BIMBINGAN DAN KONSELING
JENJANG SMP
A. Latar Belakang
Sejalan dengan arah dan spirit kurikulum 2013, pada saat ini telah terjadi
perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan
yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor,
kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan
bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling),
atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and
Counseling). Layanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada
upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan
masalah-masalah peserta didik. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai
standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut
juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and
counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor
dengan para personal Sekolah/Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah,
guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak terkait
lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan
dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di
Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar
dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Atas dasar itu, maka
implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah Menengah Pertama diorientasikan
kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek
pribadi- sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi
peserta didik sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis,
psikis, sosial, dan spiritual).
Bimbingan dan konseling adalah upaya
pendidikan dan merupakan bagian integral dari pendidikan yang secara sadar
memposisikan kemampuan peserta didik untuk mengeksplorasi, memilih, berjuang
meraih, serta mempertahankan karier itu ditumbuhkan secara isi-mengisi atau
komplementer oleh guru bimbingan dan konseling (BK)/ konselor dan oleh guru
mata pelajaran dalam setting pendidikan khususnya dalam jalur
pendidikan formal, dan sebaliknya tidak merupakan hasil upaya yang dilakukan
sendirian oleh Konselor, atau yang dilakukan sendirian oleh Guru.” (ABKIN:
2007).
Ini berarti
bahwa proses peminatan, yang difasilitasi oleh layanan bimbingan dan konseling,
tidak berakhir pada penetapan pilihan dan keputusan bidang atau rumpun keilmuan
yang dipilih peserta didik di dalam mengembangkan potensinya, yang akan menjadi
dasar bagi perjalanan hidup dan karir selanjutnya, melainkan harus diikuti
dengan layanan pembelajaran yang mendidik, aksesibilitas perkembangan yang luas
dan terdiferensiasi, dan penyiapan lingkungan perkembangan/belajar yang
mendukung. Dalam konteks ini bimbingan dan konseling berperan dan berfungsi,
secara kolaboratif, meliputi
:
1.
Menguatkan Pembelajaran
yang Mendidik
Guru BK hendaknya: (1) memahami kesiapan
belajar peserta didik dan penerapan prinsip bimbingan dan konseling dalam
pembelajaran, (2) melakukan asesmen potensi peserta didik, (3) melakukan
diagnostik kesulitan perkembangan dan
belajar peserta didik, (4) mendorong terjadinya internalisasi nilai sebagai proses individuasi peserta
didik. Perwujudan keempat prinsip
yang disebutkan dapat dikembangkan melalui kolaborasi pembelajaran dengan
bimbingan dan konseling.
2.
Memfasilitasi Advokasi
dan Aksesibilitas
Kurikulum 2013 menghendaki adanya
diversifikasi layanan, jelasnya layanan peminatan. Bimbingan dan konseling
berperan melakukan advokasi, aksesibilitas, dan fasilitasi agar terjadi
diferensiasi dan diversifikasi layanan pendidikan bagi pengembangan pribadi,
sosial, belajar dan karir peserta didik. Untuk itu kolaborasi guru bimbingan
dan konseling/konselor dengan guru mata pelajaran perlu dilaksanakan dalam
bentuk: (1) memahami potensi dan pengembangan kesiapan belajar peserta didik,
(2) merancang ragam program pembelajaran dan
melayani kekhususan kebutuhan peserta didik, serta (3) membimbing perkembangan pribadi, sosial,
belajar dan karir.
3.
Menyelenggarakan Fungsi Outreach
Dalam upaya membangun karakter sebagai suatu
keutuhan perkembangan, sesuai dengan arahan Pasal 4 (3) UU No. 20/2003,
Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran
sebagai proses pemberdayaan dan pembudayaan. Untuk mendukung prinsip dimaksud
bimbingan dan konseling tidak cukup menyelenggarakan fungsi-fungsi inreach tetapi juga melaksanakan fungsi outreach yang berorientasi pada
penguatan daya dukung lingkungan perkembangan sebagai lingkungan belajar. Dalam
konteks ini kolaborasi guru bimbingan dan konseling/konselor dengan guru mata
pelajaran hendaknya terjadi dalam konteks kolaborasi yang lebih luas, antara
lain: (1) kolaborasi dengan orang tua/keluarga, (2) kolaborasi dengan dunia
kerja dan lembaga pendidikan, (3) “intervensi” terhadap institusi terkait
lainnya dengan tujuan membantu perkembangan peserta didik.
B. KARAKTERITISK DAN TUPOKSI GURU BK DI SMP
1.
Pelaksana utama
pelayanan bimbingan dan konseling adalah Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor.
Penyelenggara pelayanan bimbingan dan konseling di SMP//MTs/SMPLB adalah Guru Bimbingan dan Konseling. Setiap SMP/MTs/SMPLB
diangkat koordinator bimbingan
dan konseling yang berlatar belakang Sarjana Pendidikan (S-1) dalam
bidang bimbingan dan konseling
dan telah lulus pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling/konselor.
2.
Pelaksana
Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada SMP/MTs/SMPLB
a. Pada satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB, diangkat sejumlah Guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor dengan beban kerja 150 – 160 peserta didik ekuivalen 24
jam pembelajaran.
b.
Jika diperlukan
Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor yang bertugas di SMP/MTs/ SMPLB tersebut dapat diminta bantuan dan/atau ditugaskan untuk
menangani permasalahan peserta didik SD/MI dalam rangka pelayanan alih tangan
kasus.
3. Dalam
melaksanakan tugas pelayanan bimbingan dan konseling Guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor bekerjasama dengan berbagai pihak di dalam dan
di luar satuan pendidikan untuk suksesnya pelayanan yang dimaksud. Kerjasama
tersebut di atas dalam rangka manajemen bimbingan dan konseling yang menjadi
bagian integral dari manajemen satuan pendidikan secara menyeluruh. Koordinator
BK bertugas mengkoordinir kesuluruhan kegiatan kerjasama. Berbagai pihak yang perlu dilibatkan dalam pelaksanaan
layanan Bimbingan dan Konseling beserta bentuk kerjasama yang dapat dilakukan,
dirangkum dalam matriks berikut:
Pihak-Pihak yang
perlu dilibatkan dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling
No
|
Pihak
|
Bidang Kerjasama/Kewenangan
|
Strategi / Mekanisme
|
1
|
Kepala sekolah dan
Wakil kepala
|
Penanggung jawab,
penyedia fasilitas
|
koordinasi dan
konsultasi
|
2
|
Wali kelas
|
mitra layanan, sumber
data,
|
Koordinasi, konsultasi,
dan kolaborasi
|
3
|
Guru mata pelajaran
|
mitra layanan, sumber
data,
|
Koordinasi, konsultasi,
dan referal
|
4
|
Staf administrasi
|
Administrasi pendataan
|
Penyedia data dan sarana
|
5
|
Pengawas BK
|
Supervisi dan konsultan
|
konsultasi
|
6
|
Orang tua
|
sumber data, mitra layanan
|
Kunjungan rumah , Konsultasi, kolaborasi
|
7.
|
Komite Sekolah
|
Mitra layanan, sumber data
|
Kolaborasi dan konsultasi
|
8
|
Penyedia layanan
psikologi: psikolog,
|
Pengukuran psikologis,
Diagnosis dan penanganan problem psikologis,
Nara sumber
|
referal
narasumber
Kolaborasi
|
9
|
Psikiater
|
Pemberian psikoterapi
|
Referral
|
10
|
Pusat
krisis (crisis center)
|
Penanganan
problem pasca krisis
|
Pendampingan
Kolaborasi
narasumber
|
11
|
Penyedia layanan
kesehatan: RS/Puskesmas/ dokter
|
Penyedia data rekam medis, pemberi layanan medis
|
Referral
narasumber
Kolaborasi
|
12
|
Pihak keamanan: polisi,
polantas
|
Penanganan problem perilaku criminal,
Penegakan Hukum
|
Kolaborasi
narasumber
referral
|
13
|
Badan Narkotika
Nasional/ Daerah
|
Penanganan kasus narkoba
|
narasumber
Kolaborasi
Referral
|
14
|
Pusat
Layanan Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi
|
Pengukuran psikologis,
Diagnosis dan penangan problem psikologis,
Narasumber
|
Kolaborasi
referal
konsultasi
|
15
|
Dunia kerja
|
Penyedia informasi kerja
|
Narasumber
Kunjungan lapangan
Kolaborasi
|
16
|
Lembaga
pemerhati masalah anak dan sosial
|
Mitra
layanan
|
Narasumber
Kolaborasi
|
C.KARAKTERITIK PESERTA DIDIK DAN ARAH KINERJA GURU BIMBINGAN
DAN KONSELING
Peserta
didik SMP/MTs/SMPLB berada pada tahap perkembangan usia masa remaja yang pada
umumnya berusia antara 12/13 sampai 15 tahun.
Masa remaja
merupakan salah satu fase dalam rentang perkembangan manusia yang
terentang sejak anak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia (life span
development).
Secara psikologis peserta didik SMP/MTs/SMPLB tengah memasuki masa pubertas, yakni suatu masa ketika
individu mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju masa remaja (adolescence).
Adolescence
berarti tumbuh untuk masak, menjadi dewasa.
Adolecen maupun remaja menggambarkan seluruh perkembangan remaja
baik perkembangan psikis, fisik, intelektual, emosi dan sosial.
Istilah lain untuk menunjukkan pengertian remaja
yaitu pubertas. Pubertas yaitu yang
merupakan tanda kelamin sekunder yang menekankan pada perkembangan seksual.
Dengan kata lain pubertas lebih menunjukkan remaja pada hubungannya dengan
perkembangan bioseksualnya.
Masa remaja ditinjau dari rentang kehidupan manusia
merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Sifat-sifat
remaja sebagaian sudah tidak menunjukkan sifat-sifat masa kanak-kanaknya,
tetapi juga belum menunjukkan sifat-sifat sebagai orang dewasa.
Peserta
didik SMP/MTs/SMPLB tengah
memasuki masa remaja awal salah satunya bahwa masa-masa tersebut merupakan masa
yang sulit dalam perkembangan kehidupan manusia. Pada masa puber individu
mengalami ambivalensi kemerdekaan. Pada satu sisi individu menunjukkan
ketergantungan pada orang tua atau orang dewasa, sedangkan pada sisi lain
individu menginginkan pengakuan dirinya sebagai individu yang mandiri.
Peserta
didik SMP/MTs/SMPLB pada masa ini
memiliki ciri-ciri sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif.
Indikator individu yang kreatif antara lain
memiliki rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, imajinasi yang
tinggi, minat yang luas, tidak takut salah, berani menghadapi risiko, bebas
dalam berpikir, senang akan hal-hal yang baru, dan sebagainya.
Perkembangan fisik dan psikoseksual masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik. Pertumbuhan
perkembangan fisik pada akhir masa remaja menunjukkan terbentuknya remaja
laki-laki sebagai bentuk khas laki-laki dan remaja perempuan menjadi bentuk
khas perempuan. Proses pertumbuhan ini dipengaruhi percepatan pertumbuhan,
sehingga pada masa ini sering ada beberapa istilah untuk pertumbuhan fisik
remaja:The Onset of pubertal growth spurt (masa kritis dari perkembangan biologis) serta The maximum growth age, berupa:
perubahan bentuk tubuh, ukuran, tinggi dan berat badan, proporsi muka dan
badan.
Pertumbuhan berat badan
dan panjang badan berjalan paralel
dipengaruhi oleh hormon yaitu hormon
mammotropik, serta hormon
gonadotropik (kelenjar seks), yang mempengaruhi peningkatan kegiatan
pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer dan sekunder. Pertumbuhan
pada laki-laki bertambah berat karena kuatnya urat daging dan wanita karena
jaringan pengikat dibawah kulit terutama pada paha, lengan dan dada. Percepatan
pertumbuhan pada wanita berakhir pada usia 13 tahun dan pada laki-laki pada
usia 15 tahun.
Adanya percepatan
pertumbuhan pada remaja berimplikasi pada perkembangan psikososial mereka yang
ditandai dengan kedekatan remaja pada teman sebayanya (peer group) dari
pada orangtua atau keluarga. Disamping itu juga remaja pada waktu itu
diharapkan dapat memenuhi tanggungjawab sebagai orang dewasa. Namun karena
belum memiliki pengalaman sebagai orang dewasa, sehingga sering mengalami
kegagalan, hal ini dapat menimbulkan masalah dalam bentuk frustasi dan konflik.
Pada masa ini remaja juga sering mengalami
kegusaran hati yang paling dalam karena perhatian yang besar pada diri terutama
kalau ada penyimpangan. Bagi remaja yang
mengalami pertumbuhan yang cacat sering dapat
menghambat kepribadian seperti rendah diri, tidak percaya diri dan
sebagainya.
Perkembangan fisik
yang pesat pada diri remaja selalu diiringi dengan perkembangan
psikoseksual, yang meliputi, tanda-tanda pemasakan seksual primer dan sekunder;
perbedaan pemasakan seksual pada remaja laki-laki dan perempuan; perbedaan
permulaan pemasakan seksual pada remaja laki-laki dan perempuan; perbedaan
urutan gejala pemasakan seksual pada remaja laki-laki dan perkembangan
percintaan pada remaja.
Bersamaan dengan kematangan perkembangan fisik juga
organ-organ seksual berkembang menjadi masak. Pada masa remaja nampak
tanda-tanda perkembangan kematangan seksual primer dan sekunder. Tanda-tanda
pemasakan seksual primer adalah pemasakan pada organ tubuh yang langsung
berhubungan dengan pertumbuhan dan proses reproduksi, sedang tanda-tanda
pemasakan seksual sekunder, menunjukkan tanda-tanda khas sebagai laki-laki dan
sebagai perempuan.
Perbedaan kriteria pemasakan seksual menunjukkan
bahwa pada perempuan nampak lebih jelas dibandingkan dengan laki-laki. Menarche (haid pertama) pada perempuan
yang merupakan disposisi untuk konsepsi atau kelahiran, yang dilanjutkann
dengan kelahiran bayi jelas dapat diamati. Dibandingkan dengan ejakulasi awal (wet
dream) pada laki-laki nampak kurang
jelas. Biasanya hanya diketahui langsung oleh remaja yang bersangkutan, karena
jarang mereka menyampaikan kepada orang lain. Tidak seperti pada menarche pada remaja perempuan, dapat
diketahui oleh orang lain, misalnya oleh orangtuanya.
Terdapat
perbedaan permulaan pemasakan seksual pada perempuan terjadi 2 tahun
lebih awal dibandingkan pada remaja laki-laki. Menarche sebagai tanda pemasakan seksual pada perempuan terjadi
pada usia 13 tahun. Hubungan antara percepatan pertumbuhan dengan dimulainya
pemasakan seksual dimulai lebih akhir bagi remaja laki-laki. Percepatan
pertumbuhan menjadi lebih lambat atau mundur pada waktu terjadi produksi sel
telur dan sel-sel jantan lebih besar. Dengan kata lain pada waktu terjadi
pemasakan seksual berarti percepatan pertumbuhan menjadi lebih lambat.
Jika dilihat dari perbedaan urutan gejala pemasakan
seksual, pada laki-laki dimulai pertumbuhan testis, kemudian mengalami
perubahan suara menjadi agak berat dilanjutkan dengan penambahan kekuatan.
Sedangkan urutan gejala pemasakan seksual pada perempuan dimulai pada payudara
bagian punting susu diikuti jaringan pengikat, kemudian payudara dalam bentuk
dewasa. Kelenjar payudara akan mereaksi pada masa terjadinya kehamilan dan
reproduksi air susu pada akhir kehamilan.
Seiring dengan kematangan seksual, seorang remaja
akan mengalami jatuh cinta didalam masa kehidupannya pada usia belasan tahun.
Dalam perkembangan fisik pada usia tersebut telah mencapai kematangan seksual
yang mempengaruhi perkembangan sosialnya. Pada masa itu remaja laki-laki mulai
tertarik pada lain jenis dan sebaliknya.
Perkembangan kecerdasan (kognisi) juga mengalami
perkembangan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Laju
perkembangannya berlangsung sangat pesat mulai usia 3 tahun sampai dengan masa
remaja awal. Dilihat dari implikasi
tahapan operasional formal dari Piaget pada remaja, maka individu remaja telah
memiliki kemampuan introspeksi (berpikir kritis tentang dirinya), berfikir
logis (pertimbangan terhadap hal-hal yang penting dan mengambil kesimpulan),
berfikir berdasar hipotesis (adanya pengujian hipotesis), menggunakan
simbol-simbol, berfikir yang tidak kaku/fleksibel berdasarkan kepentingan.
Sehingga atas dasar tahap perkembangan tersebut maka ciri berfikir remaja
adalah idealisme, cenderung pada lingkungan sosialnya, egosentris hipocrsty
(hipokrit: kepura-puraan) dan
kesadaran diri akan konformis. Jika dilihat dari faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif remaja maka lingkungan sosial, keluarga, kematangan,
peran perkembangan kognitif sebelum tahap oprasional, budaya serta institusi
sosial, seperti sekolah sangat berpengaruh dalam perkembangan kognitif remaja
tersebut.
Pada perkembangan emosi remaja, terjadi
ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut masa badai &
topan (storm and stress/Heightened
Emotionality), yaitu masa yang menggambarkan keadaan emosi remaja yang
tidak menentu, tidak stabil dan meledak-ledak. Meningginya emosi terutama
karena remaja mendapat tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, karena
selama masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi
keadaan-keadaan itu. Kepekaan emosi yang meningkat sering diujudkan dalam
bentuk, remaja lekas marah, suka menyendiri dan adanya kebiasaan nervous, seperti gelisah, cemas dan
sentimen, menggigit kuku dan garuk-garuk kepala.
Terjadinya peningkatan kepekaan emosi pada remaja,
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1) Perubahan sistem endokrim menyebabkan perubahan fisik, 2) Faktor
nutrisi (ketegangan emosi), 3) Anemia (apatis, disertai kecemasan dan lekas
marah), 4) Kurang kalsium(lekas marah, emosi tidak stabil), 5) Adanya cacat
tubuh, 6) Hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga, 7) Kurangnya model dalam
berperilaku, 8) Faktor sosial, tuntutan masyarakat yang terlalu tinggi, 9)
Tidak dapat mencapai cita-cita (frustasi), 10) Penyesuaian terhadap jenis
kelamin lain. Seiring dengan kematangan kelenjar kelamin, perkembangan emosi cinta dalam diri remaja
mulai timbul perhatian terhadap lawan jenis, atau sering diistilahkan mulai
jatuh cinta.
Pada perkembangan
sosial remaja, pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya
bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya termasuk
pergaulan dengan lawan jenis. Remaja mencari bantuan emosional dalam kelompoknya.
Pemuasan intelektual juga didapatkan oleh remaja dalam kelompoknya dengan
berdiskusi, berdebat untuk memecahkan masalah. Mengikuti organisasi sosial juga
memberikan keuntungan bagi perkembangan sosial remaja, namun demikian agar
remaja dapat bergaul dengan baik dalam kelompok sosialnya diperlukan kompetensi
sosial yang berupa kemampuan dan ketrampilan berhubungan dengan orang lain.
Keberhasilan dalam pergaulan sosial akan menambah rasa percaya diri pada diri
remaja dan ditolak oleh kelompok merupakan hukuman yang paling berat bagi
remaja. Oleh karena itu setiap remaja akan selalu berusaha untuk diterima oleh
kelompoknya. Penerimaan sosial (sosial acceptance) dalam kelompok remaja
sangat tergantung pada: a) kesan pertama, b) penampilan yang menarik, c)
partisipasii sosial, d) perasaan humor yang dimiliki, e) ketrampilan berbicara
dan f) kecerdasan.
Sikap yang sering ditampilkan para remaja dalam
kelompok yaitu: kompetisi atau persaingan; konformitas, yaitu selalu ingin sama
dengan anggota kelompok yang lain; menarik perhatian dengan cara menonjolkan
diri dan menaruh perhatian kepada orang lain; dan menentang otoritas, sering
menolak aturan dan campur tangan orang dewasa untuk urusan-urusan pribadinya.
Perkembangan pola orientasi sosial pada diri remaja pada umumnya mengikuti
suatu pola tertentu, yang meliputi :
1. Withdrawal vs. Expansive
Anak yang
tergolong withdrawal adalah anak yang mempunyai kecenderungan menarik diri
dalam kehidupan sosial, sehingga dia lebih senang hidup menyendiri. Sebaliknya
anak yang expansive suka menjelajah, mudah bergaul dengan orang lain
sehingga pergaulannya luas.
2. Reactive vs aplacidity
Anak yang reactive pada umumnya memiliki kepekaan sosial yang tinggi
sehingga mereka banyak kegiatan, sedangkan anak yang aplacidity mempunyai sifat
acuh tak acuh bahkan tak peduli terhadap kegiatan sosial. Akibatnya mereka terisolir
dalam pergaulan sosial.
3. Passivity vs Dominant
Anak yang berorientasi passivity sebenarnya banyak mengikuti
kegiatan sosial namum mereka cukup puas sebagai anggota kelompok saja,
sebaliknyan anak yang dominant mempunyai kecenderungan menguasai dan mempengaruhi
teman-temannya sehingga memiliki motivasi yang tinggi untuk menjadi pimpinan.
(Bronson).
Orientasi pribadi pada salah satu pola tersebut
cenderung diikuti sampai dewasa. Pada usia dewasa, individu telah menyelesaikan
perkembangannya secara umum dan siap memikul status dan tanggungjawabnya dalam
masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.
Perkembangan sikap sosial remaja setidaknya ada
yang disebut sikap konformitas dan sikap heteroseksual. Sikap konformitas,
merupakan sikap ke arah penyamaan kelompok. Konformitas kelompok yang menekan
remaja dapat bersifat positif dan dapat negatif. Sikap konformitas yang negatif
seperti penggrusakan, mencuri, melakukan yang aneh-anak bila dilihat orangtua
atau guru. Tetapi sebagian besar sikap konformitas pada remaja menunjukkan
sikap atau perilaku yang positif, misalnya berpakaian seperti teman yang lain,
menghabiskan sebagian waktunya dengan anggota lain atau klik yang melibatkan
kegiatan-kegiatan sosial yang baik. Selama remaja terutama remaja awal konform
pada stándar kelompok (Santrock, 1997).
Terkait dengan sikap konformitas remaja, mereka
memiliki tujuan untuk dapat menyatu dengan kelompoknya, remaja dapat
mengekspresikan sikap individualnya dan kelompok remaja akan dapat menunjukkan
bahwa kelompoknya terpisah dengan kelompok orang dewasa. Bagi pendidikan perlu
pemahaman tersebut, sehingga dapat membantu perkembangan mereka sesuai tuntutan
atau kebutuhan mereka untuk kehidupan yang akan datang.
Perkembangan moralitas merupakan suatu hal yang
penting bagi perkembangan sosial dan kepribadian seseorang. Perkembangan norma
dan moralitas sangat berhubungan dengan kata hati atau hati nurani. Kata hati
merupakan suatu sistem norma-norma yang telah terinternalisasi (menjadi milik
pribadi) sehingga seseorang akan tetap melakukan norma-norma meskipun tidak ada
kontrol dari luar. Sedangkan moralitas merupakan sesuatu yang dianggap baik
yang seharusnya dilakukan dan tidak baik atau tidak pantas dilakukan.
Remaja mengadakan penginternalisasi moral yaitu
mereka melakukan tingkah laku moral yang dikemudikan oleh tanggung jawab
sendiri. Dasarnya moral universal.
Di sekolah, guru Bimbingan dan Konseling memilki
peran yang sangat penting dalam perkembangan moral, karena seorang pendidik
dapat mengembangkan nilai-nilai moral kepada peserta didiknya, sebagai berikut
1. Memperkenalkan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat.
2. Mengembangkan rasa empati peserta didik, supaya mereka lebih
memperhatikan orang lain.
3. Membangkitkan perasaan bersalah
4. Memperkuat kata hati
5. Menciptakan komunikasi antara pendidik dengan peserta didik. Di samping
itu pendidik memberikan berbagai informasi yang berhubungan dengan moral,
memberikan kesempatan kepada peserta didiknya untuk ikut serta dalam
pembicaraan pengambilan suatu keputusan dan dalam pengembangan aspek moral
6. Menciptakan lklim lingkungan yang konduksif. Untuk ini pendidik harus
memberi model atau contoh mengenai perilaku yang bermoral. Peserta didik selain
mempunyai lingkungan sekolah, juga mempunyai lingkungan keluarga, organisasi
dan masyarakat. Maka para orangtua, tokoh masyarakat, pimpinan organisasi (pramuka, palang merah, karangtaruna,
organisasi pemuda lainya) harus memberi contoh mengenai perilaku yang bermoral.
D. Gambaran Kebutuhan Guru BK
Melihat pemaparan diatas, aturan ideal
sesuai ketentuan adalah rasio 1:150 (satu guru BK mengasuh 150) masih jauh dari
perolehan target yang ingin dicapai, sejak kurikulum KBK hingga sekarang
berdasarkan pengalaman dilapangan akan dapat mencapai sasaran maksimal yaitu
indek 1:96 dengan kata lain satu guru BK mengampu 3 kelas/rombel. Spesifikasi
Guru BK juga perlu diperhatikan yaitu berlatar belakang S1 BK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih