Senin, 17 Juni 2019

PGRI DAN PEMILU (Bagian Kelima)

PGRI DAN PEMILU
Bagian Kelima
Oleh: Didi Suprijadi (Ketua PB.PGRI)

Pemilu  menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden. Presiden dan Wakil Presiden membentuk Kabinet, Kabinet terdiri dari beberapa kementerian dan lembaga tinggi negara. Salah satu anggota kabinet adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Begitulah urutan secara teratur agenda lima tahunan negara. Presiden baru, kabinet baru, menteri juga baru, kebijakan dan peraturan juga ada yang baru. Sejalan dengan itu, maka kehidupan di masyarakat juga sedikit ada perubahan akibat adanya kabinet dan pemerintahan yang baru. Pengaruh pemilihan presiden dan pemilu berimbas juga dengan kebiasaan, kebijakan, dan aturan di PGRI. Pemilihan Presiden tahun 2014 memengaruhi juga aturan, kebijakan, dan kebiasaan di PGRI, terutama persoalan Hari Guru Nasional (HGN) dan Hari Ulang Tahun (HUT) PGRI.

PB PGRI setiap tahun memeringati hari kelahiran PGRI. Berdasarkan Keppres Nomor 78 Tahun 1994 hari kelahiran PGRI, tanggal 25 November, ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional (HGN). Sejak tahun 1994, peringatan HGN selalu bersamaan dengan peringatan HUT PGRI. Pada pemerintahan yang lalu peringatan HGN dan HUT PGRI diselenggarakan oleh Kemdikbud, Kemenag, dan PB PGRI. 


Soesilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memulai memimpin pemerintahan di pertengahan tahun 2004. Mendikbud yang baru saat itu kurang sependapat dengan PGRI dalam hal perayaan Hari Guru Nasional yang waktunya bersamaan dengan Hari Ulang Tahun PGRI. PGRI merencanakan HUT ke-59 PGRI diselenggarakan di Istora Senayan dengan mengerahkan 10.000 orang peserta dan menghadirkan Presiden SBY, akan tetapi Kemendikbud dengan arogansinya  bersikukuh penyelenggaraannya di Istana Negara, dengan perjuangan yang cukup berat pada hari-hari terakhir PB PGRI dapat menyakinkan Presiden untuk hadir di istora Senayan.

Begitu juga HUT ke-60 PGRI tahun 2005 amanat konker pusat atau kokernas mengharuskan peringatan HUT ke-60 PGRI dilaksanakan di Solo secara meriah. Lagi-lagi pemerintah berkehendak menyelenggarakan di Istana Negara. PB PGRI tetap ngotot menyelenggarakan HUT di Solo bersama atau tidak dengan presiden. Dengan perjuangan yang luar biasa di satu pihak dan kukuhnya di pihak Depdiknas (Kemendikbud sekarang) untuk menyelenggarakan di Istana Negara. Kali ini PB PGRI bisa memboyong Wakil Presiden Jusuf Kalla yang hadir atas tugas dari presiden. Jadilah peringatan HUT PGRI bersama HGN tanggal 27 November 2005 dengan amanat dari Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Persoalan HGN dan HUT PGRI selalu ada masalah ketika di awal-awal pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono, akan tetapi setelah itu sepanjang dua periode SBY memimpin pemerintahan pelaksanaan HGN dan HUT PGRI selalu bersama-sama dan makin meriah karena bukan hanya Kemendikbud dan PGRI sebagai pelaksana akan tetapi juga Kementerian Agama. Kemesraan Soesilo Bambang Yudhoyono dengan PGRI untuk HGN dan HUT PGRI dapat dilihat dari 10 tahun kepemimpinannya, hanya sekali Presiden SBY absen menghadiri HGN dan HUT PGRI.

Bagaimana HGN dan HUT PGRI di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo?

Terpilihnya Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla hasil pemilihan presiden tahun 2014, lalu membentuk kabinet kerja dan Anies Baswedan ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Seperti persoalan awal pemerintahan SBY, masalah HGN dan HUT PGRI dengan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla juga tidak jauh berbeda. Ada sedikit perbedaan pandangan tentang HGN dan HUT PGRI. HGN dan HUT PGRI dilaksanakan bulan November sedangkan pemerintahan baru dilantik bulan Oktober, maka persoalan penyesuaian waktu dan kebiasaan sedikit menemui kesulitan. 

Pada bulan November 2014, menjelang peringatan HGN dan HUT ke-69 PGRI, Mendikbud melontarkan keinginannya agar HGN dilaksanakan dengan model yang berbeda dengan biasanya. Karena waktu yang sudah mendesak dan persiapan sudah dilaksanakan dengan matang, serta lobi salah satu anggota PB PGRI yang saat itu menjadi pejabat di Kemendikbud,  PB PGRI meminta agar HGN dan HUT PGRI tahun 2014 tetap dilaksanakan seperti yang sudah dipersiapkan, yaitu bersama dengan HUT PGRI dan dilaksanakan bersama antara Kemendikbud, Kemenag, dan PB PGRI.

Mendikbud Anies Baswedan akhirnya menyetujuinya dengan keluarnya surat kepala BPSDM PMK nomor 26089/J/LL/2014 perihal Pedoman Penyelenggaraan HGN, Upacara Bendera, dan Sambutan Mendikbud pada peringatan HGN tahun 2014 dan HUT ke-69 PGRI. HGN dan HUT ke-69 PGRI dengan tema Mewujudkan Revolusi Mental melalui Penguatan Peran Strategis Guru. Acara puncak peringatan HGN tahun 2014 dan HUT ke-69 PGRI dilaksanakan tanggal 27 November 2014 di Istora Senayan dan dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla mewakili Presiden Joko Widodo yang berhalangan hadir.

Tragedi Senayan 13 Desember 2015 

Awalnya pada tanggal  6 April 2015 ketika PB PGRI Audiensi dengan Presiden RI di Istana Negara. Bersama sama anggota  PB PGRI, Ketua Umum Sulistiyo, meminta Presiden hadir pada Puncak Peringatan HUT ke-70 dan HGN 2015, Bapak Presiden Joko Widodo yang didampingi Mendikbud dan Mensekneg menyatakan kesiapannya untuk hadir. Hanya saja Mendikbud Anies Baswedan saat itu menyatakan bahwa Peringatan HGN 2015 akan dibuat model khusus yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. 

Akhirnya Kemendikbud menyelenggarakan Puncak Peringatan HGN 2015 sendiri di Istora Senayan yang dihadiri Presiden tidak dengan Kemenag dan PB. PGRI dalam bentuk Simposium Nasional. PB PGRI diminta mengirimkan seorang anggota atau staf untuk menjadi panitia bersama dengan organisasi guru lain. Terlihat di sini terjadi perbedaan dengan  PB PGRI karena PGRI yang selama ini sebagai pelaksana hanya dijadikan sebagai peserta. Keretakan hubungan dan ketidakharmonisan antara PGRI dan Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Kemendikbud dimulai dari sini. Maka terjadilah HGN dan HUT PGRI dilangsungkan masing-masing antara Kemendikbud dan PGRI.

Selanjutnya berdasarkan Rapat Koordinasi Nasional, PB PGRI akan menyelenggarakan Puncak Peringatan HUT PGRI pada Minggu, 13 Desember 2015 dengan melibatkan anggota dalam jumlah besar. Sebanyak 125.000 anggota direncanakan akan hadir memenuhi Stadion Gelora Bung Karno. Persiapan pelaksanaan melibatkan semua komponen guru terutama guru-guru DKI, Banten, dan Botabek.

Hanya saja menjelang acara Puncak peringatan HUT ke-70 PGRI ada beberapa peristiwa yang tidak lazim, aneh, dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi, dan hak azazi manusia yang dapat disebutkan sebagai berikut.

Pertama, Pada tanggal 5 Desember 2015 beredar SMS dari Sekjen Kemdikbud yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi kemudian diteruskan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, seperti berikut: "Perintah Bapak Sekjen Kemendikbud DR. Didik Suhardi: Kami mohon dengan hormat kepada seluruh kadis bisa membantu mengelola guru agar tidak mengikuti pengerahan massa tanggal 13 Desember. Puncak peringatan hari guru sudah dilaksanakan bersama Presiden RI tanggal 24 November 2015 di Istora Senayan. Mohon bantuan dan kerjasamanya, tks. selamat berkarya.

Kedua, pada tanggal 7 Desember 2015 beredar Surat Edaran MENPAN dan RB Nomor 3903/M.PANRB/12/2015 tentang Surat Edaran Perayaan Hari Guru 2015 yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Tembusan Mendikbud dan Mendagri. 

Ketiga, Pada tanggal 8 Desember 2015 beredar Surat Edaran Nomor 101410/A.A5/HM/2015 tentang Hari Guru Nasional 2015 yang ditandatangani Sekjen Kemendikbud. Surat ditujukan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Menko PMK, Mendikbud, Mendagri, Menteri PANRB, dan Menag.

Keempat, adanya Naskah Jumpa Pers Palsu yang dikirim oleh Pejabat Eselon I Kemendikbud kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi yang berisi fitnah dan mendiskreditkan PGRI. Jelas itu adalah perbuatan yang sangat tidak pantas dan kejam serta bertentangan dengan prinsip birokrasi yang seharusnya melayani. 

Kelima, beredar beberapa “kemasan berita” media sosial yang dikirim kepada beberapa pihak yang isinya memfitnah PGRI dan sangat kental muatan politiknya dalam rangka mengadu domba PGRI dengan Pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Keenam, laporan dari beberapa guru, kepala sekolah, dan pengawas yang mengikuti kegiatan di Kemendikbud bahwa ada pejabat eselon I yang menghujat PGRI pada saat memberi sambutan maupun pada acara perbincangan bebas. Beberapa di antaranya memberikan bukti rekaman kepada PB PGRI.

Ketujuh, adanya Surat Edaran dari pemerintah yang mewajibkan guru mengenakan seragam KORPRI dalam peringatan HGN adalah tidak tepat. Tidak semua guru PNS, bahkan di Kemenag sekitar 85 % adalah guru non-PNS. Di samping itu, di era demokrasi ini, adalah tidak tepat perayaan hari guru yang merupakan perayaan hari profesi guru yang menggambarkan kebanggaan kepada profesinya, baju yang dikenakan harus diatur dan diseragamkan. Birokratisasi seperti ini sudah seharusnya dihindari.

Menurut Sulistiyo sebagai Ketua Umum PB PGRI, perlakuan seperti ini baru pertama kali dialami PGRI sejak berdiri, seratus hari setelah Indonesia merdeka sampai usia 70 tahun pada saat Mendikbudnya Anies Baswedan.

Sulistiyo berpendapat SMS dari Sekjen Kemendikbud, Surat Edaran Menpan, dan Edaran Kemendikbud adalah sms dan surat edaran yang bukan saja sulit dipahami rasionalitasnya tetapi juga menggambarkanketidakpahaman terhadap peranan posisi organisasi guru, PGRI. Lebih dari itu, juga menunjukkan sikap dan gaya penguasa otoriter, represif, lebih mengedepankan kekuasaan dari pada pelayanan publik, melanggar hak azasi menusia, tendensius, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokratis. Sejak lahir, PGRI adalah organisasi legal yang selalu bergandengan tangan dengan pemerintah dan sebagai mitra strategis pemerintah. 

Acara puncak HGN tahun 2015 dan HUT ke-70 PGRI terselenggara dengan baik, gegap gempita dan meriah, stadion Gelora Bung Karno yang berkapsitas 80 000 saat itu dipenuhi oleh 115 000 manusia guru yang berpakain batik seragam kebanggaan Kusuma Bangsa. Hadir guru dari penjuru tanah air dari Sabang sampai Merouke, dari Tidore sampai Pulau Rote. Hadir Gubernur Banten, Jatim, dan DKI. Ketua DPD hadir sekaligus memberikan kata sambutan. Mendikbud Anies Baswedan tidak bisa hadir dengan alasan tidak mendapatkan undangan, padahal menurut panitia seluruh menteri kabinet kerja diundang termasuk Mendikbud.

Acara demi acara berjalan lancar dari mulai nyanyian, tarian sampai paduan suara. Acara diawali dengan pernyataan sikap PB PGRI beserta pengurus PGRI di semua tingkatan yang dibacakan oleh salah satu ketua provinsi, isi dari pernyataan sikap ini adalah dukungan kepada pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Kegaduhan terjadi setelah acara berjalan saat presiden memberikan  sambutan yang diwakilkan kepada Menteri Koordinator PMK, Puan Maharani karena Presiden Joko Widodo yang sedianya akan hadir berhalangan. Kegaduhan ini terjadi akibat rasa ingin jumpa kepada presiden dari guru-guru peserta acara yang tidak kesampaian, dan berbalik menjadi kekecewaan. Kekecewaan guru-guru peserta acara dilampiaskan dengan serentak tanpa komando meninggalkan stadion tempat acara saat Menko PMK Puan Maharani berpidato.

Kehadiran Presiden Joko Widodo dalam acara HGN dan HUT PGRI yang diselenggarakan oleh PGRI sendiri baru dua kali yaitu di stadion Patriot Chandrabaga Bekasi dan Stadion Pakansari Bogor. Sedangkan HGN dan HUT ke-71 tahun 2016 di Sentul Bogor diselenggarakan secara bersama-sama dengan organisasi guru lainnya. Tragedi Gelora Bung Karno disinyalir salah satu penyebab kerenggangan dan ketidakharmonisan hubungan PGRI dengan pemerintah selain ada faktor faktor yang lain.  (Bersambung)

Jakarta, 7 Juni 2019
Rumah Juang ayahdidi, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih