Minggu, 27 Mei 2018

GAMBARAN KEBUTUHAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM LINGKUP JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA



BIMBINGAN DAN KONSELING
JENJANG SMP

A.  Latar Belakang

Sejalan dengan arah dan spirit kurikulum 2013, pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Layanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah peserta didik. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal Sekolah/Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah Menengah Pertama diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi- sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi peserta didik sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).
Bimbingan dan konseling adalah upaya pendidikan dan merupakan bagian integral dari pendidikan yang secara sadar memposisikan kemampuan peserta didik untuk mengeksplorasi, memilih, berjuang meraih, serta mempertahankan karier itu ditumbuhkan secara isi-mengisi atau komplementer oleh guru bimbingan dan konseling (BK)/ konselor dan oleh guru mata pelajaran  dalam setting pendidikan khususnya dalam jalur pendidikan formal, dan sebaliknya tidak merupakan hasil upaya yang dilakukan sendirian oleh Konselor, atau yang dilakukan sendirian oleh Guru.” (ABKIN: 2007).


Ini berarti bahwa proses peminatan, yang difasilitasi oleh layanan bimbingan dan konseling, tidak berakhir pada penetapan pilihan dan keputusan bidang atau rumpun keilmuan yang dipilih peserta didik di dalam mengembangkan potensinya, yang akan menjadi dasar bagi perjalanan hidup dan karir selanjutnya, melainkan harus diikuti dengan layanan pembelajaran yang mendidik, aksesibilitas perkembangan yang luas dan terdiferensiasi, dan penyiapan lingkungan perkembangan/belajar yang mendukung. Dalam konteks ini bimbingan dan konseling berperan dan berfungsi, secara kolaboratif,  meliputi : 
1.    Menguatkan Pembelajaran yang Mendidik
Guru BK hendaknya: (1) memahami kesiapan belajar peserta didik dan penerapan prinsip bimbingan dan konseling dalam pembelajaran, (2) melakukan asesmen potensi peserta didik, (3) melakukan diagnostik kesulitan perkembangan dan  belajar peserta didik, (4) mendorong terjadinya internalisasi nilai  sebagai proses individuasi peserta didik.  Perwujudan keempat prinsip yang disebutkan dapat dikembangkan melalui kolaborasi pembelajaran dengan bimbingan dan konseling.
2.    Memfasilitasi Advokasi dan Aksesibilitas
Kurikulum 2013 menghendaki adanya diversifikasi layanan, jelasnya layanan peminatan. Bimbingan dan konseling berperan melakukan advokasi, aksesibilitas, dan fasilitasi agar terjadi diferensiasi dan diversifikasi layanan pendidikan bagi pengembangan pribadi, sosial, belajar dan karir peserta didik. Untuk itu kolaborasi guru bimbingan dan konseling/konselor dengan guru mata pelajaran perlu dilaksanakan dalam bentuk: (1) memahami potensi dan pengembangan kesiapan belajar peserta didik, (2) merancang ragam program pembelajaran dan  melayani kekhususan kebutuhan peserta didik, serta (3)  membimbing perkembangan pribadi, sosial, belajar dan karir.
3.    Menyelenggarakan Fungsi Outreach
Dalam upaya membangun karakter sebagai suatu keutuhan perkembangan, sesuai dengan arahan Pasal 4 (3) UU No. 20/2003, Kurikulum 2013 menekankan  pembelajaran sebagai proses pemberdayaan dan pembudayaan. Untuk mendukung prinsip dimaksud bimbingan dan konseling tidak cukup menyelenggarakan fungsi-fungsi inreach tetapi juga melaksanakan fungsi outreach yang berorientasi pada penguatan daya dukung lingkungan perkembangan sebagai lingkungan belajar. Dalam konteks ini kolaborasi guru bimbingan dan konseling/konselor dengan guru mata pelajaran hendaknya terjadi dalam konteks kolaborasi yang lebih luas, antara lain: (1) kolaborasi dengan orang tua/keluarga, (2) kolaborasi dengan dunia kerja dan lembaga pendidikan, (3) “intervensi” terhadap institusi terkait lainnya dengan tujuan membantu perkembangan peserta didik.

B. KARAKTERITISK DAN TUPOKSI GURU BK DI SMP

1.    Pelaksana utama pelayanan bimbingan dan konseling adalah Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor. Penyelenggara pelayanan bimbingan dan konseling di SMP//MTs/SMPLB adalah  Guru Bimbingan dan Konseling. Setiap SMP/MTs/SMPLB diangkat koordinator bimbingan dan konseling  yang berlatar belakang Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling/konselor.
2.    Pelaksana Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada SMP/MTs/SMPLB
a. Pada satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB,  diangkat sejumlah Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dengan beban kerja 150 – 160 peserta didik ekuivalen 24 jam pembelajaran.
b.    Jika diperlukan Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor yang bertugas di SMP/MTs/ SMPLB tersebut dapat diminta bantuan dan/atau ditugaskan untuk menangani permasalahan peserta didik SD/MI dalam rangka pelayanan alih tangan kasus.
3.   Dalam melaksanakan tugas pelayanan bimbingan dan konseling Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor bekerjasama dengan berbagai pihak di dalam dan di luar satuan pendidikan untuk suksesnya pelayanan yang dimaksud. Kerjasama tersebut di atas dalam rangka manajemen bimbingan dan konseling yang menjadi bagian integral dari manajemen satuan pendidikan secara menyeluruh. Koordinator BK bertugas mengkoordinir kesuluruhan kegiatan kerjasama. Berbagai pihak yang perlu dilibatkan dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling beserta bentuk kerjasama yang dapat dilakukan, dirangkum dalam matriks berikut:

 Pihak-Pihak yang perlu dilibatkan dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling

No
Pihak
Bidang Kerjasama/Kewenangan
Strategi / Mekanisme
1
Kepala sekolah dan Wakil kepala
Penanggung jawab, penyedia fasilitas
koordinasi dan konsultasi
2
Wali kelas
mitra layanan, sumber data,
Koordinasi, konsultasi, dan kolaborasi
3
Guru mata pelajaran
mitra layanan, sumber data,
Koordinasi, konsultasi, dan referal
4
Staf administrasi
Administrasi pendataan
Penyedia data dan sarana
5
Pengawas BK
Supervisi dan konsultan
konsultasi
6
Orang tua
sumber data, mitra layanan

Kunjungan rumah , Konsultasi, kolaborasi
7.
Komite Sekolah
Mitra layanan, sumber data
Kolaborasi dan konsultasi
8
Penyedia layanan psikologi: psikolog,
Pengukuran psikologis,
Diagnosis dan penanganan problem psikologis,
Nara sumber  
referal
narasumber
Kolaborasi

9
Psikiater
Pemberian psikoterapi
Referral
10
Pusat krisis (crisis center)
Penanganan problem pasca krisis
Pendampingan
Kolaborasi
narasumber
11
Penyedia layanan kesehatan: RS/Puskesmas/ dokter
Penyedia data rekam medis, pemberi layanan medis
Referral
narasumber
Kolaborasi
12
Pihak keamanan: polisi, polantas
Penanganan problem perilaku criminal,  
Penegakan Hukum
Kolaborasi
narasumber
referral
13
Badan Narkotika Nasional/ Daerah
Penanganan kasus narkoba
narasumber
Kolaborasi
Referral
14
Pusat Layanan Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi
Pengukuran psikologis,
Diagnosis dan penangan problem psikologis,
Narasumber
Kolaborasi
referal
konsultasi
15
Dunia kerja
Penyedia informasi kerja
Narasumber
Kunjungan lapangan
Kolaborasi
16
Lembaga pemerhati masalah anak dan sosial
Mitra layanan
Narasumber
Kolaborasi

C.KARAKTERITIK PESERTA DIDIK DAN ARAH KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

Peserta didik SMP/MTs/SMPLB berada pada tahap perkembangan usia masa remaja yang pada umumnya berusia antara 12/13 sampai 15 tahun.  Masa remaja  merupakan salah satu fase dalam rentang perkembangan manusia yang terentang sejak anak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia (life span development). 
Secara psikologis peserta didik SMP/MTs/SMPLB tengah memasuki masa pubertas, yakni suatu masa ketika individu mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju masa remaja (adolescence). Adolescence berarti tumbuh untuk masak, menjadi dewasa.  Adolecen maupun remaja menggambarkan seluruh perkembangan remaja baik perkembangan psikis, fisik, intelektual, emosi dan sosial.
Istilah lain untuk menunjukkan pengertian remaja yaitu pubertas. Pubertas  yaitu yang merupakan tanda kelamin sekunder yang menekankan pada perkembangan seksual. Dengan kata lain pubertas lebih menunjukkan remaja pada hubungannya dengan perkembangan bioseksualnya.
Masa remaja ditinjau dari rentang kehidupan manusia merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Sifat-sifat remaja sebagaian sudah tidak menunjukkan sifat-sifat masa kanak-kanaknya, tetapi juga belum menunjukkan sifat-sifat sebagai orang dewasa. 
Peserta didik SMP/MTs/SMPLB tengah memasuki masa remaja awal salah satunya bahwa masa-masa tersebut merupakan masa yang sulit dalam perkembangan kehidupan manusia. Pada masa puber individu mengalami ambivalensi kemerdekaan. Pada satu sisi individu menunjukkan ketergantungan pada orang tua atau orang dewasa, sedangkan pada sisi lain individu menginginkan pengakuan dirinya sebagai individu yang mandiri.
Peserta didik SMP/MTs/SMPLB pada masa ini memiliki ciri-ciri sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif. Indikator individu yang kreatif antara lain  memiliki rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, imajinasi yang tinggi, minat yang luas, tidak takut salah, berani menghadapi risiko, bebas dalam berpikir, senang akan hal-hal yang baru, dan sebagainya.
Perkembangan fisik dan  psikoseksual  masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik. Pertumbuhan perkembangan fisik pada akhir masa remaja menunjukkan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas laki-laki dan remaja perempuan menjadi bentuk khas perempuan. Proses pertumbuhan ini dipengaruhi percepatan pertumbuhan, sehingga pada masa ini sering ada beberapa istilah untuk pertumbuhan fisik remaja:The Onset of pubertal growth spurt (masa kritis dari perkembangan biologis) serta The maximum growth age, berupa: perubahan bentuk tubuh, ukuran, tinggi dan berat badan, proporsi muka dan badan.
Pertumbuhan berat badan dan  panjang badan berjalan paralel dipengaruhi oleh hormon yaitu hormon mammotropik, serta hormon gonadotropik (kelenjar seks), yang mempengaruhi peningkatan kegiatan pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer dan sekunder. Pertumbuhan pada laki-laki bertambah berat karena kuatnya urat daging dan wanita karena jaringan pengikat dibawah kulit terutama pada paha, lengan dan dada. Percepatan pertumbuhan pada wanita berakhir pada usia 13 tahun dan pada laki-laki pada usia 15 tahun.
Adanya percepatan pertumbuhan pada remaja berimplikasi pada perkembangan psikososial mereka yang ditandai dengan kedekatan remaja pada teman sebayanya (peer group) dari pada orangtua atau keluarga. Disamping itu juga remaja pada waktu itu diharapkan dapat memenuhi tanggungjawab sebagai orang dewasa. Namun karena belum memiliki pengalaman sebagai orang dewasa, sehingga sering mengalami kegagalan, hal ini dapat menimbulkan masalah dalam bentuk frustasi dan konflik. Pada masa ini remaja  juga sering mengalami kegusaran hati yang paling dalam karena perhatian yang besar pada diri terutama kalau ada penyimpangan. Bagi remaja  yang mengalami pertumbuhan yang cacat sering dapat  menghambat kepribadian seperti rendah diri, tidak percaya diri dan sebagainya.
Perkembangan fisik  yang pesat pada diri remaja selalu diiringi dengan perkembangan psikoseksual, yang meliputi, tanda-tanda pemasakan seksual primer dan sekunder; perbedaan pemasakan seksual pada remaja laki-laki dan perempuan; perbedaan permulaan pemasakan seksual pada remaja laki-laki dan perempuan; perbedaan urutan gejala pemasakan seksual pada remaja laki-laki dan perkembangan percintaan pada remaja. 
Bersamaan dengan kematangan perkembangan fisik juga organ-organ seksual berkembang menjadi masak. Pada masa remaja nampak tanda-tanda perkembangan kematangan seksual primer dan sekunder. Tanda-tanda pemasakan seksual primer adalah pemasakan pada organ tubuh yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan dan proses reproduksi, sedang tanda-tanda pemasakan seksual sekunder, menunjukkan tanda-tanda khas sebagai laki-laki dan sebagai perempuan. 
Perbedaan kriteria pemasakan seksual menunjukkan bahwa pada perempuan nampak lebih jelas dibandingkan dengan laki-laki. Menarche (haid pertama) pada perempuan yang merupakan disposisi untuk konsepsi atau kelahiran, yang dilanjutkann dengan kelahiran bayi jelas dapat diamati. Dibandingkan dengan ejakulasi awal (wet dream)  pada laki-laki nampak kurang jelas. Biasanya hanya diketahui langsung oleh remaja yang bersangkutan, karena jarang mereka menyampaikan kepada orang lain. Tidak seperti pada menarche pada remaja perempuan, dapat diketahui oleh orang lain, misalnya oleh orangtuanya.
Terdapat  perbedaan permulaan pemasakan seksual pada perempuan terjadi 2 tahun lebih awal dibandingkan pada remaja laki-laki. Menarche sebagai tanda pemasakan seksual pada perempuan terjadi pada usia 13 tahun. Hubungan antara percepatan pertumbuhan dengan dimulainya pemasakan seksual dimulai lebih akhir bagi remaja laki-laki. Percepatan pertumbuhan menjadi lebih lambat atau mundur pada waktu terjadi produksi sel telur dan sel-sel jantan lebih besar. Dengan kata lain pada waktu terjadi pemasakan seksual berarti percepatan pertumbuhan menjadi lebih lambat.
Jika dilihat dari perbedaan urutan gejala pemasakan seksual, pada laki-laki dimulai pertumbuhan testis, kemudian mengalami perubahan suara menjadi agak berat dilanjutkan dengan penambahan kekuatan. Sedangkan urutan gejala pemasakan seksual pada perempuan dimulai pada payudara bagian punting susu diikuti jaringan pengikat, kemudian payudara dalam bentuk dewasa. Kelenjar payudara akan mereaksi pada masa terjadinya kehamilan dan reproduksi air susu pada akhir kehamilan.
Seiring dengan kematangan seksual, seorang remaja akan mengalami jatuh cinta didalam masa kehidupannya pada usia belasan tahun. Dalam perkembangan fisik pada usia tersebut telah mencapai kematangan seksual yang mempengaruhi perkembangan sosialnya. Pada masa itu remaja laki-laki mulai tertarik pada lain jenis dan sebaliknya. 
Perkembangan kecerdasan (kognisi) juga mengalami perkembangan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Laju perkembangannya berlangsung sangat pesat mulai usia 3 tahun sampai dengan masa remaja awal.  Dilihat dari implikasi tahapan operasional formal dari Piaget pada remaja, maka individu remaja telah memiliki kemampuan introspeksi (berpikir kritis tentang dirinya), berfikir logis (pertimbangan terhadap hal-hal yang penting dan mengambil kesimpulan), berfikir berdasar hipotesis (adanya pengujian hipotesis), menggunakan simbol-simbol, berfikir yang tidak kaku/fleksibel berdasarkan kepentingan. Sehingga atas dasar tahap perkembangan tersebut maka ciri berfikir remaja adalah idealisme, cenderung pada lingkungan sosialnya, egosentris hipocrsty (hipokrit: kepura-puraan) dan kesadaran diri akan konformis. Jika dilihat dari faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif remaja maka lingkungan sosial, keluarga, kematangan, peran perkembangan kognitif sebelum tahap oprasional, budaya serta institusi sosial, seperti sekolah sangat berpengaruh dalam perkembangan kognitif remaja tersebut.
Pada perkembangan emosi remaja, terjadi ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut masa badai & topan (storm and stress/Heightened Emotionality), yaitu masa yang menggambarkan keadaan emosi remaja yang tidak menentu, tidak stabil dan meledak-ledak. Meningginya emosi terutama karena remaja mendapat tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, karena selama masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Kepekaan emosi yang meningkat sering diujudkan dalam bentuk, remaja lekas marah, suka menyendiri dan adanya kebiasaan nervous, seperti gelisah, cemas dan sentimen, menggigit kuku dan garuk-garuk kepala.
Terjadinya peningkatan kepekaan emosi pada remaja, disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1) Perubahan sistem endokrim menyebabkan perubahan fisik, 2) Faktor nutrisi (ketegangan emosi), 3) Anemia (apatis, disertai kecemasan dan lekas marah), 4) Kurang kalsium(lekas marah, emosi tidak stabil), 5) Adanya cacat tubuh, 6) Hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga, 7) Kurangnya model dalam berperilaku, 8) Faktor sosial, tuntutan masyarakat yang terlalu tinggi, 9) Tidak dapat mencapai cita-cita (frustasi), 10) Penyesuaian terhadap jenis kelamin lain. Seiring dengan kematangan kelenjar kelamin,  perkembangan emosi cinta dalam diri remaja mulai timbul perhatian terhadap lawan jenis, atau sering diistilahkan mulai jatuh cinta.
Pada perkembangan sosial remaja, pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya termasuk pergaulan dengan lawan jenis. Remaja mencari bantuan emosional dalam kelompoknya. Pemuasan intelektual juga didapatkan oleh remaja dalam kelompoknya dengan berdiskusi, berdebat untuk memecahkan masalah. Mengikuti organisasi sosial juga memberikan keuntungan bagi perkembangan sosial remaja, namun demikian agar remaja dapat bergaul dengan baik dalam kelompok sosialnya diperlukan kompetensi sosial yang berupa kemampuan dan ketrampilan berhubungan dengan orang lain. Keberhasilan dalam pergaulan sosial akan menambah rasa percaya diri pada diri remaja dan ditolak oleh kelompok merupakan hukuman yang paling berat bagi remaja. Oleh karena itu setiap remaja akan selalu berusaha untuk diterima oleh kelompoknya. Penerimaan sosial (sosial acceptance) dalam kelompok remaja sangat tergantung pada: a) kesan pertama, b) penampilan yang menarik, c) partisipasii sosial, d) perasaan humor yang dimiliki, e) ketrampilan berbicara dan f) kecerdasan.
Sikap yang sering ditampilkan para remaja dalam kelompok yaitu: kompetisi atau persaingan; konformitas, yaitu selalu ingin sama dengan anggota kelompok yang lain; menarik perhatian dengan cara menonjolkan diri dan menaruh perhatian kepada orang lain; dan menentang otoritas, sering menolak aturan dan campur tangan orang dewasa untuk urusan-urusan pribadinya. Perkembangan pola orientasi sosial pada diri remaja pada umumnya mengikuti suatu pola tertentu, yang meliputi : 
1.    Withdrawal vs. Expansive
     Anak yang tergolong withdrawal adalah anak yang mempunyai kecenderungan menarik diri dalam kehidupan sosial, sehingga dia lebih senang hidup menyendiri. Sebaliknya anak yang expansive suka menjelajah, mudah bergaul dengan orang lain sehingga pergaulannya luas.
2.    Reactive vs aplacidity
Anak yang reactive pada umumnya memiliki kepekaan sosial yang tinggi sehingga mereka banyak kegiatan, sedangkan anak yang aplacidity mempunyai sifat acuh tak acuh bahkan tak peduli terhadap kegiatan sosial. Akibatnya mereka terisolir dalam pergaulan sosial.
3.    Passivity vs Dominant
Anak yang berorientasi passivity sebenarnya banyak mengikuti kegiatan sosial namum mereka cukup puas sebagai anggota kelompok saja, sebaliknyan anak yang dominant mempunyai kecenderungan menguasai dan mempengaruhi teman-temannya sehingga memiliki motivasi yang tinggi untuk menjadi pimpinan. (Bronson).
Orientasi pribadi pada salah satu pola tersebut cenderung diikuti sampai dewasa. Pada usia dewasa, individu telah menyelesaikan perkembangannya secara umum dan siap memikul status dan tanggungjawabnya dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. 
Perkembangan sikap sosial remaja setidaknya ada yang disebut sikap konformitas dan sikap heteroseksual. Sikap konformitas, merupakan sikap ke arah penyamaan kelompok. Konformitas kelompok yang menekan remaja dapat bersifat positif dan dapat negatif. Sikap konformitas yang negatif seperti penggrusakan, mencuri, melakukan yang aneh-anak bila dilihat orangtua atau guru. Tetapi sebagian besar sikap konformitas pada remaja menunjukkan sikap atau perilaku yang positif, misalnya berpakaian seperti teman yang lain, menghabiskan sebagian waktunya dengan anggota lain atau klik yang melibatkan kegiatan-kegiatan sosial yang baik. Selama remaja terutama remaja awal konform pada stándar kelompok (Santrock, 1997).
Terkait dengan sikap konformitas remaja, mereka memiliki tujuan untuk dapat menyatu dengan kelompoknya, remaja dapat mengekspresikan sikap individualnya dan kelompok remaja akan dapat menunjukkan bahwa kelompoknya terpisah dengan kelompok orang dewasa. Bagi pendidikan perlu pemahaman tersebut, sehingga dapat membantu perkembangan mereka sesuai tuntutan atau kebutuhan mereka untuk kehidupan yang akan datang.  
Perkembangan moralitas merupakan suatu hal yang penting bagi perkembangan sosial dan kepribadian seseorang. Perkembangan norma dan moralitas sangat berhubungan dengan kata hati atau hati nurani. Kata hati merupakan suatu sistem norma-norma yang telah terinternalisasi (menjadi milik pribadi) sehingga seseorang akan tetap melakukan norma-norma meskipun tidak ada kontrol dari luar. Sedangkan moralitas merupakan sesuatu yang dianggap baik yang seharusnya dilakukan dan tidak baik atau tidak pantas dilakukan.
Remaja mengadakan penginternalisasi moral yaitu mereka melakukan tingkah laku moral yang dikemudikan oleh tanggung jawab sendiri. Dasarnya moral universal.
Di sekolah, guru Bimbingan dan Konseling memilki peran yang sangat penting dalam perkembangan moral, karena seorang pendidik dapat mengembangkan nilai-nilai moral kepada peserta didiknya, sebagai berikut
1.    Memperkenalkan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat.
2.    Mengembangkan rasa empati peserta didik, supaya mereka lebih memperhatikan orang lain.
3.    Membangkitkan perasaan bersalah
4.    Memperkuat kata hati
5.  Menciptakan komunikasi antara pendidik dengan peserta didik. Di samping itu pendidik memberikan berbagai informasi yang berhubungan dengan moral, memberikan kesempatan kepada peserta didiknya untuk ikut serta dalam pembicaraan pengambilan suatu keputusan dan dalam pengembangan aspek moral
6.  Menciptakan lklim lingkungan yang konduksif. Untuk ini pendidik harus memberi model atau contoh mengenai perilaku yang bermoral. Peserta didik selain mempunyai lingkungan sekolah, juga mempunyai lingkungan keluarga, organisasi dan masyarakat. Maka para orangtua, tokoh masyarakat, pimpinan organisasi  (pramuka, palang merah, karangtaruna, organisasi pemuda lainya) harus memberi contoh mengenai perilaku yang bermoral.

D. Gambaran Kebutuhan Guru BK

Melihat pemaparan diatas, aturan ideal sesuai ketentuan adalah rasio 1:150 (satu guru BK mengasuh 150) masih jauh dari perolehan target yang ingin dicapai, sejak kurikulum KBK hingga sekarang berdasarkan pengalaman dilapangan akan dapat mencapai sasaran maksimal yaitu indek 1:96 dengan kata lain satu guru BK mengampu 3 kelas/rombel. Spesifikasi Guru BK juga perlu diperhatikan yaitu berlatar belakang S1 BK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih