajam dan berkesan keras dapat diartikan sebagai berikut : 

sesuatu yang keras biasanya tahan pukulan tetapi pukulan yang keras sekali akan mengakibatkan patah. Jadi sifat yang keras dan sikap yang keras bila terlalu ditekan, akan patah. Coretan yang begolombang menunjukkan sikap kontak yangemosional, artinya perasaan memegang peranan penting sedangkan coretan dalam bentuk noda-noda yang tampak seperti penyakit kulit. Melambangkan gangguan dan kontak dengan sesama manusia Bayangan, merupakan pengisian kertas dengan psinsip supaya lebih gelap dan dapat diartikan bahwa ada perose emosional pada yang bersangkutan. Perlu diberhatikan berat-ringannya bayangan yang dibuat, karena bayangan yang dibuat sengan halus, ringan menunjukkan kepekaan sipenggambar sedangkan bayangan yang gelap dan berat lebih menunjukan adanya kecemasan. 

Dahan, seperti akar dan batang dapat dibuat dengan 1 garis maupun 2 garis. Dahan yang dipotog dapat diartikan bahwa dalam perkembangan terjadi sesuatu yang menyangkit segi psikis. Dahan yang dibuat seperti pipa, yaitu terbuka pada ujungnya pada umumnya menunjukkan taraf perkembangan yang belum sempurna, dalam arti, dalam sikap sehari-hari belum terlihat kematangan dan belum dapat membedakan antara diri dan lingkungan. Mahkota, menggambarkan aktivitas atau proses-proses yang berhubungan dengan ratio, intelek. Mahkota dapat digambar tertutup maupun terbuka. Perlu diperhatikan perbandingan antara lebar dan tinggi mahkota depan panjang batang. Kadang-kadang mahkota diisi dengan dahan yang terpencar tak beraturan, mahkota disini dengan coretem atau mahkota yang kosong.

3. Tes Warteg

Yang diterangkan dalam makalah ini adalah versi Kinget. Tes Warteg agak berbeda dengan Tes Gambar Orang dan tes Pohon karena bersifat lebih obyektif, dalam arti dapat dikauntifikasi, namun juga dapat dilakukan interpretasi kualitatif.

Tes Wartegg berbentuk setengah halaman kertas folio, dicetak, ada 8 kotak dengan masing-masing satu tanda yang berlainan, kotak-kotak dilingkari garis hitam tebal.

Persyaratan tes : 

1 lembar tes Wartegg
1 pinsil HB
Alas yang keras dan licin
Penghapus (kecuali untuk tes kelompok)

Instruksi:

Pada lembar ini anda melihat 8 kotak. Dalam tiap kotak ada tanda kecil. Tandatanda ini tidak mempunyai arti khusus. Tanda-tanda ini hanya merupakan bagian-bagian dari gambar-gambar yang anda harus gambar dalam tiap kotak. Anda boleh menggambar apa saja dan boleh dimulai dengan tanda yang paling disukai. Anda tidak perlu mengikuti urutan dari tanda-tanda ini tetapi anda diminta mencantumkan angka pada gambar-gambar yang dibuat secara berurutan. Anda boleh bekerja menggunakan penghapus tetapi janganlah memutar kertas.

Baru setelah subyek selesai mengambar, ia diminta untuk menulis apa saja yang digambarnya. Sebelumnya tidak diberikan instruksi untuk menghindari sugerti bahwa harus berupa lukisan.
Sejak subyek menerima kertas perlu dilakukan observasi tentang apa komentar, apakah banyak pertanyaan, bagaimana pendekatannya terhadap tes dan bagaimana pelaksanaannya.

Prinsip interpretasi. Untuk dapat membuat interpretasi terhadap hasil tes ini, perlu dipahami terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut.

Tes ini mula-mula dikembangkan Krueger dan Sander dari University of Leipzig dengan latar belakang Ganzheit Psychologie. Kemudian dikembangkan oleh Ehrig Wartegg dan kemudian oleh Marian Kinget. Tujuannya adalah eksplorasi kepribadian dalam istilah fungsi-fungsi dasar yaitu: emosi, imajinasi, dinamisme, kontrol, reality function, yang ada pada semua orang namun dengan intensitas dan interelasi yang berbeda. Struktur kepribadian tidaklah statis, berubah-ubah dan menentukan sebagian besar perilaku individu. 

Maka tehnik eksplorasi juga melihat cara subyek berfungsi, yaitu apakah normal ataukah abnormal. Maka bila 1 atau beberapa komponen sangat dominan, berarti bahwa struktur tidak seimbang, jadi fungsi subyek adalah defektif. Misalnya, fungsi kontrol terlalu kuat maka perilaku akan terhambat, sedangkan bila imajinasi berkembang berlebihan maka kontak dengan realitas dan fungsi sosialnya terganggu. Nilai diagnostik terutama terletak pada kemampuan pemeriksa. Pertama perlu dilihat apakah administrasi tes sudah benar, kedua, apakah subyek mengerti instruksi yang diberikan? Ketiga, apakah psikolog yang membuat penilaian baik kuantitatif maupun kualitatif menguasai sistem penilaian?

Dalam penilaian/analisis, tiap elemen harus dipertimbangkan dalam konteksseluruh gambar dengan memperhitungkan:

Usia, jenis kelamin, taraf pendidikan, pekerjaan dan mungkin latar belajang budaya subyek.

Dalam melakukan interpretasi ada 3 tahap yang harus dilakukan yaitu:

  1. Stimulus Drawing Relation, yaitu bagaimana hubungan antara rangsang dengan gambar yang dibuat. Apakah rangsang merupakan bagian dari gambar atau terlepas dari gambar? SDR merupakan dasar untuk eksplorasi struktus persepsi dan afektivitas.
  2. Content atau Isi, merupakan manifestasi dari asosiasi bebas. Gambar mempunyai isi apabila mewakili sebagian dunia fisik yang dapat dilihat. Manifestasi asosiasi bebas mengungkapkan pandangan ke orientas yang lebih kuat dari kecenderungan-kecenderungan, minat dan pekerjaan subyek dan ini merupakan sumber data proyektif tes.
  3. Execution (pelaksanaan)


Bagaimana gambar dibuat? Penuh, kosong? Adakah ekspansi?

Tes Warteg mencoba untuk mencari tahu pola reaksi yang permanen dari kepribadian si penggambar. Dari penilaian kuantitatif dapat dibuat suatu profil kepribadian dalam istilah fungsi-fungsi yaitu emosi, imajinasi, dinamisme, kontrol dan reality function yang ada pada tiap manusia. Demikianlah sekilas uraian tentang beberapa tes grafis, semoga dapat mendorong mahasiswa psikologi untuk mempelajarinya secara lebih mendalam.

Kepustakaan :

1. Diktat Psikodiagnostik-Tes Pohon 1986-Penyusun Hanna Widjaja.
2. Diktat Tes Wartegg-G. Mariam Kinget, Ph.D. 1991-Alih Bahasa-Hanna Widjaja
3. Gambar Orang-Karen Machover 1985-Alih Bahasa- Hanna Widjaja
4. Psychological Testing

2 komentar:

  1. Terima kasih atas infonya dan selamat atas diluncurkannya blog Bimbingan dan Konseling ini
    Semoga dapat semakin memperkaya pemikiran-pemikiran tentang konsep dan praktik bimbingan dan konseling di Indonesia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insyallah Romo, dalem nyuwun pangestu Romo. insyallah dalem juga akan menimba ilmu dari Romo sebagai maestro bloger Bk di Indonesia

      Hapus

Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih