BIMBINGAN DAN KONSELING
JENJANG SEKOLAH DASAR
A. Tujuan Pendidikan di Sekolah Dasar
Tujuan pendidikan
sekolah dasar
berlandaskan dan menunjang tercapainya tujuan pendidikan
nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang: beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri,
memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaaan.
Dalam
kerangka tujuan pendidikan nasional tersebut, tujuan umum pendidikan
sekolah dasar, ialah memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta
didik untuk : 1) Mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi,
anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat
manusia, serta 2) Mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan
menengah.
B. Tugas-Tugas Perkembangan Siswa di Sekolah Dasar
Peserta didik di sekolah dasar (selanjutnya
disebut siswa), adalah mereka yang berusia sekitar 6-13 tahun, yang
sedang menjalani tahap perkembangan masa anak-anak dan memasuki masa remaja awal. Tugas-tugas perkembangan
yang hendak dicapai oleh siswa sekolah dasar menurut Depdikbud (1995)
yaitu :1) Menanamkan dan mengembangkan kebiasaan dan sikap dalam beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa,
2) Mengembangkan ketrampilan dasar dalam menulis dan
berhitung, 3) Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan
sehari-hari, 4) Belajar bergaul dan bekerja dengan kelompok sebaya, 5) Belajar
menjadi pribadi yang mandiri 6) Mempelajari ketrampilan fisik sederhana yang
diperlukan baik untuk permainan maupun kehidupan 7) mengembangkan kata hati,
moral dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku, 8) Membina hidup sehat,
untuk diri sendiri dan lingkungan, 9) Belajar menjalankan peranan sosial sesuai
dengan jenis kelaminnya, 10) Mengembangkan sikap terhadap
kelompok dan lembaga-lembaga sosial 11) Mengembangkan pemahaman dan
sikap awal untuk perencanaan masa depan.
Havighurst
(1957) menyebutkan tugas perkembangan siswa sekolah dasar adalah; 1)
mempelajari ketampilan fisik untuk aktivitas bermain, 2) membangun sikap yang
sehat terhadap diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh, 3) belajar
bergaul dengan teman sebaya, 4) belajar berperanan yang sesuai dengan jenis
kelaminnya, 5) belajar ketrampilan dasar membaca, menulis dan berhitung, 6)
belajar mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan anak dalam kehidupan
sehari-hari, 7) mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai, 8) mencapai
tingkat kebebasan pribadi, 9) mengebangkan sikap terhadap kelompok social dan
lembaga masyarakat.
C. Standar
Kompetensi Kemandirian (SKK) Siswa di Sekolah Dasar
Dalam konteks pembelajaran Standar Kompetensi ini disebut
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sementara dalam konteks Bimbingan dan
Konseling Standar Kompetensi ini dikenal dengan istilah Standar Kompetensi
Kemandirian (SKK), yang di dalamnya mencakup sepuluh aspek perkembangan
individu (SD dan SLTP) dan sebelas aspek perkembangan individu (SLTA dan PT).
Kesebelas aspek perkembangan tersebut adalah: (1) Landasan hidup religius; (2)
Landasan perilaku etis; (3) Kematangan emosi; (4) Kematangan intelektual; (5)
Kesadaran tanggung jawab sosial; (6) Kesadaran gender; (7) Pengembangan diri;
(8) Perilaku kewirausahaan (kemandirian perilaku ekonomis); (9) Wawasan dan
kesiapan karier; (10) Kematangan hubungan dengan teman sebaya; dan (11)
Kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga (hanya untuk SLTA dan PT).
Masing-masing aspek perkembangan memiliki tiga dimensi tujuan, yaitu: (1)
pengenalan/penyadaran (memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang aspek dan
tugas perkembangan [standar kompetensi] yang harus dikuasai); (2) akomodasi
(memperoleh pemaknaan dan internalisasi atas aspek dan tugas perkembangan
[standar kompetensi] yang harus dikuasai) dan (3) tindakan (perilaku nyata
dalam kehidupan sehari-hari dari aspek dan tugas perkembangan [standar
kompetensi] yang harus dikuasai). berikut di uraikan Standar Kompetensi
Kemandirian siswa sekolah dasar.
STANDAR
KOMPETENSI KEMANDIRIAN (SKK) PESERTA DIDIK
PADA
SEKOLAH DASAR
No
|
Aspek Perkembangan
|
Tataran/Internalisasi Tujuan
|
||
Pengenalan
|
Akomodasi
|
Tindakan
|
||
1
|
Landasan
hidup religius
|
Mengenal
bentuk-bentuk dan tata cara ibadah sehari-hari
|
Tertarik
pada kegiatan ibadah sehari
|
Melakukan
bentuk-bentuk ibadah sehari-hari
|
2
|
Landasan
perilaku etis
|
Mengenal
patokan baik-buruk atau benar salah dalam berperilaku
|
Menghargai
aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari
|
Mengikuti
aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari
|
3
|
Kematangan
emosi
|
Mengenal
perasaan diri sendiri dan orang lain
|
Memahami
perasaan diri sendiri dan orang lain
|
Mengekspresikan
perasaan secara wajar
|
4
|
Kematangan
intelektual
|
Mengenal
konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan dan perilaku belajar
|
Menyenangi
berbagai aktifitas perilaku belajar
|
Melibatkan
diri dalam berbagai aktifitas perilaku belajar
|
5
|
Kesadaran
tanggung jawab sosial
|
Mengenal
hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam lingkungan kehidupan sehari-hari
|
Memahami
hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam lingkungan kehidupan sehari-hari
|
Berinteraksi
dengan orang lain dalam suasana persahabatan
|
6
|
Kesadaran
gender
|
Mengenal
diri sebagai laki-laki atau perempuan
|
Menerima
atau menghargai diri sebagai laki-laki atau perempuan
|
Berperilaku
sesuai dengan peran sebagai laki-laki atau perempuan
|
7
|
Pengembangan
diri
|
Mengenal
keadaan diri dalam lingkungan dekatnya
|
Menerima
keadaan diri sebagai bagian dari lingkungan
|
Menampilkan
perilaku sesuai dengan keberadaan diri dalam lingkungannya
|
8
|
Perilaku
kewirausahaan (kemandirian perilaku ekonomis)
|
Mengenal
perilaku hemat, ulet sungguh-sungguh dan konpetitif dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan dekatnya
|
Memahami
perilaku hemat, ulet sungguh-sungguh dan konpetitif dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan dekatnya
|
Menampilkan
perilaku hemat, ulet sungguh-sungguh dan konpetitif dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungannya
|
9
|
Wawasan
dan kesiapan karier
|
Mengenal
ragam pekerjaan dan aktivitas orang dalam kehidupan
|
Menghargai
ragam pekerjaan dan aktivitas sebagai hal yang saling bergantung
|
Mengekspresikan
ragam pekerjaan dan aktivitas orang dalam lingkungan kehidupan
|
10
|
Kematangan
hubungan dengan teman sebaya
|
Mengenal
norma-norma dalam berinteraksi dengan teman sebaya
|
Menghargai
norma-norma yang dijunjung tinggi dalam menjalin persahabatan dengan teman
sebaya
|
Menjalin
persahabatan dengan teman sebaya atas dasar norma yang dijunjung tinggi
bersama
|
Tahap perkembangan anak-anak usia sekolah dasar merupakan
suatu masa dimana mereka sedang mempersiapkan dirinya untuk kelangsungan
perkembangan hidupnya kelak. Dalam menjalani tugas-tugas perkembangannya
itu anak sering menemui hambatan-hambatan dan permasalahan ,
sehingga mereka banyak tergantung kepada orang lain, terutama
orang tua dan guru. Oleh sebab itu anak usia sekolah dasar memerlukan
perhatian khusus dari para guru/ pendidiknya. penyelenggaraan
pengajaran dan latihan berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan serta
penyelenggaraan bimbingan dan konseling diharapkan dapat sebesar-besarnya
menunjang pencapaian tugas-tugas perkembangan itu sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan (Atok dan Amti,
1984).
Menurut Juntika (2006) dalam menjalankan tugas-tugas
perkembangannya, anak sering menemui hambatan-hambatan dan
permasalahan-permasalahan sehingga mereka banyak bergantung kepada kepada orang
lain terutama orang tua dan guru. Oleh karena itu, anak usia sekolah dasar
memerlukan perhatian khusus dari para guru, penyelenggaraan pengajaran,
pelatihan, dan bimbingan diharapkan dapat menunjang pencapaian tujuan
tugas-tugas perkembangannya itu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan
tujuan pendidikan sekolah dasar.
Gagasan ini dilandasi pula oleh
hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh para
ahli bimbingan dan konseling terhadap siswa sekolah dasar yang
menyatakan bahwa siswa sekolah dasar tidak lekang dari
permasalahan-permasalahan (Pribadi, 1995).
Guru di sekolah dasar berada dalam kedudukan sentral yang
penuh tanggung jawab. Ia mempunyai peran ganda yaitu sebagai guru kelas
yang mengajarkan atau menularkan pengetahuan kepada siswa-siswanya
juga sekaligus memberikan layanan bimbingan yang diterapkan
secara terpadu dalam proses pengajarannya. Sesuai dengan kompetensi
keguruan yang harus dimiliki dan dikuasai para guru, yang satu
diantaranya adalah kompetensi Bimbingan dan Konseling,
seiring dengan tugas guru sekolah dasar sebagaimana tersebut
di atas maka seyogyanya mereka dibekali dengan ketrampilan
dasar dengan bimbingan dan konseling untuk memperkaya dan meningkatkan
kemampuan itu.
Pengembangan
kompetensi ini bertitik tolak bahwa di sekolah dasar pola dasar bimbingan
yang dipegang adalah pola generalis
. Menurut Winkel (1991:145) pola generalis berarti bahwa semua tenaga pendidikan di jenjang
pendidikan dasar dilibatkan dalam kegiatan bimbingan walaupun tersedia
satu atau dua tenaga profesional.
D.
LANDASAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Pelaksanaan
bimbingan di sekolah dasar di atur melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28
tahun 1990 yang menegaskan bahwa
bimbingan dan konseling di Pendidikan Dasar dilaksanakan oleh pembimbing. Lebih
lanjut pada PP
No. 28 tahun 1990 Bab X pasal 25 ayat (1) menyatakan bahwa bimbingan merupakan
bantuan yang diberikan kepada siswa dalam upaya menemukan pribadi, mengenal
lingkungan dan merencanakan masa depan. Diberlakukannya Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan pada tahun 2006 semakin memperkokoh kedudukan bimbingan dan
konseling di sekolah, mulai dari jenjang SD/MI hingga SMA/SMK
Kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah dasar bertolak dari kebutuhan dan masalah perkembangan siswa, temuan lapangan (Sunaryo Kartadinata, 1992; Sutaryat Trisnamansyah dkk, 1992) menunjukkan bahwa masalah-masalah perkembangan siswa sekolah dasar menyangkut aspek perkembangan fisik, kognitif, pribadi dan sosial. Masalah-masalah perkembangan ini memunculkan kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah dasar.
Kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah dasar bertolak dari kebutuhan dan masalah perkembangan siswa, temuan lapangan (Sunaryo Kartadinata, 1992; Sutaryat Trisnamansyah dkk, 1992) menunjukkan bahwa masalah-masalah perkembangan siswa sekolah dasar menyangkut aspek perkembangan fisik, kognitif, pribadi dan sosial. Masalah-masalah perkembangan ini memunculkan kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah dasar.
Sisi lain yang
memunculkan layanan kebutuhan akan layanan bimbingan sekolah dasar ialah
rentang keragaman individual siswa yang amat lebar. Tentang keragaman siswa
sekolah dasar bergerak dari siswa yang sangat pandai sampai dengan yang sangat
kurang, dari siswa yang sangat mudah menyesuaikan diri terhadap program sampai
dengan siswa yang sulit menyesuaikan diri, dari siswa yang tidak bermasalah
sampai dengan siswa yang sarat akan masalah.
Menurut Depdiknas
(2008) konselor dapat berperan serta secara produktif dijenjang sekolah dasar
dengan memposisikan diri sebagai konselor kunjung yang membantu guru sekolah
dasar mengatasi perilaku siswa yang menggangu (disruptive behavior), antara lain dengan pendekatan direct behavior consultation. Setiap
gugus sekolah dasar diangkat 2 atau 3 konselor untuk memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling
di sekolah dasar adalah suatu bentuk penerapan bimbingan dan konseling di
sekolah dasar atau bimbingan dan konseling untuk anak-anak usia sekolah dasar.
Karena karakteristik perkembangan peserta didik di jenjang pendidikan TK hingga
PT berbeda, maka sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar bimbingan, penerapan bimbingan dan konseling di sekolah
dasar perlu memperhatikan karakteristik perkembangan pada anak usia sekolah
dasar, yakni anak usia antara enam hingga duabelas tahun. Pelaksanaan bimbingan
di sekolah dasar mulai diatur secara formal melalui PP No. 28 tahun 1990
tentang Pendidikan Dasar. PP tersebut merupakan penjabaran dari Undang-Undang
Nomor 26 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam PP tersebut
disebutkan secara ekpslisit tentang adanya pelayanan bimbingan dan konseling.
Disebutkan bahwa pelayanan bimbingan merupakan bagian dari penyelenggaraan
pendidikan di sekolah dasar dan pelayanan itu diberikan oleh tenaga pendidik
yang kompeten. Dalam pasal 25 disebutkan
bahwa bimbingan di sekolah dasar merupakan bantuan yang diberikan kepada
siswa (peserta didik) dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan
merencanakan masa depan.
Pada perkembangan
selanjutnya, bimbingan dan konseling di sekolah dasar tampaknya lebih
menekankan pada bimbingan belajar dan karir. Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar
1994/1995, dikemukakan bahwa perencanaan program bimbingan belajar dan
bimbingan karir ditekankan pada upaya bimbingan belajar tentang cara belajar,
memahami dunia kerja dan mengembangkan kemampuan untuk membuat perencanaan
serta kemampuan untuk mengambil keputusan. Perencanaan bimbingan ditujukan
untuk mempersiapkan peserta didik memasuki pendidikan lanjutan (pendidikan
menangah) atau memasuki lapangan kerja. Perlu juga direncanakan bimbingan untuk
siswa yang mengikuti program perbaikan untuk mencapai kemampuan minimum yang
dituntut oleh kurikulum dan program pengajaran tambahan. Pelayanan bimbingan
juga mecakup bimbingan untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa.
Seluruh kegiatan bimbingan tersebut perlu memanfaatkan sumber-sumber yang ada
di masyarakat (Winkel & Hastuti, 2004).
Meskipun bimbingan dan
konseling di sekolah dasar secara eksplisit telah ditekankan untuk dilaksanakan
di sekolah dasar sejak berlakunya PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan
dasar, dalam prakteknya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar
masih mengalami banyak hambatan. Salah satu hambatan itu adalah belum
diangkatnya tenaga khusus bimbingan (konselor) di sekolah dasar oleh
pemerintah. Selama ini bimbingan dilakukan oleh guru yang berkompeten dalam
arti dapat menyelenggarakan program-program bimbingan dan konseling. Tentu saja
ini dapat menyalahi kode etik profesi karena bimbingan seharusnya dilakukan
oleh tenaga khusus yang terlatih dalam bidang bimbingan dan konseling agar
dapat menjamin keefektifannya di samping menghindari mal praktek. Di samping
itu, para guru itu sendiri telah banyak dibebani oleh tugas-tugas mengajar
sehingga di samping mereka kurang memiliki kemampuan yang memadai untuk
melaksanakan tugas-tugas bimbingan juga tidak punya waktu yang mencukupi untuk
melaksanakannya. Pelayanan
bimbingan dan konseling untuk peserta didik di jenjang sekolah dasar masih
dalam taraf perkembangan, lebih-lebih untuk pelayanan bimbingan karir.
Terdapat tiga pandangan
dasar tentang bimbingan dan konseling di sekolah dasar, yaitu: (1) bimbingan
terbatas pada pengajaran yang baik (instructional
guidance); (2) bimbingan hanya diberikan kepada peserta didik yang
menunjukkan gejala-gejala yang menyimpang dari laju perkembangan normal; dan
(3) bimbingan disediakan/diberikan untuk semua peserta didik agar proses
perkembangan berjalan lancar (Winkel & Hastuti, 2004). Pandangan yang
terakhir telah diakui sebagai pandangan yang paling tepat meskipun suatu unsur
pelayanan bimbingan yang mengacu pada pandangan pertama dan kedua tidak perlu
diabaikan, misalnya dengan mengerahkan seorang tenaga profesional di bidang
psikologi anak.
E.
HAKEKAT BIMBINGAN DAN KONSELING
1. Bimbingan
di sekolah dasar lebih menekankan akan pentingnya peran guru dalam fungsi
bimbingan. Dengan sistem guru kelas, guru memiliki waktu yang cukup untuk
mengenal anak lebih mendalam sehingga memiliki peluang untuk menjalin hubungan
yang lebih efektif.
2. Fungsi
bimbingan di sekolah dasar lebih menekankan pada pengembangan pemahaman diri,
pemecahan masalah, dan kemampuan berhubungan secara efektif dengan orang lain.
3. Bimbingan
di sekolah dasar lebih banyak melibatkan orang tua, mengingat pentingnya
pengaruh orang tua dalam kehidupan anak selama di sekolah dasar.
4.
Bimbingan di sekolah dasar hendaknya memahami kehidupan
anak secara unik.
5. Program bimbingan di sekolah
dasar hendaknya peduli terhadap kebutuhan dasar anak, seperti kebutuhan untuk
matang dalam penerimaan dan pemahaman diri, serta memahami keunggulan dan
kelemahan dirinya.
F. PERAN GURU/WALI
KELAS SEBAGAI BK
· Sebagai pendengar dan pemberi
advis. Guru
kelas adalah personil sekolah yang paling banyak memiliki waktu untuk bertemu
dengan para siswa dibandingkan dengan personil sekolah lainnya. Oleh karena
itu, guru seharusnya memiliki pengetahuan paling luas dan mendalam tentang siswa-siswanya,
berkomuniksi dengan mereka setiap hari, dan dapat menjalin hubungan yang
kondusif untuk mendorong perkembangan
yang optimal setiap siswa. Dapat dikatakan guru menjadi jembatan antara
siswa dan pembimbing/konselor guna mengimplementasikan program-program
bimbingan.
· Sebagai agen penerima dan perujuk
siswa. Guru
kelas, tak dapat dihindarkan, menjadi sumber utama bagi program-program alih
tangan/rujukan dari dan pada konselor sekolah. Banyak program-program bimbingan
dan konseling yang tergantung pada informasi guru tentang kondisi dan kebutuhan
siswa, serta rujukan guru berkenaan dengan siswa-siswa yang membutuhkan
bantuan/bimbingan. Para konselor sekolah dengan demikian perlu mendorong para
guru untuk secara aktif menemukan siswa-siswanya yang membutuhkan bantuan dan
kemudian merujuknya pada konseling selor. Demikian pula, setelah siswa-siswa
selesai diberikan bantuan, siswa tersebut perlu dirujuk kembali kepada guru
untuk dilakukan pengamatan berkenaan dengan perkembanga perilaku selanjutnya.
Tentu saja para guru tidak hany merujuk siswa kepada konselor, tetapi juga
perlu mendorong siswa-siswanya untuk meminta bantuan pada konselor
sewaktu-waktu mereka merasa memiliki kesulitan dan tak mampu untuk
memecahkannya sendiri.
· Sebagai penelusur/pengungkap
potensi siswa.
Berkaitan dengan usaha mendorong terjadinya perkembangan yang optimal bagi
setiap siswa, maka para guru diharapkan untuk tidak hanya memusatkan perhatian
pada membelajarkan materi pelajarannya saja, tetapi juga melakukan pengamatan
sehari-hari untuk menemukan potensi siswa, khususnya keunggulannya. Meskipun
banyak guru meungkin kurang memiliki pengalaman, latihan, dan kepandaian yang
mencukupi untuk bakat-bakat atau talenta khusus dari mayorits siswa-siswanya,
guru perlu terlibat dalam upaya mengungkap bakat dan talenta para siswa. Untuk
itu guru dapat mengikuti atau diikutkan dalam program-program khusus tentang
penelusuran bakat siswa. Peran guru sebagai pengungkap potensi siswa tidak
hanya berkaitan dengan misi dari program-program bimbingan dan konseling
sekolah tetapi juga untuk memenuhi tanggung jawab pendidikan bagi individu dan
masyarakat.
· Sebagai pendidik karir. Berkaitan erat dengan
peran-peran yang telah disebutkan, dalah peran sentral guru dalam program
pendidikan karir. Karena pendidikan karir diakui sebagai bagia dari pendidikan
siswa secara keseluruhan, adalah penting juga untuk mengakui tanggung jawab
guru kelas untuk mengintegrasikan pendidikan ke dalam mata pelajaran (di
Indonesia barangkali ini berkaitan dengan pendekatan kontekstual yang
belakangan ini banyak dianjurkan). Pendidikan karir tak akan berhasil tanpa
bimbingan karir dan sebaliknya. Keberhasilan dari program-program bimbingan
karir oleh karena itu terikat dengan keberhasilan dalam progra pendidikan
karir, suatu program yang berkaitan dengan peran guru kelas. Para guru kelas
dapat memenuhi tanggung jawabnya sebagai pendidik karir dengan cara
mengembangkan respek dan sikap positif terhadap semua jenis pekerjaan,
mendorong siswa mengembangkan sikap positif terhadap penidikan dan hubungannya
dengan persiapan karir dn pengambilan keputusan. Guru juga dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menguji konsep, keterampilan, dan peran serta
mengembangkan nilai-nilai yang relevan dengan karir masa depan. Guru juga dapat
merancang kelas menjadi suatu lingkungan belajar yang dapat merangsang wawssan
dan eksplorasi karir.
· Sebagai fasilitatot hubungan
siswa.
Keberhasilan dari berbagai program bimbingan dan konseling dipengaruhi oleh
iklim sekolah. Sekolah seharusnya menjadi lingkungan yang kondusif untuk
memfasilitasi pengembangan dan pelaksanaan hubungan antar manusia yang positif.
Dalam hal ini, guru memiliki peran yang domi an untuk menciptakan iklim semacam
itu. Seorang ahli pendidikan, Benyamin Bloom, melalui Bukunya yang berjudul Human Characteristics and School Learning (1976)
telah mengemukakan peran lingkungan atau iklim kelas sebagai faktor yang
mempemngaruhi kinerja dan hasil belajar siswa. Menurutya, iklim lingkungn kelas
yang kondusif dapat memungkinkan 95% siswa menguasai semua mata pelajaran.
Hasil-hasil penelitian juga telah membuktikan hal itu. Hasil penelitian
Bloom sendiri membuktikan bahwa banyak siswa akan memperlihatkan kesamaan
baik dalm derajad belajar maupun motivasi untuk belajar jika merewka diberikan
suatu kondisi lingkungan yang kondusif untuk blajar. Di sisi lain, beberapa
hasil penelitian juga menyatakan bahwa jika lingkungan di kelas tiak kondusif,
akan terjadi perbedaan dalam kinerja dan capaian prestasi belajar dan ini akan
memperluas gap (jarak) antara siswa berprestasi tinggi dan siswa berprestasi
rendah. Dalam melaksanakan peran sebagai fasilitator hubungan ini, guru kelas
memiliki peluang untuk menjadi model bagi bentuk relasi antara manusia yang
positif. Ini dapat menjadi suatu prosedur rutin di dalam kelas, khususnya
ketika guru mengarahkan interaksi kelompok agar setiap siswa dapat mengalami
secara langsung hubungan antar manusia yang positif.
· Sebagai pendukung program-program
bimbingan dan konseling.
Sebagai anggota tim dalam pengelolaan bimbingan dan maupun dalam mendorong
perkembangan yang optimal bagi setiap peserta didik, guru memiliki peran
penting untuk mendorong atau memberikan dukungan pada pelaksanaan
program-program bimbingan dan konseling sekolah. Dukungan ini dapat diberikan
antara lain dengan cara memberikan informasi kepada siswa tentang
program-program bimbingan dan konseling sekolah dan bagaimana mereka dapat
memanfaatkan program-program tersebut. Bertindak sebagai agen referal seperti
telah dikemukakan di atas, tentu saja juga merupakan bagian dari dukungan yang
dapat diberikan oleh guru kepada konselor. Guru juga dapat mendukung konselor
dalam memfasilitasi program-program penilaian individual atau pengumpulan dan
inventarisasi data siswa. Meskipun scara teoretik diakui bahwa guru kelas
memainkan peran penting dalam mengefektifkan program-program bimbingan dan
konseling di berbagai jenjang pendidikan, tapi faktanya para guru kelas masih
secara insidental terlibat dalam program-program bimbingan dan konseling.
Banyak guru kelas mungkin merasa tidak yakin tentang tujuan bimbingan dan
kurang menjalin komunkais dengn konselor. Dalam situsi seperti ini siswa tentu
aja menjadi pihak yang sangat dirugikan da para konseor dan guru harus brbagai
rasa bersalah untuk itu. Mungkin juga guru beranggapan bahwa program bimbingan
menjadi tanggung jawab konselor sekolah dan konselor sekolah harus secara aktif
melakukan komunikasi dengan para guru untuk melaksanakan program-program
bimbingan. Blum (1986) menyatakan bahwa para konselor perlu memiliki kesadaran
bahwa meskipun banyak guru bersedia menerima peran mereka dalam pengelolaan
program bimbingan dan konseling sekolah, banyak di antara guru yang kurang
memiliki pemahaman yang tepat tentang apa peran dan fungsi mereka sebenarnya.
Menurut Depdikbud dalam kurikulum 1975 tugas guru
kelas/ wali kelas terkait dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah:
- Mengumpulkan data tentang siswa
- Meneliti kemajuan dan perkembangan siswa ( akademis, sosial, fisik, pribadi)
- Mengawasi kegiatan siswa sehari-hari
- Bekerjasama dengan konselor menyalurkan dan menempatkan siswa
- Bekerja sama dengan konselor dalam membuat sisiogram
- Bekerjasama dengan konselor sekolah dalam mengadakan pemeriksaan psikologis dan kesehatan oleh tim ahli
- Mengidentifikasi siswa yang memerlukan bantuan
- Membantu memecahkan masalah siswa asuhnya
- Ikut serta dalam pertemuan kasus
G. GAMBARAN KEBUTUHAN GURU BIMBINGAN DAN
KONSELING DI SD
Dalam Permendikbud No. 111 Tahun
2014 Tentang Bimbimbingan dan Konseling, disebutkan rasio 1:150-160, akan
tetapi di satuan SD sejogjanya di angkat guru BK satu orang dalam tiap 2 gugus.
Instansi guru BK tersebut, dapat diatur oleh Dinas Pendidikan. Jika belum
tersedia guru BK di SD maka layanan Bimbingan dan konseling dapat terintegerasi
pada tugas guru kelas dengan penambahan skill kompetensi bimbingan dan
konseling, menunjukan bukti dokumentasi sertifikat seminar atau workshop dengan
batasan jam minimal yang ditentukan oleh Kemdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih