Rabu, 23 Juni 2021

layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Suatu Ijtihad Berbasis Moderasi Di Era Disrupsi

 

Dwi Atmaja, S.Pd. M.Psi

 

Pendahuluan

Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan, karena merupakan suatu aktivitas dalam memberikan bimbingan, pengajaran, dan pedoman kepada individu secara umum maupun peserta didik (konseli) secara khusus yang dapat mengembangkan potensi akademik maupun non akademik berkaitan dengan akal pikiran, kejiwaan, keimanan, dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat yang berkaitan dengan kultural dan struktural masyarakat yang telah ada, dengan cara yang baik dan benar secara mandiri sehingga mampu meningkatkan mutu kehidupannya dengan menggunakan teknik tertentu bersifat lahiriyah ataupun batiniyah sehingga keinginan (nafsu) dapat terkendalikan dan pada akhirnya akan mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Klik

Sehingga dalam konsep dasar Bimbingan dan Konseling perlu menambahkan intervensi spiritual (kerohanian/agama Islam) dalam layanan bimbingan dan konseling spiritual adalah untuk meningkatkan proses penyesuaian dan pertumbuhan spiritual. Hal ini terjadi karena pertumbuhan spiritualnya siswa akan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupannya. Kategori intervensi tersebut meliputi aspek kognitif, afektif, tingkah laku, dan interpersonal dengan Sang Pencipta (Noor, 2006). Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, 2004).

Erat terkait esensi dari layanan bimbingan konseling mengedepankan proses pemberian bantuan oleh seorang konselor kepada konseli (baik individu maupun kelompok konseli) untuk mengatasi problem perlu memasukan unsur utama dalam tiap pendekatannya baik terapi maupun teori, dengan sentuhan nuansa nilai-nilai spiritual, sehingga konseli dalam mengungkap berbagai respons diri baik secara fisik dan emosi mampu berimbang untuk menumbuhkan karakter positif dan berkepribadian luhur. Chandler (1992),  Kehidupan spiritual adalah bagian dari esensi manusia yang membentuk karakteristik manusia secara alamiah. Konsep spirituality sebagai suatu hal yang berhubungan dengan kapasitas batin dan tendensi pencarian seseorang dalam menggapai lokus inti diri (locus of centricity) melalui pengembangan diri secara pemahaman (knowledge) maupun cinta kasih (love). Maka perlu dilakukan revitalisasi dalam proses bimbingan konseling.  Revitalisasi berarti kegiatan untuk menyadarkan, menyegarkan kembali, menghidupkan kembali, atau membangkitkan kembali (Echols dan Shadily, 1992:484)  sebagai  “bringing again into activity and prominence” yaitu sebagai suatu usaha untuk membawa kembali atau meletakkan peran konselor pada aktivitas dan keunggulan konselor yang semestinya dilakukan. Ada beberapa hal yang dapat menjadi prioritas untuk diperhatikan dalam penguasaan pendekatan agama pada layanan Bimbingan dan Konseling, pertama meningkatkan keyakinan spritual konseli dalam memecahkan masalah, kedua tidak melepaskan nilai-nilai spiritual dalam memberikan layanan dengan berbagai teori pendekatan yang telah dikuasai oleh konselor, ketiga dapat berinteraksi dengan baik pada konseli yang memiliki pandangan nilai-nilai spiritual berbeda dengan konselor miliki dan keempat,  menghindari konselor untuk menjustifikasi permasalahan konseli dari sudut pandang nilai-nilai yang di miliki oleh konselor.

Hal lain yang menjadikan pertimbangan konselor dalam memberikan layanan, perlu meninjau beberapa kebutuhan mendasar konsep spiritual pada konseli, Clinebell (dalam Hawari 2002), 1. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah. 2. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan makna hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya (vertikal) dan sesama manusia (horisontal) serta alam sekitarnya 3. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. 4. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak melemah. 5. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. Rasa bersalah dan berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan. Kedua secara horisontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain 6. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance dan self esteem), setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya. 7. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti. 8. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan meningkatkan keimanannya. 9. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia. Manusia hidup saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu, hubungan dengan orang disekitarnya senantiasa dijaga. Manusia juga tidak dapat dipisahkan dari lingkungan alamnya sebagai tempat hidupnya. Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melestarikan alam ini. 10. Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai-nilai religius. Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang dengan sering berkumpul dengan orang yang beriman akan mampu meningkatkan iman orang tersebut

Gerakan revitalisasi tersebut terealisasi, tentunya dapat dituangkan melalui program-program organisasi bimbingan konseling (baca: Musyawarah Guru Bimbingan Konseling) dalam peningkatan kompetensi anggotanya ke depan terutama di era disrupsi yang menuntut terobosan-terobasan baru (ijtihad), salah satunya dengan berbasis moderasi. Dalam keefektifan roda gerak organisasi untuk berkembang kearah baik tentunya membutuhkan berbagai langkah strategi yang inovasi kreatif, Jones (1998) tahap siklus hidup organisasi dimana organisasi mampu mengembangkan nilai kreasi dan kompetensi sehingga  mendapatkan sumberdaya tambahan. Pertumbuhan ini memungkinkan organisasi meningkatkan pembagian kerja dan spesialisasi serta sekaligus mengembangkan keunggulan kompetitif. Mengarahkan perubahan kearah professional merupakan kewajiban yang harus dilakukan dalam berorganisasi untuk mencapai visi dan misi. Tentunya perubahan tersebut perlu mengadakan tinjauan yang lebih mendalam mencakup factor internal perubahan kebijakan kepemimpinan, perubahan tujuan, perubahan wilayah sasaran tujuan, perubahan rutinitas kegiatan, dan perubahan sikap serta   perilaku anggota organisasi, sedangkan factor eksternal memperhatikan politik, sosial, budaya, teknologi, demograpi, sosiologi. Dalam pencapaian kearah organisasi professional MGBK mengedepankan pemberdayaan kemapuan anggotanya dalam hal ketrampilan kemanusian (human skill), Keterampilan Teknik (technical skill), Keterampilan konseptual (conceptual skill), Keterampilan motivasi (motivation skill), dan Keterampilan Informasi teknologi. Arah gerak organisasi professional di MGBK tersebut dapat difokuskan ijtihad berbasis moderasi beragama yang dikembangkan untuk meningkatkan pemahaman anggotanya berangkat dari pemahaman background konseli yang berbeda-beda, baik dalam domain agama, suku, ras, budaya, ekonomi, corak masyarakat atau kultural, dan corak kehidupan masyarakat atau struktural.

Langkah Strategis Ijtihad Berbasis Moderasi di Era Disrupsi

Perkembangan kehidupan manusia pastilah berubah sesuai dengan tuntutan zaman, kehidupan peserta didik pun tidak bisa lepas dari perubahan tersebut. Oleh karenanya, layanan bimbingan konseling juga harus mampu membantu kelangsungan perkembangan dan kehidupan peserta didik. Artinya, bahwa layanan bimbingan konseling harus mampu memberi dampak positif pada permasalahan yang ada pada aspek kehidupan peserta didik, sehingga layanan bimbingan konseling tidak keluar dari fungsinya, misalnya layanan penguatan akhlak terpuji pada peserta didik, meliputi budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi'at, dan sebagainya harus menjadi target utama dalam tujuan layanan. Jadi pada hakikatnya Pendidikan akhlak diharapkan mampu menciptakan kondisi atau sifat yang meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian seutuhnya individu.

Akhlak adalah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat dalam berhubungan dengan Allah, manusia dan makhluk sekelilingnya. Sumber-sumber ajaran akhlak ialah Al-Qur'an dan Hadits, pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim (sumber akhlak karimah dalam ajaran Islam). Dari pedoman itulah di ketahui-kriteria mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Potensi-potensi tersebut dapat tercakup dalam kesebagian ayat misalnya aspek perkembangan  fisik (QS. 23: 12-14) dan potensi aspek perkembangan mental spiritual, meliputi kemampuan untuk berbicara (QS.55: 4), menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu dengan mengajarkan manusia dengan kalam (baca tulis) dan segala apa yang tidak diketahuinya (QS. 96: 4-5), dan kemampuan untuk mengenal Tuhan atas dasar perjanjian awal di dalam ruh dalam bentuk kesaksian (QS. 7: 172).

Sehingga Konselor diharuskan dapat berpikir kreatif dan inovatif dalam melakukan perubahan (change) sebagai akibat dari keprihatinan terhadap kondisi dan eksistensi karakter peserta didik, yang diikuti dengan pertumbuhan (growth) dan pembaruan atau perbaikan (reform) serta ditingkatkan secara terus-menerus (continuity) untuk dibawa ke yang lebih ideal. Namun demikian, perubahan dan pembaruan pendidikan agama Islam itu di samping memerlukan sensitivitas terhadap mainstream dari perkembangan yang ada, juga perlu mempertimbangkan dimensi-dimensi fondasionalnya, sehingga tidak terlepas dari akar-akarnya atau tidak kehilangan ruh atau spirit Islam (Muhaimin, 2006: 131-132).

Secara khusus, ketentuan tentang pendidikan keagamaan ini dijelaskan dalam Pasal 30 Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan: (1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, Madrasah, dan bentuk lain yang sejenis.

Menurut Nashori (dalam Tarmizi, 2018) umat Islam harus bangkit dan tampil untuk menguatkan gagasan tentang perlunya menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan pribadi dan sosial kemasyarakatan, yang sudah terbukti dalam sejarah manusia, sebagai landasan pijak bagi lahirnya peradaban emas yang menghargai dan menempatkan manusia secara hakiki dan menghindarkan manusia dari kehancuran eksistensinya seperti pada jaman Jahiliyyah. Sisi lain keefektifan penggunaan pendekatan keagamaan, Zakiah Daradjat menyampaikan pengalamannya saat menjadi bagian dari psikiater pada balai pengobatan Departemen Agama R.I sejak tahun 1965, mengemukakan bahwa kasus yang sering terjadi di Indonesia terkait erat dengan gangguan kejiwaan, ketentraman, kekecewaan dalam kehidupan keluarga. Ternyata, menekankan sisi keagamaan dapat mempercepat proses perawatan dan penyembuhan.

Sedangkan langkah strategis sebagai suatu ijtihad berbasis moderasi adalah memposisikan konselor, selain sebagai pemberi layanan bimbingan konseling dalam menjalankan profesinya juga harus mampu berperan sebagai agen perubahan pemahaman keagamaan yang meneduhkan pada peserta didik, walimurid, rekan sejawat, kepala sekolah, komite sekolah, dan masyarakat sekitar, yang diaktualisasikan dengan serius untuk menciptakan sistem pendidikan yang efektif berbasis nilai-nilai niswa, sehingga mampu hidup selaras dengan Al quran dan As Sunnah untuk mencapai kebahagian hidup dunia dan ahkirat.

Firman Allah SWT

“Serulah (manusia) kepada  jalan  Tuhan-mu  dengan  hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS: An-Nahl (16): 125) 

Sehingga konselor perlu menunjukan beberapa kriteria (1) bersikap empatik dan memahami bagaimana orang lain merasa dan mengalami dunianya; (2) mampu berhubungan dengan peserta didik dan pendidik dalam suatu hubungan yang bermakna; (3) sensitif terhadap kebutuhan orang lain; (4) menyadari tentang adanya dinamika psikologis, motivasi, tujuan dari tingkah laku manusia; (5) memahami dinamika kelompok dan kebermaknaanya bagi pelaksanaan pendidikan (Dinkmeyer dan Calrson, 2006:24). Mengingat perkembangan perilaku sosial yang cukup fluktuatif dan rawan dalam pengaruh negatif maka diperlukan memadukan nilai-nilai sosio-kultural yang selama ini menjadi pijakan bangsa Indonesia sebagai bangsa Timur yang ramah dan toleran dan diarahkan pada penguatan akhlak dan  karakter siswa sehingga tidak  terlepas dari esensi  pendidikan sebagaimana diamanahkan oleh UUD 1945 dan UU No. 20 Tahun  2003 tentang system pendidikan nasional.

Melalui ijitihad berbasis moderasi  maka konselor dalam melaksanakan tugasnya, akan sesuai dengan tujuan bimbingan dan konseling di sekolah yaitu agar konseli dapat memahami dan menerima diri sendiri, serta merencanakan masa depan atas kekuatannya sendiri sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan Departemen Pendidikan Nasional, sehingga dalam diri konseli akan ada perubahan perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental untuk dirinya, keluarga, lingkungan sosial dan alam sekitarnya, antara lain: (1) perubahan, jiwa dan mental yang damai (muthmainnah); (2) bersikap lapang dada (radhiyah); (3) mendapatkan pencerahan (mardhiyah); (4) menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) sebagai embrio berkembang sikap tasammuh, ta’awun; (5) menghasilkan kecerdasan spiritual menjadi pribadi yang takwa dan tabah menerima cobaan; (6) mampu menjalankan tugas sebagai khalifah (pemimpin) yang dapat memberi kebermanfaatan dan keselamatan bagi lingkungan dan berbagai aspek kehidupan.

 

Sumber Rujukan:

 

Chandler, Cynthia K., Holden, J.M., & Kolander, C.A. Counseling For Spiritual Wellness: Theory and Practice. ( JCD Vol. 71. Nov-Des 1992). 168-175

Dinkmeyer, D. and Carlson, J. 2006. Consultation: Creating Schoolbased Interventions. New York: Taylor & Francis Group.

Hawari, D. 2002. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jones,  Gareth  R.  1994,  Organization  Theory,  Text  and  Cases,  Second  Edition. Addision-Wesley Longman Publishing Company, Inc, Unitet State of America

Kozier. 2004. Fundamantal of Nursing: Concepts, Process and Practice. Edisi Kelima. Calipornia: Addison –Wesley.

Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Graffindo Persada.

Noor, Saper. 2006. Isu-Isu Kounseling Perspektif Islam. Kuala Lumpur : Pustaka Salam

Surya, Moh. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu.

Tarmizi. 2018. Bimbingan Konseling Islami. Medan : Perdana Publishing

Wangid, Muhammad Nur. 2009. Revitalisasi Peran Konselor Di Sekolah. dalam Jurnal Paradigma, Vol. 4., No. 08. Edisi Juli.

Zakiah Daradjat. 1972. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang

1 komentar:

  1. Casino Nightclub Near Me | MapyRO
    Casino Nightclub Near 문경 출장마사지 Me - Find Nearby Bars, Restaurants, & Music 동두천 출장마사지 Casino Nightclub at Borgata Hotel Casino & 김천 출장안마 Spa is located off Interstate 5 in 이천 출장마사지 Atlantic 경상북도 출장마사지 City.

    BalasHapus

Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih