Kamis, 06 Juni 2019

Strategi Penanganan Bimbingan dan Konseling Siswa Teridentifikasi Kecenderungan LGBT



Dwi Atmaja, S.Pd, M.Psi
Ketua Bidang BK APKS PGRI Prov Jawa Timur

Tulisan ini bermula di ambil dari permintaan untuk mengupload kembali tautan para sukerelawan hipnoterapi yang mengadakan "Gerakan Peduli Kesembuhan LGBT" sebagai wujud kepedulian kami terhadap kemanusiaan, secara serentak seluruh Indonesia, dalam diskusi Forum Rembuk BK.
Profesor Sunaryo  menyampaikan respon terhadap usaha para sukarelawan tersebut,  sebagai gagasan dan langkah  kmanusiaan  yang luar biasa. Sekedar saran sebutan LGBT kita sebut saja penyimpangan perilaku seksual. Makin sebutan LBGT diangkat terus dan semakin banyak orang yang menyebut sebutan itu secara  sosiopsikologis komunitas ini semakin terasa terakui eksistensinya. Ini bukan sekedar penyakit sosial tapi sebuah moment  kampanye  "jati diri" untuk mmperjuangkan pengakuan.

Dirasakan memang benar yang disampaikan oleh beliau,  kampanye LGBT sangat gencar di tiap media, secara hukum alam semaikin di kenal maka akan semakin di sayang, sungguh mengerikan hal ini terjadi. Bisa jadi Indonesia akan menyusul negara Amerika serikat. Pendapat Prof Sunaryo, juga dukung oleh Kaprodi BK Universitas Darul Ulum, Hasby (2016) Dengan kita membincangkan LGBT maka komunitas tersebut semakin percaya diri dengan keberadaannya. Dan merasa hal itu sudah diakui, saya setuju dengan Prof. Sunaryo agar sebutan LGBT penyimpangan perilaku seksual.
 Mengulang totonan diskusi di ILC, Ketika saya mengikuti acara yang dipandu oleh Karni Ilyas di TV swasta. Saya setuju pendapat  salah seorang jurnalis muda perempuan, yang pada intinya tidak turut sebarkan di media.  Dan saya mencoba mengambil sikap ,dengan tidak mengatakannya .seperti yang baru saja saya kirim ke forum.

Paparan Prof Sunaryo lebih lanjut dalam diskusi mengupas lebih jauh terkait penyimpangan seksual ini,  Ke empat predikat itu Lesbi, Gay,  Bisexual  dan Transgender,  dulu terpisah-pisah. Sekarang mereka satukan dalam satu sebutan dan dipandang perilaku normal. Kalaupun ada upaya peneymbuhan, mereka tidak merasa dan menganggap dirinya sakit/ menyimpang. Oleh karena sebutan yg  pas  antara lain  penyimpangan prilaku seksual , jelas-jelas  menyimpang  dan sakit.


Diskusi bersambung, ada warga forum yang menyatakan setuju  dengan pendapat Prof Sunaryo, memang  dia (pelaku penyimpangan seksual) sakit, bisa juga sakitnya karena lingkungan dan juga bisa karena hereditas, dibawa dari lahir karena gen, kelainan hormon. Sempat di ekspos juga terkait penanganan konseli yang mengalami kelainan ini.
“Beberapa bulan yang lalu saya menerima layanan konseling,  konseli yang transgender, dari permasalahan konseli saya, dia mengalami masalah itu karena dia tidak percaya diri dengan kelaki-lakiannya dan dia ingin jadi laki-laki macho akhirnya dia amat sering melihat dan membeli majalah-majalah laki-laki macho agar biar jadi macho, semakin dia melihat hal itu dia muncul rasa ketertarikan dengan dengan laki-laki. Dan sudah punya pacar laki-laki, Alhamdulillah berkat ridho Allah. Saya menangani dengan konseling  kognitif  behavior, permasalahannya sudah terentaskan”. Sehingga selain faktor lingkungan dan Genetika ternyata ada faktor kognitif juga sahut konselor tersebut.

Profesor  Sunaryo, mengatakan mereka harus dibantu untuk meluruskan perilaku mnyimpang itu. Himbauan tersebut diharapkan, peran konselor sekolah harus pro aktif untuk memberikan layanan preventifnya sebelum terjadi penyimpangan. Semakin menghangatkan diskusi,  bila penyebab atau latar belakang penyimpangan  dari genitika sangat sulit sembuh, apa kita tidak bisa menerima beliau yang mempunyai kekurangan demikian?
Satu pertanyaan belum terjawab, kemudian disusul penyebab yang lain menurutnya justru lebih dominan, yaitu faktor komunitas dari pergaulan bisa berpengaruh besar. Saya sekarang  menangani konseli  yang  lesbian, namun belum selesai proses konselingnya. Masih dalam tahap assesmen. Dari hasil assesment saya simpulkan bahwa komunitas si anak adalah lesbian. Terhadap respon warga forum, Indriani (warga forum) masih mencoba mengejar dengan mengaitkan pertanyaan di awal, maaf bila lesbi pasti satu ada yang tertular dan satu memang dari lahir. Yang dari lahir sulit untuk di sembuhkan, tetapi  yang tertular mungkin bisa dengan  terapi yang bagus, dengan  terapi moral dan keagamaan. Baiklah ada yang menarik dalam hal ini “terapi bernafas agama dukungan agama sebagai wakil dari moral”.

Menjawab pertanyaan memang tidak mudah, alhamdulillah ada warga forum yang mencoba membagikan prinsip penyembuhan  dari Prof Lubis, Understanding that Heals (mengerti yang menyembuhkan).  Prof lubis itu psikiater nomor wahid, namun dia tidak mengutamakan obat-obatan untuk menyelesaikan masalah kliennya. Mengelitik sekali sehingga saya pribadi jadi tertarik untuk bertanya, memang ada terapi obat untuk penyimpangan seksual ini? Bahkan kenyataaan sebaliknya malah banyak yang menyalahgunakan klinis, merubah jati dirinya  seperti  penyuntikan  hormon.
Kata Frued tujuan terapi adalah to make the unconscious, conscious.  Jadi tindakan mengerti sesungguhnya  identik  dengan  tindakan  menyadari.  Maka tujuan terapi adalah menjadikan yang tidak mengerti, dimengerti. Jadi  teringat buku  Prof Ayub, penanganan dapat melalui terapi supportive, insight oriented, behaviour therapy. 

Bagaimana mengetahui itu  tertular dan dari lahir, pertanyaan ini membuka hal baru dalam diskusi, benarkah ada sebab kelainan genitika yang melatar-belakangi (bawaan dari lahir). “Dari fisik yang nampak ada kelainan yang menggoda itu dari lahir yang di goda itu yang tertular”, uraian  jawaban singkat dalam forum. Opini lain dalam diskusi mengatakan pendapat agak berbeda terkait penyebab LGBT,  Bukan turunan tapi kelainan gen. Bisa karena  gangguan pada  saat dikandung, ibu kena virus atau penyakit tertentu atau kecelakaan yang mengganggu perkembangan janin.  Unik saat terjadi perdebatan kedua argument diatas, ada opsi penambahan dan menyangkal kedua opini sebelumnya, selama melusuri  beberapa tahun belakangan, saya belum menemukan dasar / penelitian yang valid terhadap hal tersebut. saya belum menemukan referensi  dari  gen, atau kelainan janin. dari pengalaman tampaknya pengaruh lingkungan sosial dan keluarga lebih dominan.
 LGBT itu hanyalah spektrum gender dan orientasi seksual.  LGBT bukan hanya terjadi pada manusia saja tetapi pada hewan  seperti  lumba-lumba, simpanse, anjing, kucing, dan hewan-hewan lain yang memiliki syaraf otak yang kompleks. Mulai membahas kedaerahan, dan contoh khas nusantara, warga forum memaparkan pada suku Bugis di Sulawesi Selatan, terdapat setidaknya empat identitas gender yang diakui ditambah identitas kelima yaitu ‘para-gender’.  Selain laki-laki (oroane) dan perempuan (makunrai)  (kategori yang mirip dengan yang terdapat di Australia),  ada pulacalalai* secara biologis ia adalah perempuan yang  mengambil  banyak peran dan  fungsi  yang diharapkan dari laki-laki; calabai secara biologis ia adalah laki-laki yang dalam banyak hal mematuhi harapan wanita, dan Bissu.  Bissu adalah pendeta di tengah suku Bugis di Sulawesi Selatan. Bissu digambarkan sebagai sosok berkelamin  ganda yang membawa unsur perempuan dan laki-laki
Sikap kalau dia setuju dengan perilaku menyimpang maka akan lanjut, misal diwujudkan dalam perilaku menyukai sesama jenis, perilaku tersebut berulang terus sampai menjadi kebiasaan jadilah sifat. Jika dia mengambil sikap tidak setuju, akan diikuti perilaku untuk mencari kesembuhan.

Profesor  Furqon dalam diskusi ternyata berkenan hadir, beliau mengkutip teori terkait penyimpangan seksual ini (harap ditelaah baik-baik).   Dalam sebuah pemberitaan yang dilansir BBC Indonesia  berdasarkan narasumber seorang ahli bedah saraf  Indonesia Dr Roslan Yusni  Hassan (Ryu Hassan) mengatakan bahwa  lesbian, gay,  biseksual, dan  transgender (LGBT) itu bukanlah sebuah  penyakit.  Orientasi seks  terhadap  sesama  jenis  adalah sebuah perbedaan biasa di dalam hidup.
Hal ini disebabkan  karena  para  LGBT  mempunyai  struktur otak yang berbeda  dari orang  yang non homoseksual.  Tidak  ada yang  bisa "mengotak-atik" struktur otak. Dengan kata lain,  jika struktur  otak  LGBT  berbeda  dengan  yang  non-LGBT  maka  hal ini adalah sesuatu  yang  natural dan  alamiah. Karena, itulah yang sudah didesain oleh "pabrik" otaknya (baik  dalam segi  struktur maupun  fungsi). Terimalah LGBT untuk menjadi  dirinya sendiri,  begitu  pernyataan  Ryu Hassan.

Orang awam yang tidak pernah mempelajari otak atau bahkan tidak pernah melihat langsung otak manusia  seperti  apa, sebaiknya  tidak  menerima  informasi  tersebut  tanpa  sebuah  filter. Karena, filter yang terbaik itu adalah ilmu.

William James, seorang  psikolog  Amerika, adalah orang yang pertama kali mencetuskan ide bahwa otak itu bisa mengorganisasikan  (mengubah)  dirinya sendiri. Hal  itu  dikenal  untuk  hari ini dalam ilmu yang mempelajari  otak  (neuroscience) dengan istilah neuroplasticity, istilah yang pertama kali dikenalkan oleh Jerzy Konorski, seorang  neuroscientist asal Polandia  pada  1948.
Neuroplasticity  mendobrak  kebuntuan  pemikiran dunia kedokteran yang  terkungkung  dalam konsep  yang  salah tentang otak selama tiga abad; otak manusia berhenti berkembang pada umur tertentu.  Penemuan  konsep  ini  menyatakan, otak manusia berubah-ubah,  baik  struktur maupun fungsinya  sampai  kapan  pun bergantung  pada pengalaman yang dilakukan. Pengalaman ini meliputi lingkungan, perilaku, pemikiran, persepsi, perasaan, emosi, bahkan kebiasaan berimajinasi sekali pun.
Otak tak ubahnya seperti plastik yang bisa berubah bentuk dan sangat fleksibel. Lalu, apa yang menyebabkan perubahan tersebut?  Jawabannya  adalah  perilaku  dan  pengalaman yang kita buat.
Donald Hebb, psikolog  asal Kanada, mengemukakan  ungkapan  yang  terkenal, "Neurons fire together, wire together" (Saraf  yang  aktif bersamaan  akan membentuk  jaringan secara bersamaan pula).  Pemikiran, perasaan, orientasi seksual, persepsi, termasuk sensasi fisik yang dibayangkan, mengaktifkan ribuan saraf secara bersamaan. Ketika sebuah pemikiran ataupun perasaan tersebut  diulang terus-menerus, ribuan saraf tersebut akan membentuk  dan menguatkan  jaringan  sistem  saraf yang unik  untuk  pemikiran atau perasaan  tersebut.

Adanya  konsep  neuroplasticity ini  menyampaikan bahwa perbedaan struktur otak  tidak serta-merta menyebabkan  seseorang  mempunyai  orientasi  seksual  LGBT. Akan tetapi, kebiasaan, pengalaman, dan gaya hidup yang dibangunlah yang bisa mengubah struktur dan fungsi otak, sehingga  menghasilkan orientasi dan perasaan intim terhadap sesama  jenis.
Menyatakan dengan serta-merta bahwa LGBT disebabkan karena adanya faktor perbedaan dari struktur otak sangatlah naif dan hal itu tidak berdasarkan pemikiran yang  mendalam dan komprehensif  dengan  mempertimbangkan penelitian yang mutakhir. Untuk  bisa menyatakan sebab-akibat, harus melakukan serangkaian penelitian eksperimen yang sudah teruji, baik dari segi validitas maupun reliabilitasnya.
Cara kerja sistem saraf amatlah rumit. Perbedaan  struktur  maupun  fungsi otak bisa berubah karena adanya sebuah  pengalaman yang terus-menerus  dilakukan.  Adanya perbedaan  struktur dan fungsi otak para LGBT bisa disebabkan karena lingkungan dan kebiasaan yang mereka lakukan. Sebagai contoh, di mana dan dengan siapa mereka bergaul, mendiskusikan  tentang seks, mempunyai  pengalaman  yang pahit  karena  dikecewakan  oleh lawan jenis dan kebiasaan berimajinasi  dalam  keintiman dengan  sesama jenis.

Gerakan LGBT

Banyak publik tidak mengetahui bahwa gerakan LGBT untuk bisa diterima di masyarakat luas sudah dimulai sejak 1960-an. Memang benar, homoseksual  tidak  lagi dicantumkan sebagai penyakit mental  di dalam  Diagnostic  and  Statistical Manual  of Mental  Disorders (DSM-II) pada 1973.
DSM adalah kitab sucinya para psikolog dan psikiater di seluruh dunia untuk menentukan kategorisasi penyakit-penyakit mental. DSM selalu direvisi tiap beberapa tahun berdasarkan hasil penelitian yang valid. Pencabutan homoseksual dari DSM  pada 1973 yang berdampak pada pandangan  bahwa  homoseksual  bukan  lagi sebagai  penyakit  jiwa, dilakukan bukan berdasarkan hasil penelitian.
Namun, berdasarkan adanya desakan politik dan demonstrasi besar-besaran. Gerakan ini merupakan rentetan dari pergerakan hak kebebasan warga Amerika kulit hitam pada 1950-an. Persamaan  hak warga Amerika  kulit hitam ini  juga berimbas  pada munculnya gerakan feminis dan juga  aktivis gay  yang  mencapai  puncaknya di Amerika pada 1970-an. Jika merujuk pada kacamata saintifik, pembenaran bahwa homoseksual bukan penyakit mental bukanlah berdasarkan fakta dan data, melainkan lebih berdasarkan gerakan politik.
Penelitian  pertama kali  tentang  LGBT,  menurut  kacamata neuroscience, adalah dengan membandingkan volume  (ukuran) otak orang normal dan homoseksual yang sudah meninggal. Hasil penelitian itu menunjukkan adanya perbedaan antara ukuran otak orang non homoseksual dan homoseksual.  Hasil penelitian ini dipublikasikan secara masif di berbagai media Barat pada saat itu.
Salah satu prinsip riset adalah harus bisa diuji ulang kembali. Ketika penelitian itu ditelaah kembali, ditemukan ada tahapan awal yang tidak sama sebelum melakukan pembandingan.
Untuk  sampel  yang homoseksual,  ditemukan bahwa ia telah mengidap  HIV dalam kurun waktu cukup lama sebelum meninggal. Dengan tidak adanya sistem pertahanan (immune system) di dalam tubuh akibat serangan virus HIV maka otaknya terinfeksi virus lain yang menyebabkan mengecilnya ukuran otak orang tersebut.

Volume otak

Jadi, perbedaan volume otak itu  bukan menjadi penyebab mempunyai orientasi homoseksual, melainkan disebabkan adanya faktor eksternal. Amat disayangkan hasil penelitian yang kedua ini tidak pernah terungkap ke publik karena dapat mengancam pergerakan LGBT.
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa virus HIV pertama kali ditemukan pada pasangan gay yang melakukan hubungan seks melalui anus (rectum). Rectum merupakan tempat "pembuangan" terakhir (buang air besar) yang sangat kotor dan mengandung banyak bakteri.
Adanya  cairan sperma  di dalam rectum dan  bercampur  dengan bakteri  yang kotor menyebabkan awal  mula  virus HIV. Namun, berbagai kalangan mengatakan, virus HIV ini berasal karena adanya hubungan seks antara orang Afrika dan monyet.
Tentunya, hal ini tak berdasar dan mencoba untuk mengalihkan isu agar homoseksual  tidak dianggap  sebagai  sumber  kedatangan  virus  HIV. Penyebaran HIV begitu cepat dan berimbas tidak hanya di kalangan kaum LGBT, tapi juga memakan korban ribuan bayi tak berdosa yang baru terlahir.
Mereka tertular HIV sejak masih di dalam rahim sang ibu. Pembenaran akan LGBT melalui sudut pandang neuroscience akan berdampak pada masalah lain yang lebih kompleks.

Mungkin, keluarga kita akan menjadi korban pada kemudian hari, berawal dari pembenaran bahwa struktur dan fungsi otak LGBT itu alamiah. Selamatkan anak cucu kita dengan memberikan ruang lebih bagi keluarga heteroseksual, bukan keluarga homoseksual.
Saya mengimbau para ilmuwan dan ahli di bidang masing-masing di negeri ini, seperti dokter ahli (bedah) saraf, psikolog, psikiater, sosiolog, ahli hukum, dan lainnya. Gunakanlah ilmu Anda untuk kemaslahatan hidup orang banyak.
Berikan  informasi  yang  benar pada publik yang tidak pernah bersentuhan secara mendalam dengan dunia medis, psikologi, saraf otak, dan bidang ilmu lainnya. Ilmu itu adalah amanah, bukan anak panah yang dengan cepat bisa melesat dan melumpuhkan siapa saja.
Memberikan  pernyataan bahwa LGBT adalah variasi dalam kehidupan manusia dan dibungkus atas nama ilmu pengetahuan adalah pelacuran intelektualitas dan pembodohan terhadap masyarakat awam  yang  tak mengenal  sulitnya mempelajari otak manusia. Otak itu kecil,  hanya sebesar genggaman  tangan  manusia. Tapi, esensi  kita sebagai  manusia banyak  tersimpan di dalam seonggok protein  itu. Semakin dipelajari semakin sulit, begitulah otak. Namun, di dalam kesulitan itulah tersimpan berbagai hikmah yang bisa bermanfaat untuk seluruh umat manusia. Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang bisa bermanfaat bagi lainnya, bukan yang bisa membodohi antarsesamanya.  (Ihshan Gumilar-Peneliti Psikologi Saraf/Neuropsychology).

Profesor Furqon  juga mengkutip  opini  mbak Nunik Iswardhani untuk memahami peta sejarah kaum gay dan apa yang sedang mereka perjuangkan.
Belajar  dari  Amerika tentang  Agenda  kaum Gay
Seandainya masyarakat AS tetap dalam kondisi seperti tahun 1948, di mana masyarakat pasca perang dunia II itu sibuk bebenah dan tidak mudah panik secara moral, mungkin gerakan gay tidak akan sebesar dan seradikal saat ini.
Pada masa itu, homoseksual adalah kata yang menunjuk pada "perbuatan", bukan "kelompok".. siapapun yang melakukan homoseksual  (seks sejenis)  hanya dipandang sebagai pelaku temporer dari perbuatan yang dianggap cabul dan menyimpang tersebut  tapi tidak ada yang menganggapnya sebagai sesuatu yang menetap sehingga bisa dipandang sebagai sebuah "kelompok masyarakat dengan satu kecenderungan/preferensi seksual". Tetapi kehadiran buku "Sexual Behavior in the Human Male" yang ditulis Alfred Kinsey pada tahun 1948 telah mengubah segalanya. Masyarakat AS dibuat gempar karena dalam buku  setebal  888 halaman tersebut Kinsey merilis hasil penelitian mengenai  perilaku seksual sebagian masyarakat  AS (termasuk masturbasi, selingkuh, premarital sex,  frekuensi orgasme,  hingga  adanya  temuan tentang  10 persen responden  yang  sering melakukan  seks  sejenis /homoseksual). Dalam bukunya tersebut, Kinsey yang mendapat sebagian dana penelitian dari Yayasan Rockefeller, untuk pertama kalinya menggunakan istilah "orientasi seksual" ..di mana disebuntukan bahwa orientasi seksual sejenis adalah sebab utama dari perilaku seksual sejenis (homoseksual) .
Kinsey juga membuat sebuah tabel yg terkenal  dengan  istilah "skala Kinsey". di mana ada kutub ekstrim seseorang itu sangat heteroseksual, dan di seberangnya ada kutub ekstrim homoseksual . Kendati  wilayah  penelitian dan tempat asal responden  Kinsey  hanya mencakup wilayah sekitar Indiana, dan metode yang digunakan Kinsey untuk ukuran masa ini sangatlah sederhana,  namun masyarakat  AS  yang  gempar  lantas merasa seolah-olah hasil penelitian tersebut adalah cerminan dari "rusak"nya masyarakat AS secara keseluruhan.
Karena buku Kinsey tersebut merupakan ranah bidang psikiatri, maka para psikiater AS merasa punya kewajiban moral untuk "membenahi" kelompok  10 persen  ini, yaitu kelompok  yang menurut  Kinsey  adalah  warga masyarakat dengan  orientasi seksual sejenis (homoseksual).
Maka, pada tahun 1952 untuk pertama kalinya  Asosiasi Psikiater Amerika (American Psychiatrist Association / APA) menggelar  pertemuan untuk  merumuskan  Diagnostic  and Statistical  Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu  jenis-jenis  penyakit kejiwaan.  Pada pertemuan tersebut, untuk pertama  kalinya homoseksual  dimasukkan  sebagai penyakit  kejiwaan  (mental illness) dalam  DSM-1. Tentu saja hal ini membawa kegelisahan pada mereka yang sering melakukan aktivitas seksual sejenis.  Pada masa itu belum ada kelompok gay yang resmi, namun siapapun yang ketahuan keluarga atau masyarakat melakukan aktivitas homoseksual akan terancam dibawa ke psikiater untuk mendapat terapi yang lumayan "mengerikan", antara lain disetrum penisnya  dengan  alat kejut  listrik atau disuruh  minum obat hormon yang sangat  memualkan.
Pada tahun 1969, sebuah bar bernama Stonewall Inn di New York digrebek polisi karena merupakan tempat kumpul para pelaku homoseksual atau biasa disebut gay, tak dinyana, para gay ini melawan. Sebagian dari mereka yang berkulit hitam terkenal sangat nekat,  sehingga perlawanan terhadap polisi itu berkembang menjadi kerusuhan kota yang terkenal dengan nama "Stonewall Riots".. sebagian kota New York sempat diduduki selama sehari oleh para gay dan pendukungnya ini.
Sejak itu, kaum homoseksual  AS  menyadari  pentingnya  untuk menggalang kekuatan melalui sebuah organisasi untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Stonewall Riots adalah cikal bakal dari gerakan gay (gay movement) di AS. Target utama gerakan gay pada tahun 1970 adalah untuk mengubah pendirian dari para psikiater APA  agar kaum homoseksual  tidak dikategorikan sebagai penyandang  gangguan kejiwaan,  karena pada pertemuan APA  kedua  untuk  merumuskan  DSM-2 pada  tahun 1968, homoseksual  masih dimasukkan dalam kategori kelainan seksual.
Organisasi  gay  dan  lesbian pada saat itu mulai berusaha untuk menjalin lobi dengan para psikiater APA. Namun, di sisi lain, mereka juga bersikap radikal dengan melakukan aksi-aksi provokatif dalam pertemuan  tahunan  APA th 1970 di San Fransisco yang membuat  para psikiater  merasa jerih. Selain berteriak-teriak  di dalam gedung pertemuan, para aktivis NGLTF (National Gay and Lesbian Task Force) juga  merebut  mikropon dari  peserta  pertemuan  yang  akan mempresentasikan metode  aversion  (terapi dengan menggunakan alat kejut listrik).
Pada tahun 1970 juga terkuak fakta bahwa sejumlah psikiater terkemuka APA seperti John Fryer, Judd Marmor dan Richard Green adalah homoseksual. Para psikiater gay ini mengaku sangat tertekan  dengan  sikap para sejawatnya  di APA yang  tidak pro homoseksual .
Pada tahun 1973, ketika berlangsung pertemuan APA di Hawaii  untuk  merumuskan DSM-3, para aktivis NGLTF seperti  Frank  Kameney  dan Barbara Gittings berhasil  membujuk  ketua  gugus tugas DSM-3  yaitu Robert Spitzer, untuk  menerima masukan dari mereka. Selain Bob dan Barbara, juga hadir di arena pertemuan sekitar 30 aktivis militan NGLTF dengan gaya mereka yang provokatif .
Tidak jelas masukan seperti apa yang diperoleh Spitzer dari aktivis NGLTF, apakah bersifat ilmiah atau bukan, hanya disebuntukan dalam buku karya Ronald Bayer, "Homosexuality and American Psychiatri: The Politics of Diagnosis" bahwa Spitzer saat itu membuat resume sebanyak 3 halaman yang diteruskan ke Majelis Kehormatan APA .  Keputusan  APA  pada  tahun 1973 tersebut  sangat bersejarah,  homoseksual  akhirnya dihapus  dari  DSM, tidak lagi dianggap sebagai penyakit kejiwaan.  Keputusan ini didukung oleh  58 persen angota APA yang hadir dalam pertemuan tersebut. Namun, sikap kontra oleh sebagian anggota  APA  akhirnya menempatkan  SOD (sexual orientation disturbance) sebagai pengganti homoseksualitas dalam DSM-3 .. diagnosa SOD ini ditegakkan bagi homoseksual  yang  berada dalam konflik dengan orientasi seksualnya..
Penempatan SOD dalam DSM-3 itu masih belum memuaskan bagi gerakan gay. Para psikiater gay dan  pendukung  gerakan  gay terus mengungkap  adanya  kontroversi terhadap hal tersebut, sehingga pada tahun 1980 dilakukan revisi  terhadap  DSM-3 di mana homoseksual  diganti menjadi homoseksual  ego distonik . Namun bukannya reda, status homoseksual ego distonik dalam DSM-3 Revisi ini malah makin memicu kontroversi yang lebih besar lagi.. sebagian para psikiater anggota APA yang mulai terbuka bahwa mereka adalah gay dan lesbian kemudian mulai memainkan peran yang lebih besar untuk  membuat perubahan.. hasilnya, pada tahun 1987 komite APA setuju  bahwa homoseksual  ego distonik dihapuskan dari DSM-3-R .
Ini adalah tonggak bersejarah di mana terjadi depatologisasi homoseksualitas .. di mana homoseksual bukan lagi dianggap sebagai penyakit kejiwaan, kelainan seksual, atau apapun yang sejenisnya.. homoseksualitas oleh psikiatri (di AS) dianggap  sepenuhnya  normal seperti  halnya heteroseksualitas .
Sejak itu, APA mulai menyatakan dukungan dan keberpihakannya yang jelas pada kaum homoseksual, dan menentang adanya diskriminasi akibat orientasi seksual kaum homoseksual.. antara lain menentang penolakan dari institusi militer terhadap homoseksual (1990), menentang semua jenis terapi oleh psikiater yang bertujuan mengubah orientasi seksual pasien (1991), mendukung hubungan sesama jenis (2000), mendukung  adopsi anak  untuk  pasangan homoseksual (2002), dan  mendukung sepenuhnya  pernikahan  sesama jenis (2005). Langkah APA ini diikuti oleh APsaA (American Psychoanalytic Association)  dengan  langkah-langkah  serupa di atas yang mendukung hak2 kaum gay.  Hasil lobi APA dan APsaA pada tahun 1992 WHO (World Health Organisation) juga dengan ICD-10 menyatakan menghapus homoseksualitas  dari  daftar penyakit jiwa, dan  menjadikan  17 Mei  sebagai  International  Day  Against Homophobia  oleh  komunitas  gay di seluruh dunia. Meski demikian, sebagian psikiater anggota APA yang kecewa dengan kebijakan APA yang sangat pro kelompok gay, kemudian pada  tahun 1992 mendirikan  NARTH (National Association for Research and Therapy).
Muncul pertanyaan, apakah perubahan sikap APA itu didasarkan pada kajian ilmiah ataukah karena akibat tekanan dari aktivis gerakan gay?
Menurut para aktivis NGLTF Kay Lahusen dan Barbara Gittings, keputusan APA pada tahun 1973 tersebut sepenuhnya adalah politis, sebagai buah dari hasil kerja para aktivis yg melobi dan menekan para psikiater APA saat itu.
This was always more of a political decision than a medical decision" tandas Kay Lahusen dalam buku mereka "Making History" .
Memang, gerakan gay di AS hingga saat ini dapat dikatakan sangat berhasil, mengingat fakta bahwa lembaga  berpengaruh  seperti  APA  yang  semula menempatkan mereka sebagai pesakitan, kemudian  bisa berubah menjadi  pendukung  utama gerakan mereka hingga saat ini. Bahkan gerakan  gay  ini juga  didukung oleh WHO/PBB yang  mengatasnamakan  hak dan kesetaraan bagi kaum gay. Namun, bukan berarti tak ada tentangan yang kuat dari masyarakat AS terhadap gerakan gay ini. Salah satu penentang  yang  paling vokal  adalah Anita Bryant yang pada tahun 1977 tampil meneriakkan  perlawanan  pada kaum gay. Bryant yang pernah menjadi finalis ratu kecantikan, bintang  film  iklan, dan model  majalah keluarga terkenal  Good  Housekeeping,  sering mengadakan konperensi  pers  untuk  mengemukakan  sikapnya, antara lain ia mengeritik  kebijakan  pemerintah wilayah  Dade Florida yang  saat itu mengesahkan  hak  kaum   gay  untuk  menjadi  guru.
Menghadapi simbol moral seperti Bryant, yang menampilkan dirinya sebagai ibu rumah tangga ideal, aktivis gerakan gay bukannya mundur,  mereka sering mempermalukan Bryant dengan istilah-istilah buruk di media massa, bahkan pada salah satu acara konperensi pers seorang aktivis melempatkan pie tepat ke wajah Bryant. Bryant yang sering tampil meradang akhirnya mendapat citra buruk di media massa,  sehingga perusahaan jus jeruk yg menggunakan ia sebagai model  di TV kemudian memutus kontrak  Bryant pun bangkrut dan ia bercerai dari suaminya. Di lain pihak, kaum beragama Konservatif  di AS  dan  kelompok  pro keluarga  dan perlindungan  anak  kemudian menunjukkan dukungan mereka kepada para psikiater yang bergabung di NARTH.
Karena para psikiater yang bergabung di APA telah dilarang untuk melakukan terapi bagi pasien gay yang ingin mengubah orientasi seksualnya, maka banyak keluarga yang mengirim kerabat mereka ke psikiater NARTH . Para pasien NARTH yang berhasil beralih ke kehidupan heteroseksual (menikah dan punya anak) banyak di antaranya yang kemudian bergabung ke organisasi ex gay bernama "Exodus" , dengan ketuanya yang terkenal yaitu Alan Chambers, yang juga seorang ex gay.
Exodus berafiliasi dengan organisasi keagamaan di AS, berseberangan dengan komunitas kaum gay AS dan para psikiater gay di APA yang umumnya memilih menjadi agnostik atau atheis . Selain Exodus, NARTH juga berafiliasi dengan organisasi Parents and Friends of Ex Gay (PFOX), American Family Association, Focus on Family, Voice of the Voiceless dan yang lainnya..
Sejak tahun 1992 itu pula gerakan gay merumuskan paradigma baru bahwa homoseksual sebagai orientasi seksual tidak bisa diubah dan bahwa homoseksual adalah hal yang alamiah sejak lahir, karena itu semua  upaya untuk  mengubah  orientasi  seksual itu harus dilarang..
Adalah Simon LeVay, ahli neuro sains yang berpendapat bahwa struktur otak kaum gay sudah terbentuk sejak lahir dan bersifat khusus, berbeda dari yang heteroseksual.. LeVay pada tahun 1992 mendirikan Institute of Gay and Lesbian Education. Selain itu, kaum gay juga sedang mencari dukungan dari bidang genetika, yang berusaha membuktikan adanya gen penyebab homoseksualitas (gay gene) ..sayangnya hingga hari ini belum ada bukti nyata dari teori tersebut.
Pada tahun 2001 ada kejadian yang sangat menarik, ketika Prof Robert Spitzer (yang pada tahun 1973 mendorong agar homoseksualitas dihapus dari DSM-3) melakukan sebuah penelitian terhadap 200 responden ex gay. Dari penelitiannya tersebut, Spitzer menyimpulkan bahwa upaya terapi untuk mengubah orientasi seksual gay bisa berhasil pada pasien gay yang memiliki "motivasi yang tinggi" (highly motivated people).. motivasi yang tinggi di sini oleh Spitzer secara spesifik disebuntukan adalah mereka yang "memiliki komitmen kuat terhadap agama (religious people)". Kontan saja para psikiater APA  mengeritik  hasil penelitian oleh Spitzer tersebut.. kritik paling utama adalah bahwa responden yang dipilih Spitzer adalah "tidak representatif" dan "tidak mewakili realitas komunitas kaum gay (yang umumya atheis)" karena para responden tersebut umumya (23 persen) berasal dari NARTH dan Exodus, yang menjadi "seteru" APA dalam isu homoseksual.
Spitzer  yang  mengakui  bahwa  dirinya  adalah "Yahudi yang atheis" berkeras di depan pers bahwa ia yakin para responden yang ditelitinya itu memang berkata jujur. Namun hingga pensiun pada tahun 2003, Spitzer tidak pernah merilis penelitian tersebut. Pada tahun 2009, APA mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa tidak ditemukan bukti pendukung dalam intervensi psikologis untuk mengubah orientasi seksual, juga metode terapi untuk mengubah orientasi seksual itu diragukan keilmiahannya.

Menurut para psikiater yang dijadikan referensi oleh APA, terjadinya problem kesehatan jiwa pada kaum gay adalah disebabkan oleh nilai2 budaya dan faktor lingkungan sosial yang menolak keberadaan mereka .. sikap homophobia dan diskriminasi oleh lingkungan adalah hal-hal  yang menyebabkan gangguan kejiwaan pada kau homoseksual sehingga banyak yang mengalami depresi bahkan ingin bunuh diri. Jadi, singkatnya, kalau Spitzer melalui hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa seorang homoseksual dapat "disembuhkan" atau hidup normal secara heteroseksual dengan mengikuti nilai2 yang bisa mendorong motivasi yang kuat baginya untuk berubah, dalam hal ini adalah komitmen pada nilai-nilai agama.
Sebaliknya, menurut APA, bukan si homoseksual yang mesti berubah atau berusaha mengubah diri, melainkan lingkungan lah yang harus menerima mereka apa adanya, mengakui hak-hak  mereka cdan tidak  mendiskriminasi mereka , konsep ini sangat cocok bagi komunitas gay yang didukung APA yang umumnya adalah atheis dan agnostik, di mana mereka tidak mengenal/meyakini konsep dosa. Jika tidak percaya bahwa homoseksual  adalah  dosa, mengapa mereka harus berubah?.. kira-kira begitulah paradigmanya.
Pada tahun 2011, muncul tulisan dari Gabriel Arana, seorang redaktur di media khusus gay, yang mengaku pernah jadi pasien Joseph Nicolosi (pendiri NARTH) saat dia remaja usia 14 tahun pada tahun 1998. Arana mengisahkan bahwa dia menjalani serangkaian terapi percakapan, baik tatap muka maupun telpon, dengan Nicolosi yang tinggal di lain kota, selama beberapa bulan.. dan terapi itu berakhir ketika orangtuanya tidak mau lagi membayar biaya terapi karena Arana kepergok sedang melakukan kegiatan homoseksual dengan seorang remaja lelaki lain di gudang sekolah.. sebelumya, Arana disuruh ikut terapi karena sang ibu memergoki email berbau porno yang dikirim Arana pada teman lelakinya.
Selain mengungkapkan bahwa terapi Nicolosi telah gagal pada dirinya, Arana juga mengungkap bahwa tekanan orangtuanya yang homofobia setelah terapi yang gagal itu sempat mmbuatnya ingin bunuh diri.. namun menurut Arana, sang Ayah kemudian berkata," Aku lebih baik punya anak gay, daripada dia mati bunuh diri.." ...sikap orangtuanya ini membuat Arana sangat lega.
Arana  dalam  artikelnya  juga  mengisahkan bahwa ia menemui Spitzer yang saat itu  menderita Parkinson.  Menurut Arana, ketika Spitzer ditanya tentang kritik-kritik terhadap hasil penelitiannya itu, sang profesor  menjawab  bahwa kritik-kritik itu sebagian besar benar  (largely correct).  Arana juga mengatakan bahwa Spitzer berniat menganulir penelitian tersebut.
Jadi, dalam satu artikel Arana tidak hanya memukul Nicolosi (NARTH) tetapi juga menjatuhkan hasil penelitian Spitzer melalui kata-kata Spitzer sendiri,  ibaratnya, dua orang profesor bidang psikiatri berpengaruh  dari  Columbia University telah dirobohkan  oleh Arana  dalam sekali  tepukan.
Banyak pihak yang meragukan niat Spitzer tersebut  karena cukup  aneh bahwa Spitzer membuat pernyataan  akan menarik penelitiannya kepada  seorang reporter muda, bukan dalam sebuah forum ilmiah. Namun, sebuah blog dari seorang bernama Zucker yang konon merupakan kolega dari Spitzer, kemudian memuat surat "permintaan maaf"  oleh Spitzer yang mengaku telah mengkhianati harapan dan keyakinan kaum  gay dan bahwa penelitiannya tersebut bias,  lagi-lagi publik sulit mendapat  konfirmasi  langsung dari Spitzer, karena saat itu Spitzer terganggu kemampuan gerak dan  bicaranya akibat Parkinson, hingga meninggalnya Spitzer pada 25 Desember 2015, tidak ada konfirmasi lebih lanjut dari profesor tersebut.
Sejak 2009 itu, seolah semesta "berpihak" pada gerakan gay. Seperti sebuah efek domino, musuh kaum gay di AS pun roboh satu-per satu. Tanpa alasan jelas, pada tahun 2013, Alan Chambers, ketua Exodus menyatakan bahwa organisasi tersebut dibubarkan. Situs resmi Exodus ditutup tanpa ada penjelasan yang memadai dari pengelolanya. Tak hanya itu, seorang jubir dari PFOX pun "membelot" setelah  membuat pernyataan publik bahwa dia tidak nyaman dengan lingkungan keagamaan tempat  PFOX berafiliasi, karena orang-orangnya korup, selain itu dia juga mengungkap bahwa terapi yang ia jalani di sebuah gereja mmbuatnya pernah sangat depresi, walaupun kemudian ia menikah dengan seorang pria selama beberapa tahun. Kini, tinggal NARTH dan organisasi pendukung seperti PFOX dan organisasi pro keluarga dan perlindungan anak yang terus menyuarakan bahwa gay/homoseksual bukanlah  bawaan  lahir  dan bisa  diubah  atau disembuhkan (cureable and treatable) . Namun, Nicolosi dan kawan-kawannya seolah sedang berkejaran dengan APA dan gerakan  gay  yang  mentargetkan  agar  conversion  therapy  dilarang di seluruh AS, bahkan di seluruh dunia (melalui kebijakan WHO) . Sejumlah negara bagian di AS kini mulai melarang praktek Conversion Therapy tersebut.
Jadi, paradigma bahwa homoseksual adalah sesuatu yang "given" (nature) dan bahwa itu tidak dapat diubah, seolah menancap makin kuat, bahkan sebelum ada teori di bidang genetika yang mendukung teori tersebut. Contoh keanehan lainnya, tiba-tiba "terkuak" bahwa Sigmund Freud, Bapak  Psikoanalisa yang tinggal di Wina, pada tahun 1935 pernah menulis surat pada seorang "ibu Amerika"  yang minta pendapatnya tentang anaknya  yang  homoseksual . Dalam surat itu Feud menyatakan bahwa "homoseksualitas  tidak dapat  diubah" dan bukan merupakan hal yang memalukan,  karena orang2 besar seperti Michelangelo, Plato dan Leonardo da Vinci adalah homoseksual.
"surat Freud" tersebut dipamerkan di Institut Sexologi, London pada November 2014 hingga September 2015, saat di mana AS merayakan pengesahan atas pernikahan sejenis, yang dianggap kemenangan besar kaum gay.Tidak pernah sebelumnya, terbetik berita tentang karya atau pikiran Freud  dalam sejarah  yang mengutip tentang homoseksualitas ini, hanya surat itu sajalah yang menunjukkan hal tersebut.

Pelajaran apa yang kita dapat dari kisah di atas?
1)  APA  dan komunitas gay AS  sedang dan  akan terus  memperjuangkan agar resolusi  APA  berlaku di seluruh  AS dan seluruh negara anggota PBB
2) kaum beragama dan perlindungan hak anak dan keluarga di Indonesia jangan terpancing untuk melakukan kekerasan terhadap gerakan pro homoseksual, jangan sampai ada kerusuhan seperti Stonewall Riots tahun 1969 yang mendorong kaum gay untuk bangkit dan "playing victim". Jika sampai ada korban di antara mereka, PBB bisa menekan Indonesia atas nama HAM.
3) waspada pada tanggal  17 Mei  akan  ada  peringatan besar-saran Hari Anti Homofobia Internasional,  jangan sampai ada kerusuhan seperti Stonewall Riots .
4) psikolog dan psikiater Indonesia harus mulai merumuskan apa yang terbaik bagi masyarakat Indonesia, apakah memilih untuk mengubah masyarakat agar menjadi bersikap permisif pada kampanye  yang  mendukung  perilaku  kegiatan homoseksual?  ataukah merumuskan sikap mereka sesuai nilai-nilai pada Pancasila. Pada saatnya nanti, para psikiater Indonesia akan berada di persimpangan jalan seperti  halnya  APA.. mungkin akan terjadi pertarungan sengit  antara  psikiater religius dan psikiater sekuler..??
5) para pegiat pendampingan kaum homoseksual yang atas kehendak sendiri minta bantuan terapi, mesti hati-hati agar tidak terjebak seperti Exodus yang kemudian bubar, para ex  gay yang telah beralih ke kehidupan heteroseksual  adalah sosok  teladan yang sangat berharga, sehingga jangan sampai  jadi  pukulan balik  bagi  para psikiater yang telah melakukan  terapi  tersebut (seperti jurkam PFOX yang membelot itu).
6) akhirnya, karena sebagai warga negara kita harus hidup berdampingan dengan mereka, para homoseksual  yang  tidak ingin berubah dan ingin haknya diakui (untuk hidup sesuai norma yang diyakini tanpa tentangan dan diskiminasi dari masyarakat) mungkin kita mesti  belajar untuk  tidak terlalu  sensi dan reaktif.. perubahan  mungkin akan terjadi, tapi kalau kita sudah tahu ke mana arahnya, mungkin kita bisa lebih menyiapkan diri..
Tautan teori yang diulas oleh Prof Furqon sangat jelas, dan memberikan kesejukan dalam berdiskusi. Menjawab pertanyaan terkait faktor gen bukan sebagai seting yang melatar belakangi. Pencerahan oleh Prof Sunaryo juga, sangat dirasa membawa manfaat dengan kesepakatan untuk  memberikan sebutan sebagai perilaku seksual  yang menyimpang untuk LGBT sehingga tidak ada kesan propaganda.
Respon positif terhadap hasil diskusi, mulai bermunculan salah satunya dari  ketua Asosiasi MGBK Nasional, bahwa diskusi Penyimpangan Seksual ini akan membawa bekal untuk guru BK di lapangan dalam penanganan kasus.
Kita kembalikan pada peran sebagai konselor, untuk berusaha menanamkan sugesti positif  kepada  siswa dan termasuk langkah  preventif harus ditempuh. Jika diperlunya mengadakan kolaborasi dengan guru agama. Dan dirasakan perlu ini khususnya di daerah di kota besar, lebih mengoptimalkan programnya langkah preventif penyimpangan seksual itu terjadi. seringkali dijumpai siswa-siswa di kota-kota besar, muncul indikasi menyukai  sesama jenis,  peran  konselor harus lebih ekstra  peka, berusaha mengambil  tindakan preventif. Salah satu anggota diskusi, dari kota gresik juga menyampaikan pengalaman di lapangan, “muridku dulu ada yg bergaya dan bertingkah seperti perempuan, dengan  berbagai pendekatan  kerjasama  dengan teman-teman guru  yang  lain bisa berubah normal menjadi laki-laki, sampai lulus, tapi sayang begitu lulus pindah ke kota lain, ternyata balik lagi dan tragisnya bekerja di salon dan beberapa bulan yg lalu meninggal karena HIV, sempat dirawat di Dr Sutomo beberapa bulan”.
Prof Sunaryo memberikan tambahan,  Faktor gen bisa saja terjadi tapi saya yakin itu sangat kecil. Kelahiran anak jenis tertentu  yang  tidak diharapkan keluarga  bisa membuat keluarga memberikan perlakuan tidak wajar. Bagaimanapun perlakuan lingkungan akan besar pengaruhnya.  Memberikan pendidikan  gender (bukan pendidikan  seks)  penting  dengan  menekankan  kepada  peran dan tanggung jawab.
 Mencoba menggali informasi lebih jauh dengan bertanya pada Prof Sunaryo,  bukankah komunikasi antara orangtua dan anak sudah terjadi di kandungan. Andai ada kemungkinan terkecil sekalipun bisa juga kemungkinan diakibatkan oleh komunikasi ini. Dan komunikasi ini tidak lain adalah unsur lingkungan. Apalagi kasus yang terjadi di kota Gresik, orangtuannya mendambakan jenis tertentu, sehingga di dalam seakan seperti keinginannya, begitu lahir berbeda tapi tetap diperlakukan sama dengan keinginan orangtua, dan bukan sesuai kenyataannya.  Prof Sunaryo menjawab secara singkat  dan menegaskan itu adalah  faktor lingkungan bukan gen”.
Tidak jauh dari gambaran kondisi siswa yang ditangani oleh guru Bimbingan dan konseling, salah satu anggota dalam diskusi menceritakan kisah hidupnya, hati saya sangat tergerak untuk bercerita sedikit mengenai pengalaman pribadi sehubungan  dengan kasus yang kita bahas ini  jika anggota forum berkenan saya akan share disini.  Bagi saya menarik, ketika muncul pernyataan bukankah komunikasi antara orangtua  dan anak sudah terjadi  di kandungan.  Mengingatkan saya tentang  pengalaman pribadi sehubungan hal tsb.
Ayah saya adalah laki-laki sejati dan Ibu saya adalah perempuan tulen, saya anak pertama dari dua bersaudara.  Sejak dalam kandungan ibu saya mendambakan kehadiran seorang anak laki-laki apalagi anak pertama harus laki-laki dengan pertimbangan sebagai  yang tertua  bisa  melindungi adiknya. Dan ketika saya lahir (perempuan)  sampai  saya dibesarkan  dalam asuhan  ibunda tersayang perlakuan, didikan beliau seolah saya ini adalah anak laki-laki.  Saya adalah korban dari obsesi ibu saya. Dari lahir sampai usia remaja sebagai seorang anak perempuan saya tidak pernah merasakan yang namanya memakai gaun/ rok begitu juga dengan potongan rambut yang selalu pendek  bak  anak laki-laki.  Dan itu saya alami sampai saya di SMA.

Masa kecil saya, teman bermain saya laki-laki semua. Hal-hal  semacam "gelut" (otomatis dengan anak laki-laki) hampir menjadi rutinitas harian. Saya masih ingat pernah kami mengakan lomba panjat pohon kelapa. 5 orang anak (4 laki-laki dan saya satu-satunya yang berjenis kelamin perempuan) dan saya yg menang, karena motivasi dari ibu saya adalah apapun alasannya saya tidak boleh kalah sama teman laki-laki saya. "Podho maem sego e = sama-sama makan nasi nya) begitu kata ibu saya. Membantu bapak ngecat wuwung/ atap rumah adalah hal biasa dan bonus tiap tahun ketika menjelang  17  Agustusan atau lebaran .
Dan sampai di usia SMA itu saya tidak menyadari kalau saya diperlakukan "tidak semestinya" sebagai seorang anak wanita. Di SD hampir tiap hari "gelut" (berkelahi) di smp juga pernah melempar penghapus kapur ke ketua kelas karena marah, di SMA pernah menampar seorang teman laki-laki dan menantang berantem juga. Seingat saya kearogansian saya cenderung ke laki-lakian. Sering kali atau bahkan saya kadang tidak menyadari kalau saya ini adalah wanita.

Namun, Alhamdulilah puji Tuhan. Toh saya tidak pernah "jatuh cinta" sama wanita. Tetap saja saya jatuh hati sama laki-laki  (Alhamdulillah "normal") cenderung beda diantara wanita lainnya, saya menjadi lebih "care" sama mereka. Masa kuliah saya lalui degan biasa-biasa saja karena saya sudah menemukan jati diri saya yg sebenarnya.  Namun kebiasaan tentang penampilan/ baju masih tomboy begitu sampai sekitar 5 tahun yang lalu, memasuki dunia rumah tangga kebetulan suami memiliki hobby extreem (offroad) dan saya kembali terbawa arus jadi penghobby offroad juga. Sejak sekitar 5 tahuan ini mulai kepingin memakai gaun/ rok,  mulai ingin berambut panjang, dandan dan berhijab. Itupun dengan penuh perjuangan karena lingkungan sekali lagi tidak mendukung termasuk suami saya  sendiri.  
Doktor  M. Ramli dari Pascasarjana UM mencoba mengurai kisah nyata di atas mencoba menanggapi sikap empaty beliau sampaikaan dengan memahami keadaan yang dialami responden diatas.  Alhamdulillah Ibu tumbuh dan berkembang menjadi wanita sejati meskipun lingkungan Ibu potensial "memfasilitasi" perkembangan ke arah yang lain. Berdasar pengalaman Ibu dan yang lain dapat dikemukakan  bahwa  lingkungan  tergantung  kita. Namun sering kita menyalahkan lingkungan kita.
Dengan kata lain pemaparan dari Doktor Ramli Lingkungan  sangat berpengaruh  bagi orang yang tidak kuat memegang prinsip bahkan tidak memiliki prinsip. Lingkungan cuma bisa dipengaruhi oleh orang berprinsip kuat. Sehingga dikategorikan normal atau menjadi tidak normal itu adalah keputusan. Kesempatan Prof Sunaryo kembali menegaskan pernyataan beliau sebelumnya,  kisah tersebut menarik,  yang menunjukkan  bahwa lingkungan  berpengaruh kuat.  Dalam kasus ini rasanya dipastikan bukan faktor  gen. Perilaku keras yang digambarkan tadi tidak menimbulkan penyimpangan  orientasi  seksual  dan tetap  berkembang normal  karena ada ketahanan diri ( self survival) dalam diri. Oleh karena itu ketahanan diri menjadi faktor  penting dalam orientasi perkembangan  individu.

Faktor apakah yang sangat berpengaruh dalam pembentukan ketahanan diri?

Penjelasan doktor M Ramli, ketahanan diri sangat penting sebagai tameng diri untuk mencapai perkembangan optimal. Bukan hanya ketahanan nasional dan ketahanan pangan yang penting untuk bangsa ini, tetapi juga ketahanan diri pribadi anak bangsa.Dan ini salah satu topik penelitian yang perlu digarap. Juga salah satu topik bimbingan yang perlu digarap melalui, a.l, layanan dasar BK.
Dari sisi pendekatan religius Doktor Suhudi, yang paling berpengaruh adalah sikap dan perilaku yang baik, sedang itu timbul dari makanan dan minuman dan sejenisnya yang halal. Itu dipengaruhi oleh hidayah Allah. Hidayah Allah diturunkan pada orang yang disukai. Makanya lakukan hal hal yang disukai Allah.
Beberapa warga forum mulai tertarik mengupas pengalaman masing-masing saat menjumpai fakta konseli di lapangan, antara lain “pengalaman lapangan yang saya alami dalam menangani anak yang pernah datang mengaku sebagai lesbi, sebagai akibat kebencian yang sangat terhadap perilaku ayahnya  yang kasar. Ketahanan diri ybs atas kesadaran religiusnya sangat membantu pemulihan jiwanya, apalagi yang kita hadapi anak-anak  remaja  usia  belia.
Prof Naryo Sunaryo sendiri juga menambahkan  “Riset Master saya tahun 1983 menunjukkan ketahanan diri bisa dipengaruhi kuat oleh iklim khidupan keluarga dan sekolah. Disamping itu figur ayah turut membentuk ketahanan diri. Ketahanan diri bisa dikembangkan sebagai  perilaku jangka panjang,  bagian dari layanan dasar.

Menyambung pernyataan Prof Sunaryo agar warga di forum rembuk tertantang melakukan riset dan pengembangan, ibu Doktor  Yeni dari Universitas Negeri padang menngatakan bahwa dirinya sedang merancang model "Konseling Modifikasi Kognitif  Perilaku untuk siswa yang berpotensi LGBT"  bekerjasama  dengan BKKBN  Propinsi Sumatera Barat, memakai basis  budaya Minang.
Dengan  memakai  tiga tahapan konseling, tahapan pertama menggunakan media-media dalam rangka menyadarkan klien terhadap masalah yang ada, tahap 2 restrukturisasi kognitif dengan beberapa teknik konseling dan terakhir memberikan keterampilan baru pada klien.
Prof  Nur Hidayah dari Universitas Negeri Malang menitipkan pesan agar diingatkan oleh psikoseksualnya S. Freud. 5 tahun kehidupan pertama di sela-sela penjelasan ibu Doktor Yeni. Kembali pada penjelasan terkait tiga tahapan yang dipaparkan doktor Yeni, disetiap sesi konseling memasukkan sikap, sifat dan perilaku sebagai orang minang  yang banyak dilukiskan melalui pepatah petitih, misalnya adat basandi  sarak, sarak  basandi  kitabbullah.
Prof  Sunaryo mendukung pengembangan tersebut dan mengatakan bahwa  itu salah satu bentuk pendekatan etnokultur, bagus karena nilai-nilai kultural yang hidup mesti mengajarkan khidupan yang baik dan benar. Dan konseli  merasa hidup dalam budayanya.
Di Minang kehidupan orang dilandasi adat yg kuat, " adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah, jadi saya selalu mengatakan keberadaan mereka bak " kentut" aromanya terasa tapi tidak bisa dilihat secara telanjang mata
Dari paparan ibu Yeni ahkirnya, Prof Sunaryo menegaskan,  Disitu pentingnya pendidikan  termasuk BK  berbasis kultur. Etnokonseling  dan etnopedagogik, Pendidikan  konseling berbasis nilai khidupan dalam budaya konseli. Nilai-nilai lokal sebagai  living values (konseli) dimaknai dan diterjemahkan ke dalam tujuan dan prilaku yang harus dicerna/ditanamkan pada konseli.  Bisa dalam konteks terapi maupun pengmbangan  perilaku jangka panjang (layanan dasar). Saya di UPI sdh tahun ke 3 riset dlm bidang ini. Cukup menarik, sbb kcnderungan di dunia saat ini orientasi nilai2 lokal lebih menarik perhatian daripada teknik-teknik umum.
Tergelitik untuk bertanya lebih jauh , apa titik tekan yg membedakan keduanya prof? Prof Sunaryo dalam kesempatan tersebut menjawab,  berkaitan erat, prinsip dasar sama, yang mmbedakan terutama seting, karena konseling  dalam profesi  kita harus dipandang sebagai upaya pedagogis.
Doktor Adi Admoko mengkutip hadist yang ada kaitanya dengan pengaruh lingkungan pada perkembangan seseorang.

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ‏"‏‏.‏ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ‏{‏فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ‏}‏

Dari abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Tiada seorang anak dilahirkan kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah;maka kedua orang tuanya (lingkungan) yang akan menjadikan anak itu apakah menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi, sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna, apakah kalian melihat ada cacat padanya (maksudnya pengaruh orang tua hampir-hampir sempurna)". Kemudian Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata,  (mengutip firman Allah subhanahu wata'ala QS Ar-Ruum: 30) yang artinya: 'Sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus".
Di awal kita telah sepakat bahwa LGBT adalah penyimpangan seksual dan termasuk mental disorder walau DSM 2 telah terhapus, dan tema diskusi semakin menghangat ,bagaimana jika kita bertemu dg siswa yang mengalami gejala tsb dan termasuk gejala atau ciri nya siswa LGBT, karena kita juga kesulitan untuk  mengidentifikasi  siswa  yang memiliki kecenderungan  LGBT.
Doktor Donald membuka bahasan awal.  Menarik isu ini, barangkali pertama-tama perlu dipikirkan membuat instrumen untuk mengidentifikasi kecenderungan orientasi seks menyimpang. Ini penting selain observasi perilaku dpt kita lakukan. Sebagai bahan pertimbangan saya mencoba mengkopas teori  PENYIMPANGAN SEKSUAL / SEXUAL DEVIATION oleh Dr. Suparyanto, M.Kes

PENYIMPANGAN SEKSUAL / SEXUAL DEVIATION

Pengertian Seksual Menyimpang
Istilah penyimpangan seksual (sexual deviation) sering disebut juga dengan abnormalitas seksual (sexual abnormality), ketidak wajaran seksual (sexual perversion), dan kejahatan seksual (sexual harassment).
Penyimpangan seksual (deviasi seksual) bisa didefinisikan sebagai dorongan dan kepuasan seksual yang ditunjukan kepada obyek seksual secara tidak wajar.
Penyimpangan seksual kadang disertai dengan ketidakwajaran seksual, yaitu perilaku atau fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi diluar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan partner yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum. (Junaedi, 2010)
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar. (Abdullah, 2008)
Yang dimaksud penyimpangan seksual adalah pemenuhan nafsu biologis dengan cara dan bentuk yang menyimpang dari syariat, fitrah dan akal sehat. (Farhan, 2002)
Ketidakwajaran seksual mencakup perilaku-perilaku seksual atau fantasi-fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi di luar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan partner yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum.

Faktor-faktor Penyebab:

a.. Masalah seksualitas remaja timbul karena faktor-faktor berikut:

1). Meningkatnya libido seksualitas
Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasyrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.
2). Penundaan usia perkawinan
Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah (sedikitnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria), maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain).
Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bahkan larangannya berkembang lebih jauh kepada tingkah-tingkah laku yang lain seperti ciuman dan masturbasi. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut.
3). Tabu-larangan
Ditinjau dari pandangan psikoanalisis, tabunya pembicaraan mengenai seks tentunya disebabkan karena seks dianggap sebagai bersumber pada dorongan-dorongan naluri di dalam “id”.
Dorongan-dorongan naluri seksual ini bertentangan dengan dorongan “moral” yang ada dalam “super ego”, sehingga harus ditekan, tidak boleh dimunculkan pada orang lain dalam bentuk tingkah laku terbuka.
Karena remaja (dan juga banyak orang dewasa) pada umumnya tidak mau mengakui aktivitas seksualnya dan sulit diajak berdiskusi tentang seks, terutama sebelum ia bersenggama untuk yang pertama kalinya.
Tabu-tabu ini jadinya mempersulit komunikasi. Sulitnya komunikasi, khususnya dengan orang tua, pada akhirnya akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan.
4). Kurangnya informasi tentang seks
Pada umumnya mereka ini memasuki usia remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang seks dan selama hubungan pacaran berlangsung pengetahuan itu bukan saja tidak bertambah, akan tetapi malah bertambah dengan informasi-informasi yang salah. Hal yang terakhir ini disebabkan orang tua tabu membicarakan seks dengan anaknya dan hubungan orang tua-anak sudah terlanjur jauh sehingga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat, khususnya teman.
5). Pergaulan yang makin bebas
Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, kiranya dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Di pihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat sebagai akhibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria (Sarwono, 2002).

b. Hubungan seksual yang pertama dialami oleh remaja dipengarui oleh berbagai faktor yaitu:
Waktu /saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami tentang apa yang akan dialaminya.

Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan pertemuan yang makin sering  tanpa  kontrol  yang baik sehingga hubungan akan makin mendalam. Hubungan antar  mereka makin romantis. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak-anak untuk memasuki masa remaja dengan baik. Kurangnya kontrol dari orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga perhatian terhadap anak kurang baik.
Status ekonomi.  Mereka yang hidup dengan fasilitas berkecukupan akan mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya yang ekonominya lemah tetapi banyak kebutuhan/tuntunan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.
Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain sering menggunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ke tempat-tempat sepi.
Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ngin menunjukkan penampilan diri yang salah untuk menunjukkan kemantapannya, misal mereka ingin menunjkkan bahwa mereka sudah mampu seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksnya.
Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol. Peningkatan penggunaan obat terlarang dan alkohol makin lama makin meningkat. Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu batas-batasnya mana yang boleh dan mana tidak boleh.
Mereka merasa sudah saatnya untuk melakukan aktifitas seksual sebab sudah merasa matang secara fisik. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya. Penerimaan aktifitas seksual pacarnya. Sekedar menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisiknya. Terjadi peningkatan rangsangan pada seksual akibat peningkatan kadar hormon reproduksi/seksual (Soetjiningsih, 2007).

Macam-macam penyimpangan seksual

Gangguan-gangguan pada tingkah laku seksual yang berlaku umum (tidak khusus remaja), menurut Sarwono Sarlito W, 2002, terdiri dari 4 kelompok besar yang masing-masing terdiri dari beberapa subkelompok yaitu sebagai berikut:
a). Gangguan identitas jenis
Gambaran utama dari gangguan ini adalah ketidaksesuaian antara alat kelamin dengan identitas jenis yang terdapat pada diri seseorang. Jadi seorang yang beralat kelamin laki-laki merasa dirinya wanita, ataupun sebaliknya. Identitas jenis yang menyimpang ini dinyatakan dalam perbuatan (cara berpakaian, mainan kegemarannya), ucapan maupun objek seksualnya:
1. Transeksualisme
Pada orang dewasa, gangguan identitas jenis ini dinamakan transeksualisme. Minat seksual kaum transeksual ini biasanya adalah yang sejenis kelamin (homoseksual, walaupun mereka tidak mau disebut sebagai homoseks), tetapi juga yang melaporkan pernah mengalami hubungan heteroseksual dan beberapa di antara mereka dilaporkan aseksual (tidak berminat pada seks).
2. Gangguan identitas jenis masa kanak-kanak
Walaupun transeksualisme biasanya mulai timbul sejak masa kanak-kanak, akan tetapi ada gangguan jenis yang hanya terjadi pada masa kanak-kanak saja.
3. Gangguan identitas jenis tidak khas
Yaitu tidak sepenuhnya menunjukkan tanda-tanda transeksualisme, akan tetapi ada perasaan-perasaan tertentu yang menolak struktur anatomi dirinya seperti merasa tidak mempunyai vagina atau vagina yang akan tumbuh menjadi penis (pada wanita), atau merasa tidak punya penis atau jijik pada penisnya sendiri (pada pria).
b). Parafilia
Adalah gangguan seksual karena pada penderita seringkali menghayalkan perbuatan seksual yang tidak lazim, sehingga khayalan tersebut menjadi kekuatan yang mendorong penderita untuk mencoba dan melakukan aktivitas yang dikhayalkannya.
Dapat dilihat dari tiga kategori :
1. Dari cara penyaluran dorongan seksualnya:
Masochisme : Mendapatkan kegairahan seksual melalui cara dihina, dipukul atau penderitaan lainnya
Sadisme : Mencapai kepuasan seksual dengan cara menimbulkan penderitaan psikologik atau fisik (bisa berakhibat cidera ringan sampai kematian) pada pasangan seksnya.
Eksibitionisme : Mendapatkan kepuasan seks dengan memperlihatkan alat kelaminnya kepada orang lain.
Scoptophilia : Mendapatkan kepuasan seks dari melihat aktivitas seksual.
Voyeurisme : Mendapatkan kepuasan seks dengan melihat orang telanjang.
Transvestisme : Mendapatkan kepuasan seks dengan memakai pakaian dari lawan jenisnya.
Sodomi : Mendapatkan kepuasan seks dengan melakukan hubungan seksual melalui anus
Seksualoralisme : Mendapatkan kepuasan seks dari aplikasi mulut pada genitilia partnernya
2. Dari orientasi atau sasaran seksual yang menyimpang
Pedophilia : Seseorang dewasa mendapat kepuasan seks dari hubungan dengan anak-anak.
Bestiality : Mendapatkan kepuasan seks dari hubungan dengan binatang
Zoophilia : Mendapatkan kepuasan dengan melihat aktivitas seksual dari binatang
Necriphilia : Mendapatkan kepuasan seks dengan melihat mayat, coitus dengan mayat.
Pornography : Mendapatkan kepuasan seks dengan melihat gambar porno lebih terpenuhi dibandingkan dengan hubungan seksual yang normal.
Fetishisme : Pemenuhan dorongan seksual melalui pakaian dalam lawan jenis.
g.Frottage : Mendapatkan kepuasan seks dengan meraba orang yang disenangi dan biasanya orang tersebut tidak mengetahuinya.
Incest : Hubungan seksual yang dilakukan antara dua orang yang masih satu darah.
Mysophilia, coprophilia dan Urophilia : Senang pada kotoran, faeces dan urine.
Masturbasi : Mendapatkan kepuasan seks dengan merangsang genitalnya sendiri.
3. Dilihat dari tingkat penyimpangan, keinginan, dan kekuatan dorongan seksual :
Nymphomania : Seorang wanita yang mempunyai keinginan seks yang luar biasa atau yang harus terpenuhi tanpa melihat akibatnya.
Satriasis : Keinginan seksual yang luar biasa dari seorang lelaki.
Promiscuity dan prostitusi : Mengadakan hubungan seksual dengan banyak orang.
Perkosaan : Mendapatkan kepuasan seksual dengan cara paksa.
c). Disfungsi Psikoseksual
Gambaran utama dari Disfungsi Psikoseksual adalah terdapat hambatan pada perubahan psikofisiologik yang biasanya terjadi pada orang yang sedang bergairah seksual.
1. Hambatan selera seksual
Sukar atau tidak bis timbul minat seksual sama sekali secara menetap dan meresap.
2. Hambatan gairah seksual:
Pada laki-laki: gagal sebagian atau seluruhnya untuk mencapai atau mempertahankan ereksi sampai akhir aktivitas seksual (impotensia).
Pada wanita: gagal sebagai atau seluruhnya untuk mencapai atau mempertahankan pelumasan dan pembengkakan vagina (yang merupakan respons gairah seksual wanita) sehingga akhir dari aktivitas seksual (frigiditas).
3. Hambatan orgasme wanita
Berulang-ulang atau menetap tidak terjadi orgasme pada wanita setelah terjadi gairah seksual yang lazim selama aktivitas seksual.
4. Hambatan orgasme pria
Berulang-ulang atau menetap tidak terjadi ejakulasi atau terlambat berejakulasi setelah terjadi fase gairah seksual yang lazim selama aktivitas seksual.
5. Ejakulasi prematur
Secara berulang-ulang dan menetap terjadi ejakulasi sebelum dikehendaki karena tidak adanya pengendalian yang wajar terhadap ejakulasi selama aktivitas seksual.
6. Dispareunia fungsional
Rasa nyeri yang berulang dan menetap pada alat kelamin sewaktu senggama, baik pada pria maupun wanita.
7. Vagina fungsional
Ketegangan otot vagina yang tidak terkendali sehingga mengalami senggama.
d). Ganguan seksual pada remaja
Seringkali dijumpai gangguan seksual pada masa remaja seperti ejakulasi dini atau impotensi, bisa juga dijumpai adanya hambatan selera seksual dan hambatan gairah seksual. Libido seksual yang rendah dan kecemasan yang berkaitan dengan seks seperti vaginismus.
Namun sebagian dari gangguan tersebut belum bersifat permanen melainkan bersifat situasional dan belum bisa dikategorikan sebagai kelainan. Hal ini disebabkan kecemasan dan perasaan bersalah yang begitu kuat, sehingga bisa menghambat dorongan seksual karena status yang belum membolehkan untuk melakukan hubungan seksual.
Akibat dari perilaku seksual menyimpang
Akibat dari meningkatnya aktivitas seksual pada remaja yang tidak diimbangi dengan alat kontrasepsi diantaranya adalah kehamilan remaja atau pranikah sehingga banyak remaja yang melakukan tindakan aborsi (pengguguran kandungan) dengan cara meminum ramuan atau jamu, memijat peranakannya atau mencoba mengeluarkan janin dengan cara bantuan dukun atau meminum obat-obatan yang diberikan dokter atau bidan. Cara tersebut bisa mengakhibatkan perdarahan, infeksi sehingga kematian si calon ibu. Sedangkan pada janin mengalami kecacatan mental maupun fisikdalam masa pertumbuhannya (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN, 2001).
Salah satu akibat yang ditimbulkan dari aktivitas seksual yang tidak sehat adalah penyakit menular seksual (PMS). Penyakit ini disebut juga venereal, berasal dari kata venus, yaitu Dewi Cinta dari Romawi kuno. Penularan penyakit ini biasanya terjadi karena seringnya seseorang melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Bisa juga karena melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang sebelumyan telah terjangkit salah satu penyakit ini. Penyakit seksual ini sangat berbahaya. Pengobatan untuk setiap jenis penyakit berbeda-beda, beberapa diantaranya tidak dapat disembuhkan (Dianawati, 2006).
Sebagai konsekuensi logis dari perilaku seks menyimpang adalah munculnya berbagai penyakit kelamin (veneral diseases, VD), atau penyakit akibat hubungan seksual (sexually transmitted diseases, STD). Berbagai penyakit kelamin yang kini dikenal di dunia kedokteran adalah: sifilis, gonore, herpes simplex, limprogranuloma akuminata venerium, granuloma inguinale, trikomonas, kondiloma akuminata, dan AIDS.
Dari berbagai penyakit itu yang paling terkenal, paling berbahaya dan paling banyak diderita oleh pelaku seks bebas (termasuk pelaku seks menyimpang seperti homoseks, seks anal, dan sebagainya) adalah: sifilis, gonore, herpes progenitalis dan AIDS (Junaedi, 2010).
1). Gonorea
Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ seks dan organ kemih. Selain itu, akan menyerang selaput lendir mulut, mata, anus, dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang membawa penyakit ini. dinamakan Gonococcus.
2). Sifilis
Sifilis dikenal juga dengan sebutan “Raja Singa”. Penyakit ini sangat berbahaya. Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunaan barang-barang dari seseorang yang tertular (seperti baju, handuk, dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adalah adanya kuman Treponema pallidum.
3. Herpes
Herpes termasuk jenis penyakit tua karena sudah ada sejak lama, ditularkan oleh bangsa yunani, romawi, dan louis XV. Herpes termasuk jenis penyakit biasa, disebabkan oleh virus harpes simpleks.
4). Klamidia
Klamidia berasal dari kata chlamydia, sejenis organisme mikroskopik yang dapat menyebabkan infeksi pada leher rahim, rahim, saluran indung telur, dan saluran kencing. Gejala yang banyak dijumpai pada penderita penyakit ini adalah keluarnya cairan dari vagina yang berwarna kuning , disertai rasa panas seperti terbakar ketika kencing.
5). Candida
Penyakit ini biasa juga disebut sebagai infeksi ragi. Sebenarnya, dalam vagina terdapat berjuta-juta ragi. Meskipun tidak akan menimbulkan masalah, karena ragi berkembang terlalu pesat, dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan infeksi.
6). Chancroid
Chancroid adalah sejenis bakteri yang menyerang kulit kelamin dan menyebabkan luka kecil bernanah. Jika luka ini pecah, bakteri akan menjalar ke daerah pubik dan kelamin.
7). Granuloma inguinale
Penyakit ini sama dengan chancroid, yaitu disebabkan oleh bakteri. Bagian yang terserang biasanya permukaan kulit penis, bibir vagina, klitoris, dan anus, akan berubah membentuk jaringan berisi cairan yang mengeluarkan bau tidak sedap.
8). Lymphogranuloma venereum
Penyakit ini biasa disingkat LGV, disebabkan oleh virus dan dapat mempengaruhi seluruh organ tubuh. Penyakit ini sangat berbahaya karena antibiotik tidak dapat menanggulanginya.
9). AIDS
AIDS adalah sebuah singkatan dari “Acquired Immuno Deficiency” Syndrome. Artinya, suatu gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang.
10). HIV
HIV adalah singkatan dari “Human Immunodeficiency Virus”, yaitu sejenis virus yang menyebabkan AIDS.
11). ARC
ARC merupakan singkatan dari “AIDS Related Complex”, menyebabkan timbulnya pembekakan pada kalenjar di sekitar pangkal paha dan daerah lainnya.
12). Scabies
Penyakit ini disebabkan oleh sejenis serangga yang disebut “mite”. Serangga tersebut dapat masuk melalui daerah kelamin dan dapat berkembangbiak secara cepat.
13). PID
Merupakan singkatan dari “Pelvis Inflammatory Disease”, yaitu suatu penyakit infeksi sistem saluran reproduksi perempuan, seperti gonorea atau clamydia.
14). Trichomonas infection
Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang menyerang vagina perempuan dan menyebabkan terjadinya infeksi dengan mengeluarkan cairan busa disertai dengan rasa gatal dan panas pada vagina tersebut.
15). Venereal warts
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang menyerang alat kelamin seseorang. Pada laki-laki, virus ni menyerang bagian kepala penis. Pada perempuan, virus ini biasanya menyerang bibir vagina dan daerah sekitar anus (perineum) (Dianawati, 2006).
Dr .Wardjo dari Univeristas Negeri Yogyakarta  yang selalu menyimak ahkirnya tertarik juga untuk berpendapat,   LGBT adalah terminologi generik untuk penyimpangan sexual  (salah orientasi-karena fitrohnya tidak demikian). Untuk pembahasan suatu kasus sebaiknya  rujuk  saja Lesbian, Gay, bisexeual  ataukah trans sexual.  Masing-masing  punya spesifikasi  yang tidak sama. Jika kasusnya laki-laki maka dia tidak mungkin lesbian, begitu juga sebaliknya kalau perempuan  tidak mungkin gay.  Maka sebutan LGBT untuk suatu kasus menjadi over  generalisation.
Kehadiran Prof  Ali Imron dari Program pascasarjana Manajemen Pendidikan Universitas Negeri malang menambah gayeng suasana diskusi, Saat saya  ambil MK Kesejahteraan  Jiwa (Minor BKS di UM--1983), dengan  dosen Pembina Bapak  Triono, saya mendapatkan materi kuliah jenis-jenis  perilaku seksual menyimpang.  Antara lain:   homo sexual, lesbianisme, sadisme, dsb. Saat ambil mk manajemen kesiswaan,  juga ada materi: penanganan  student  yang  missbehaviour ini.
Terkait diskusi mulai fokus pada pemisahan definisi, maka saya tertarik untuk mengupas pengalaman saat penanganan pada konseli.
(kasus pertama)  Ada  siswa bernama si A tubuhnya kekar selalu menang di antara temannya tapi selama menjadi siswa saya tidak pernah tahu dia mendekati teman cewek. Seringkali dia merangkul teman sejenis laki-laki,  menurut insting saya tidak wajar (barangkali bisa jadi instrumen) akhirnya coba saya dekati, Saya mencoba omong tentang tindakan kekerasan di pergaulan sehari-hari nya ternyata responnya luar biasa dan sangat antusias. Obrolan kami hingga sampai mendalam. Saat saya menyinggung  tentang  asmara dia mulai ada perubahan mimik wajah, pertanyaan saya simple sudah punya temen pacar cewek, ternyata dia menangis, tidak seperti di awal berapi-api. Insting saya mulai terbukti, akhir nya dia bercerita tentang panjang kali lebar kehidupan asmaranya.  Sumber latar belakang  yang  jadi  penyebab  ternyata di lingkungan kontrakan ada komunitas banci yang  hidup disana. Akhirnya mulai ada pendekatan tersendiri buat dia, sayang hasil akhir tidak bertemu  lagi  setelah dia lulus.
(kasus kedua)  Ada siswa yg bernama D dan T kedua nya cewek. Awal mula saat mereka hubungan sebatas persahabatan. T sangat peduli dan care pada D. Keduanya cantik putih dan bersih. T sering menginap di rumah D. Hingga suatu saat si D mendatangi saya, dia ceritakan semua yg terjadi mataku terbelalak heran dan tidak percaya. Akhirnya saya coba lebih dekat lagi dengan  mereka, kedua nya kebetulan akrab degan guru BK. Tapi  yang lebih sering aku ajak bicara adalah si D, kemudian tidak  kuat menahan  diri  akhirnya  saya putuskan  agar segera di ahkiri.
Saya gali data dengan banyak membaca anamnesa di fb mereka (barangkali anamnesa bisa jd instrumen) kumpulkan data dari teman mereka (interview barangkali bisa jadi instrumen) dan mengawasi mereka (observasi barangkali bisa menjadi instrumen). Di saat mereka diam di dalam kelas usai pulang sekolah, aku hampiri. Awalnya aku duduk di tengah menjaga jarak. Aku bercerita tentang kehidupan manusia, kodrat manusia  hingga kebutuhan manusia untuk berkembang biak. lalu mereka mencoba menggeret kursi, di dekati lah diriku. Mereka ngomong ke saya dengan  sangat dekat, hampir bibir menyentuh pipi. Aku diam saja mereka utarakan semua yg terjadi. Aku merinding. Hingga akhirnya aku berdiri sontak dan membentak hentikan tindakan konyol ini cukup saya dan kalian yang tahu. Shokterapi tsb tepat sasaran, mereka menunduk dan menangis. Kemudian setelah itu saya tidak pernah melihat si D dan T bersama-sama lagi. si T memutuskan untuk pindah sekolah keluar kota. Dan si D juga pindah ke kota lain. Kadang mereka masih like statusku di fb
(kasus ketiga)  siswa bernama S. Kasus yang  terjadi saat bersalaman dia selalu tersenyum dan kadang dia mengodaku. Saat bersamaan muncul instingku, murid cowok ini pasti ada yg tidak jelas dan aku harus  bertindak, ternyata benar. Konseling terjadi, yang lebih parah dia pernah jadi  korban sodomi. Kegiatan  menggoda  sesame  jenis   barangkali  bisa menjadi instrumen
(kasus keempat)  Ada lagi si W. Gaya dan tingkah laku serta bicaranya mirip cewek  tapi dia pemalu maaf tidak saya lanjuntukan tentang karakternya,  langsung saja ke instrumen barangkali  sikap feminis atau maskulin bukan pada peran gender sebenarnya bisa jd instrument.
Guru BK dari Banten Ruyatna juga memaparkan, Kalau saya menemukan kasus itu, kalau anak putri saya serahkan ke ibu-ibu dan disusul warga forum yang lain menguraikan kasus-kasus yang pernah dipegang selama ini terkait LGBT , ambi contoh ungkapan salah satu guru BK berikut, menarik juga ternyata banyak yang  menemukan kasus  seperti  ini,  siswa saya memiliki fisik  yang  cantik namanya sebut saja delia. Awal mula siswa kondisi normal sebagai laki-laki  (pengisian format konseli). Dari pergaulan sebagai  dancer modeling dengan  komunitas sebagian besar isinya jadi berubah feminist, setelah  jadi  alumni  bekerja  jadi  modeling magazine  transgender  malah mau menjadi wanita.  Data pendukung siswa diketahui memiliki IQ tinggi, prestasi kelas masuk siswa kategori cerdas. pergaulan super, percaya diri bagus, keluarga tidak mampu, kondisi psikologis keluarga kurang  baik.
Paparan kasus kembali diceritakan oleh guru BK  dari Jakarta, Pembahasan yang menarik yang pernah terjadi di saya, siswa yang gaya bicara jalan dan senengnya berteman dengan teman siswi, Dia sadar betul dengan apa yang dilakukannya, kebetulan binaan guru bk yang lain. Orang tua juga menyadari sikap anaknya jadi kita sering kerja sama. Kalau pacar dia pacarnya lawan jenis cuma gayanya dan tingkah lakunya yang mengkhawatirkan.
Diskusi semakin hangat ketika kasus per kasus ditemui berantai, guru BK dibanten mengungkapkan , disekolah saya ada yang kayak gitu, ada yang  motifnya  krisis  kepercayaan diri, susah komunikasi tapi  nyaman berteman  dengan lawan jenis dan akhirnya jadi  gemulai, orientasi seksual normal.
menanggapi respon permasalahan yang dikemukan oleh masing-masing guru BK dibeberapa daerah memancing berkembangnya opini, penyimpangan seksual seperti ini bisa menular dan bila ada potensi seperti itu bisa menjadi sasaran bagi yang sudah menyimpang. Seperti halnya adik saya sering cerita lingkungan temannya di MB ada yang memang sudah menyimpang, bila ada yang kelihatan menyendiri  dan dia suka walaupun sesame jenis  ia akan terus mendekati sampai akhirnya  yang  normal itu terpengaruh dan merasa nyaman dengan berbagai macam cara, misalnya sering nemenin di tempat kost, nonton bareng, jadi tempat curhat dll.
Dr  Donald  berusaha merangkum dari beberapa cerita di lapanagan,  menurutnya  data yang disampaikan oleh para praktisi guru BK bersifat kualitatif, jadi  jika dibuat logika terbalik cerita dapat disusun panduan pertanyaan atau rambu-rambu mengasesement  dalam  sesi konseling. Banyak ragam yg dilakukan dengan  kekuatan masing-masing. Saya akan coba rangkum sebagai  bahan diskusi lebih lanjut. Sedangkan untuk instrumen kuantitif  basisnya  harus teori. Artikel  yang  diposting  salah satu guru BK  dapat  dijadikan salah satu dasar awal. Berdasrkan sharing tadi, beberapa aspek yg dapat digunakan untuk melihat kecenderungan penyimpangan orientasi seks:
1. Pemahaman tentang  kodrat manusia sebagai  insan yg berkembang biak
2. Pengaruh lingkungan
3. Pola interaksi teman sebaya (sesama dan lawan jenis)
4. Pola perilaku dan penampilan (cara bicara, berjalan, berpakaian, minat fasion, dll)
5. Pengalaman traumatik.
beberapa aspek tersebut dapat dijadikan sebagai dasar instrumen. Dan  instrumen ini baru mengkur tingkat kecenderungan orientasi seks menyimpang. Jadi bisa kita beri nama Skala Kecenderungan Penyimpangan Orientasi Seks.  Menyambung dari uraian kasus yang disampaikan oleh para praktisi guru BK, seting berbeda kali ini temuan kasus dari para akademisi juga diutarakan, Dr Tamsil dari UNESA, sekarang saya sedang  membimbing Mahasiswa  yang  penelitiannya  tentang  Androgini: Mahasiswa  laki-laki  yang  bergaya (fisik) perempuan (di jurusan Seni) & Mahasiswa  perempuan yang  bergaya laki-laki  (di jurusan OR). Jika diperkenankan, saya ingin mengenalkan, agar bisa lebih bersinergis. Terima kasih atas kepercayaan pada penulis, insyallah saya siap jika diberikan kepercayaan.
Ragam penyimpangan seksual meski dengan ragam pengaruh dan penyebab  sepertinya  lebih menarik untuk dibicarakan, dan masih meraba-raba soal instrumen yang terkorelasi dengan ragam penyebab penyimpangan tersebut. Maka instrument yang akan disusun (versi bimbingan dan konseling) nanti focus cara mendeteksi kecenderungan penyimpangan orientasi seks, walaupun belum secara detail mampu mengungkap dengan pasti penyimpangannya lesby, gay, dll. Setidaknya hal ini akan mendukung kinerja pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah maupun dikampus.
Pengalamana seru juga diungkapkan oleh kandidat doktor di UPI bapak Amdani,  Saya punya pengalaman, pernah di tugasi di suatu daerah di lampung selama 3 tahun. Sejak awal saya di tugasi saya melihat banyak pemuda bergaya wanita pada umumnya mereka bekerja di salon kecantikan atau pekerja seni dan mereka kreatif. Bersamaan waktu berjalan saya perhatikan di kota tersebut makin banyak pemuda dengan gaya kewanitaan. Setelah saya cari tahu ternyata mereka terkena pengaruh akibat bergaul  dengan  pemuda yang seperti itu. Saat itu saya berkesimpulan ini "menular" tapi yang di tularkan adalah perilaku menyimpang.  Dan yang saya perhatikan mereka seperti  mencari teman. Dan itu saya alami saat saya di tugaskan di daerah tersebut tahun 1990.
Saya pernah bertanya pada beberapa ternyata mereka banyak yg saling menyukai, kebetulan daerah tersebut daerah keras jadi bila ada cinta segi tiga diantara mereka bisa sampai berkelahi dan dendam.  Yang sadisnya kalau mereka menyukai seseorang (sejenis) dan seseorang tersebut  (walau normal) tapi pernah dianggap php maka akan di kejar  bahkan  bisa di aniaya menggunakan silet. Ini  ketika  mereka sedang "kumpul" (kencan ramean) kita lewat dan menggoda, kalau mereka  tidak dapat meraih kita maka mereka mahir main lempar  silet  yang  berakibat silet nancap ke kita kalau masih  dalam jangkauan  lemparan  tersebut.
Nah itu yang perlu dikaji, Karena di dapati kenyataan seseorang yang pernah di sodomi atau bercinta sejenis menunjukkan perilaku yg menyimpang dan sadis. Cerita  diatas mengingatkan pendapat  prof. Sunaryo bahwa itu adalah pengaruh/ pembentukan dari lingkungan, nah apakah selanjutnya penyimpangan ini dapat disebut sebagai  penyakit.
Bergulir cerita dalam diskusi dan mulai membuka wacana bahasan hendaknya seperti apakah yang dapat dilakukan guru BK, Gladys (guru BK), beberapa bulan lalu juga  ada kasus serupa seorang remaja laki-laki di temukan tewas di proyek tol (tempat gelap dan sepi) setelah di selidiki remaja laki-laki tersebut di bunuh  oleh  teman  gaynya. iya di bunuh karena terus memaksa pelaku ngajak (hubungan sex) karena si pelaku sedang tidak mood maka menolak tapi korban memaksa  terus akhirnya dibunuh. Korban merupakan anak rajin  beribadah di mushola, ngaji  bahkan ikut kegiatan  kumpulan (diba'an). Kebetulan tetangga saya. Kami tinggal di daerah pedesaan. Sudah sedemikian  menakuntukannya  virus  penyuka  sesama  jenis.  Saya mohon bimbingan, tindakan pencegahan  dengan  layanan klasikal  sajakah yang  dapat kami berikan?
Menarik  penyimpann seksual akibat pernah di sodomi atau lainnya selalu ada korelasi terhadap prilaku sadis ini, kadang personal perilaku penyimpangan seksual  terlihat religius dan cenderung menutup diri, tapi hal ini mungkin tidak bisa digeneralisasi begitu saja. Perlu penanganan layanan dasar, layanan responsif;  dengan  berbagai  strategi di sekolah perlu dikaji dan diformulakan dalam rangka mengatasi, setidaknya mencegah hal tersebut terjadi dilingkungan sekolah.
Cerita dari kota Ponorogo, harusnnya membuka kewaspadaan kita sebagai guru BK, dulu juga pernah saya memergoki siswaku melakukan di sekolah, tapi sebatas saling raba dan pegang alat kelamin. Dan untungnya ketahuan temannya perempuan. Dan dilaporkan ke BK,  Saya menindak-lanjutinya tidak saya panggil, tapi saya datangi satu persatu anak tersebut, di kelas dan aku ajak ngobrol, lama-lama obrolanku  masuk  lebih kedalam dan anak tersebut lebih terbuka.
Akhirnya dia menceritakan kenapa dia melakukan hal tersebut pada teman sejenis. Jawabnya membuat aku kaget, kata siswa saya tindakan tersebut jauh lebih baik dan tidak beresiko daripada menghamili anak orang tapi kepuasan tetap tersalurkan. Jawaban itu membuat aku terperanjat dan terperangah akan norma anak sekarang. Akhirnya setiap hari anaknya aku dekati dan aku ajak ngobrol, setelah itu aku ajak sholat dhuha bareng dimasjid. Setelah itu aku minta guru agama, minta untuk memberikan pengertian dan menceritakan kisah nabi luth. Penanganan yang  dilakukan, setiap hari  intens bertemu dan berbincang dengannya sampai anak itu lulus.
Sesi Instrumen belum selesai dalam diskusi muncul tema tambahan yang menambah rumit, pertanyaan baru instrumen yang  tepat  untuk mendeteksi siswa yang memiliki kecenderungan menyimpang  jika siswa harus mengisi sesuai dengan yang ada pada dirinya (misal dia gay) apakah pengisian instrumen itu bisa valid. Sedangkan untuk di lingkungan skolah saya fikir tidak akan terlalu berani mengungkap dirinya, takut di keluarkan, malu, takut orangtua atau dll. Sungguh suatu kebanggaan tersendiri melihat semangat dan rasa antusias para praktisi Bimbingan dan Konseling untuk menuntaskan permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan.
Pembicaraan keabsahan menjadi tema menarik, bagaimanapun kajian ilmiah secara mutlak dibutuhkan mengikuti prosedur yang berlaku. Opini yang muncul yang muncul sebelum membahas keabsahan adalah sikap kepekaan pendidik itu sendiri, setelah tahu dan jelas data serta keberadaannya lingkungan sekolah, jangan diberi kesempatan untuk siswa mengembangkan "bakat" tersebut,  kadang pengamatan saja belum cukup karena bisa jadi panyimpngan seksual siswa seperti bahaya laten tersembunyi dan itu yang membuat kesulitan dalam pendeteksian.

Reaksi negati terhadap kehadiran instrumen mulai diragukan oleh sebagian warga forum,  menurut di instrumen untuk isian itu harus disebuntukan secara lugas, itu imposible terlaksana. Karena mungkin anak-anak takut dikeluarkan dan malu. Karena masyarakat kita kontrol sosialnya masih kuat juga. Tergelitik juga jika melihat respon sanggahan ini, pemahaman instrument sulit dibedakan dengan angket.  Baiklah untuk menghindari kerancuan ada yang perlu kita garis bawahi kata kunci lakukan observasi lingkungan.
Mengambil contoh jika ada temuan, siswa saya laki-laki (feminim, suka main dengan anak perempuan, suka masak, gaya korea, jari-jari  lentik, suka gosip) tapi  dia kalau suka/cinta ya cintanya masih normal pada anak perempuan, berarti belum masuk dalam kategori  LGBT. Sehingga penentuan instrument sikap perlu jeli, tidak cukup dengan  pengamatan tapi perlu observasi  lebih lanjut. Rasanya jadi tertawa seperti ini, kepala terasa pusing untuk edit hasil diskusi ini, yah sudahlah saya masukan saja apa adanya. Ada beberapa kasus lain yang diungkap tapi karena keterbatasan waktu saya ambil yang memiliki kemiripan saja.

Kasus Geng Virginity

saya bekerja sama  dengan  kepolisian, mengungkap siswaku hilang dan orangtuanya bingung, ternyata anaknya tergabung dalam geng virginity, yang aku tahu. Di geng tersebut perempuan semua, tapi perilakunya ada yang maskulin dan ada yang feminin. Sama halnya seperti  wanita  yang gaulnya sama laki-laki dia berotot suka naik pohon.  Bersikap seperti laki-laki tapi normal suka sama wanita. Genk virgin ini sudah meluas, bahkan di bandung paling banyak dan anggotanya usia sekolah, miris. Waktu di kotaku kemarin, pernah kumpul dan aku ikut mengawasi juga, ituh kebanyakan anggotanya dari bandung dan jakarta. Dan di tahun 2013 itu siswaku kelas XI, saya hanya bisa mantau geng itu diakhir tahun 2013 aja. Karena siswaku keluar dan pergi ke jakarta. Dari pihak kepolisian di kotaku juga kaget pada saat itu, karena tidak menyangka bahwa perempuan bisa berbuat seperti itu, menyahut salah satu anggota forum menceritakan pengalamannya.
Anak didik kita dalam kepungan bahaya yang mengerikan, sekali lengah hancurlah masa depan mereka. Istrumen tersebut akan banyak turunannya diperluas apalagi di konversi dengan teori pendekatan psikoseksual dan psikopatologis. Lucu lagi respon ketakutan dari sebagian warga forum takut tetular. kemarin saya sempat melihat ada peneliti yang ingin meneliti hal tersebut, tapi ternyata dia malah ikutan tercebur dalam perilaku menyimpang tersebut.

Dr Amdany, mencoba mengurai ketakutan dari para praktisi,  yaa harus ada yang di turunkan dalam pedoman pengamatan dan pedoman observasinya, dan ini perlu kajian kalau mau meneliti, memang harus terjun kelapangan tapi  tidak  harus melakukan. Suasana diskusi kembali tegang ketika guru BK dari Madura, share pengalaman mengatasi permasalhan penyimpangan seksual. Saya dulu tahun 2013 punya murid tomboy pandai tenis meja, gayanya mirip laki kalau bermain tenis meja, sering juara di kabupaten. Anggap namanya  L. Ceritanya si L ini menyukai teman wanita dan temannya  ini awalnya  gak tahu di kira hanya sahabat, sering sms-an, akhirnya ketahuan kalau ia senang mau di anggap pacar sehingga sahabatnya ini kaget dan akhirnya cerita ke guru bk. Pendekatan kami  selain memerikan konseling individu  juga kerjasama dengan orangtua. Ternyata memang dari pola asuh sebagai penyebab, karena anaknya putri semua dan mendidik ke olahragaan yang fokus ke tenis meja  karena ayahnya  juga  juara tenis meja sehingga  L ini di biasakan pakai celana jarang di pakaikan  rok. Akhirnya  L ini tidak suka  pakai  rok  selain itu dalam  latihan kebanyakan laki-laki  sehingga  ia cenderung  bersikap  layaknya  laki-laki  suka  panjat pohon  dan ini di biarkan oleh orang tuanya.
Dengan  hasil wawancara  ini  jadi  kami simpulkan pola asuh yang  salah  dan pengaruh lingkungan dengan  berbagai pendekatan orangtua ke anak dan konseling dari bk ke arah spiritual dengan  kerjasama  guru agama akhirnya  L menyadari dan  berusaha  bersikap feminin  tapi  ya tidak bisa langsung melainkan bertahap dan  inipun kerjasama dengan orangtua harus selalu intens.
Intrumen Indikasi Penyimpangan Perilaku Seksual
Pernyaataan dari warga forum masih juga mengejar, bagaimana kriteria untuk penentuan gejala siswa teridentifikasi mengalami penyimpangan seksual. Tentu saja hal ini masih baru untuk bimbingan dan konseling, walaupun baru bukan berarti harus terhenti.  Pernyataan terus terang salah satu warga forum yang  bingung harus mulai dari mana menentukan indikator untuk deteksi dini perilaku seks menyimpang ini. Ada yang meragukan, bahwa itu sulit dan banyak ragam penyebab. Tapi jika dirasakan itu harus dilakukan, karena diharapkan tidak terjadi kondisi kecolongan, dalam artian setelah perilaku itu muncul baru ketahuan.
Betty dari kota garam urun rembuk dalam diskusi, menurut saya melalui observasi dulu, wawancara dan di lihat permasalahannya baru menentukan indikator instrumen, tapi dari periilaku dan gayanya kadang bisa di tebak. Dengan seperti ini, instrumen bisa terdiri dari berbagai jenis.
Fatonah menambahkan,  biasanya lewat konseling individu, biasanya anak-anak aku ajak ngobrol, apa aktivitasnya, lalu aku telusuri sampài ke dalam sampai ke hal-hal yang sangat pribadi. Seperti  contohnya pada awalnya anak-anak mengaku kalau pernah melakukan onani. Hal inilah yang
Yoyon dari kota Tulungagung, mempertegas, hal tersebut  dilakukan setelah muncul perilaku atau sebelum muncul perilaku? Mengelitik ternyata jika kita membicarakan diskusi yang tiada ahkir ini, karena seperti ibarat dulu mana antara telur dengan ayam. Baiklah untuk yang tidak menjadi warga forum rembuk, dialog terkait instrumen ini akan saya tuliskan secara keseluruhan tanpa merubah kata-kata yang ada di dalamnya. Karena ada pertimbangan masalah privasi maka nama identitas dalam percakapan saya samarkan,
F:  Yang aku lakukan sebelum muncul masalah. Sehingga anak sangat dekat dengan saya. Dan saya juga punya group wa nya, malah anak yg tukang bolos awalnya groupnya aku kasih nama anak bagus, eh sama anak-anak  groupnya malah diganti  leren nakal. Jadi anak-anak akan sadar sendiri. Setiap ada waktu saya selalu komunikasi dgn anak, baik lewat group wa maupun di sekolah
B: masalah yang saya temui sebenarnya  terdeteksi  lewat    layanan klsikal dengan  tema permasalahanku, nah itu kadang  bisa terdeteksi
I: kira2 apakah instrumen tersebut bener-bener sudah ada. kok rasa-rasanya di antara teman-teman ada yang  punya (dari pada mikir dari nol) maka akan lebih baik tambal sulam (jika dipelukan ditambal dan disulami) instrumen yang sudah ada. sebab ini kita ada juga siswa Laki-laki yang cantik sejak SD, tanda-tanda itu nampak, orang tua, kyai, guru-gurunya sudah berusaha mengencangkan kelelakiannya, alhasil belum kelar, ini posisi SUDAH DI SMA, WALAH malah semakin cantik saja, punya KOMUNITAS lagi
B:  dan dari gayanya sudah  bisa terdeteksi  kalau ia ada penyimpangan, ini kalo permasalahan senang dengan  sesama jenis
Y: berarti bu B dan bu F sudah bisa dong merumuskan indikatornya, bisa tolong di share bu poin poin nya
F: Paling tidak kalau ada penyimpangan kita bisa tahu, dan bisa dikomunikasikan dengan kedua orang tuanya. Kecuali yang sudah ketahuan betul kita lakukan penanganan dan bekerja sama dengan guru agama dan tim kajian di sekolah, kita minta anak tersebut  untuk selalu dilibatkan dalam kegiatan keagamaan.
B: kalo buat indikator instrumen di lihat permsalahannya dulu pak
S: Menyusun instrumen untuk siswa yang terindikasi LGBT sungguh merupakan tantangan yang menarik bagi guru BK, tapi bukan sesuatu yang mudah karena belum tentu tampilan fisik mengindikasikan siswa termasuk LGBT, sehingga instrumen tidak bisa didasarkan pada penampilan saja atau penampilan bukan indikator kuat, perlu analisis psychologis yang mendalam antara lain kecenderungan2 atau orientasi sexual yang terpendam, fantasi, faktor gynandro,dsb.

Disela diskusi yang alot tadi, Dr Tamsil  memberikan gambaran riset terhadap salah satu sub perilaku penyimpangan seksual , ada 7 poin yang beliau sebuntukan;
1. Lima thn belakangan ini sy pegang layanan BK di Unesa (setara dg kordinator BK di SM/SMK). Mahasiswa yang haruss sy  layani  kurang lebih 28 ribu, tersebar di 7 Fakultas dan  78 prodi.
2. Pada kongres ABKIN di Dps Des 2013, saya Wakil Ketua di Devisi IBK PT, setara dengan  IBKS. Ketumnya Prof. Syamsu dari  UPI.
3. Saya sangat terinspirasi dg kiriman tulisan Prof. Naryo, Prof. Furqon, 3 hr yll., dan model Konseling Bu Yeni, serta kiriman P Dwi mengutip tulisan Prof. Suparyanto, tadi pagi.
4. Saat ini saya sedang membimbing Mahasiswa yang sedang meneliti tentang Androgini Mahasiswa laki-laki  yang bergaya perempuan (populasi terutama di jurusan Seni) & Mahasiswi yang bergaya laki-laki  (populasi terutama di jurusan Olah Raga, bahkan ada yg hoby boxing & sepak bola).
5. Mahasiswa Bimbingan saya tersebut,  sedang mengembangkan instrumen untuk menjaring data tentang orang-orang yang  terindikasi  Androgini.
6. Tulisan-tulisan yang saya sebut pada poin 3 di atas, adalah merupakan refrensi tambahan bagi penetapan indikatornya.
7. Dari berbagai rujukan, Androgini adalah merupakan salah satu ciri paling mendasar bagi terjadinya penyimpangan sexual: Lesbi, Gay & Bisex.
Menarik uraian 7 point dari yang dikemukakakan oleh Dr Tamzil, sepertinya kita perlu banget mendapatkan referensi yang disampaiakan untuk kesepakatan merumuskan instrument yang tepat sekaligus dapat menjawab beberapa stigma keraguan. Menurut Fatonah ada sedikit tambahan yang dapat diambil kali ini misalnya ketika mendapatkan data dari hasil konseling individu ,
1. Anak tersebut sering melakukan onani.
2. Lebih nyaman ketika bergaul dengan sejenis. (Perlu penanganan ,perhatian , pengawasan  dan pendampingan)
3. Lebih tertarik dengan teman sejenis. Biasanya ini dengan teman tertentu, maka tindakan kita harus memisah dan memberikan perhatian intens pada siswa ini.
4. Lebih menyukai pada dunianya dari pada ikut kumpul-kumpul untuk kegiatan sosial dengan teman-teman sekelasnya.
5. Anaknya pendiam atau malah mencari perhatian dari sesama jenisnya.
Dari beberapa uraian diatas, terpenting adalah kesepakatan kita pada seruan Prof Sunaryo dan Prof. Furqon, untuk  tidak lagi menggunakan istilah LBGT, karena  istilah tersebut berkecenderungan sebagai suatu Gerakan; sementara dalam istilah tesebut ada 4 komunitas yang sama sekali sukar berselaras. Mari kita kembali ke istilah yang lebih praktis & profesional, yiaitu: penyimpangan seksual. Wakaprodi BK Universtas Sanatha Dharma  Dr. Donald mengaris bawahi  diskusi rumusan indikator instrumen ini dengan menyatakan, menyimak intens sharing berharga ini, terkait dengan ide menyusun instrumen: memang ada tantangan berat bias jawaban subjek. Maka perlu kita diskusikan bentuk instrumen yang dapat meminimalisir bias tidak valid. Selain itu kita akan menyusun pedoman observasi yang  baku.  Sampai hari ini belum ada penelitian yang luas tentang kecenderungan penyimpangan orientasi seks pada remaja kita, masih parsial daerah. Jika kita bersepakat instrumen ini perlu dilakukan penelitian serempak se indonesia. Kita butuh bimbingan bapak/ibu profesor kita.

Dari diskusi yang berkembang ada isu lain yang saya kira sudah pernah diteliti (saya kurang yakin) korelasi antara penyimpangan orientasi seks dengan perilaku agresif. Ini topik yg berbeda tetapi masih satu bagian dari tema diskusi kita. Perlu juga diteliti. Perkenankan saya membuat konstruk instrumen dari hasil diskusi kemudian menjadi kisi-kisi. Saya akan share kemudian untuk ditanggapi. Bagaamana pak Dwi dan forum?  Menarik Dr Donald jika ada tawaran untuk menunjang khasanah keilmuan di bidang Bimbingan dan Konseling, secara pribadi mewakili forum pasti mengatakan setuju.
Disaat diskusi semakin panas, kehadiran Prof Sunaryo semakin menambahkan semangat warga forum untuk intens, diskusi cukup serius. Tak perlu ragu mencoba mengembangkan instrumen pnyimpangan prilaku seksual, karena apa yg kita buat bukan untuk sekali jadi tapi untuk dikembangkan terus dalam konteks dinamika kehidupan yg terus berubah.

Dr  Tamsil juga sepakat dengan usulan Prof Sunaryo. Di Unesa, saya kembangkan instrumen hidup; namax Bimbasi (Pembimbing sebaya Mahasiswa). Mrk kami rekrut dari 3 kriteria mendasar:
1. Kepribadian: mrk mampu menjadi model bagi Mhs lain dlm berpetilaku di kampus & di luar kampus. 2. Prestasi akademik (IPK, minimal 3). 3. Mampu & mau berbagi: apapun bentuk kelebihan yg mrk punyai, mrk sll bisa menginspirasi Mhs lainx. Salah satu tugas mereka (setelah mendapatkan kepelatihan) adalah bersedia & tangkas menjadi observer yang  handal  tentang berbagai permasalahan yang mereka temui. Semoga model ini bisa menginspirasi teman-teman di SM/SMK. Catatan:  tidak boleh  tugas  tersebut (observer) diberikan pada sembarang orang.
Alhamdulillah, Semakin mengerucut dan menjadi bahan pemikiran bagi ibu bapak peneliti. Demi masa depan generasi muda harapan bangsa Indonesia tercinta ini. Di group WA inilah ilmu BK selalu diasah, diasih, dan diasuh mulai dari Perguruan Tinggi dipraktekkan oleh ibu bapak guru BK dan dibimbing oleh para pakar dan guru besar respon  Imam Satori pengawas BK dari Kota Kediri.
Diskusi masih berjalan belum terpupus, sepanjang sejarah di forum rembuk diskusi terkait penyimpangan seksual ini memang bisa dikatakan melampaui rekor yaitu berhari-hari tidak tuntas, walaupun dalam tiap hari terpenuhi sedikit demi sedikit poin berharga yang bisa menjadikan bekal dosen maupun guru BK dilapangan, diskusi pagi saya buka kembali.

Assalamualaikum wr wb selamat pagi semua (malang kondisi dingin saat ini) diskusi tadi malam sangat luar biasa terimakasih untuk semuanya telah membawa peradaban baru dunia BK. Memandang fenomena di masyarakat murni dari sudut pandang Bimbingan dan Konseling hingga akhir mengerucut temuan yaitu pengembangan sains instrumen siswa ter identifikasi penyimpangan seksual. Terimakasih teruntuk bapak kita tercinta Prof Sunaryo yg masih menyempatkan diri di kesibukan beliau di kota Tokyo Jepang untuk mendampingi. Begitu pula terimakasih pada bapak Prof Furqon insyaallah beliau sekarang proses menelaah diskusi dan insyaallah juga beliau akan berkenan untuk memberikan pencerahan. Untuk generasi bangsa ini, apapun harus di lakukan tentunya. Semoga pagi ini bisa mengawali sambungan dari diskusi tadi malam. Prof begawan Tri tadi malam beliau juga tidak lepas dari menyimak. Semoga hasil pagi ini juga di dapatkan dari beliau pencerahan. Bapak Doktor Wardjo insyaallah berkenan berjanji hendak turut serta. Terimakasih telah bersedia meluangkan waktu menelaah kehidupan berbahaya yang mengancam generasi bangsa
Mohon maaf kami berharap banyak karena hal terpenting yang mengancam siswa telah hadir sekarang ini untuk itu kami mohon pembekalan keilmuan dan pencerahan di lapangan. Mohon kiranya Prof Syamsu, Prof Uman, Prof Ali, Prof Mardjuki, dan Prof Nur Hidayah berkenan juga mendampingi kami, merumuskan pengembangan sains antisipasi fenomena penyimpangan seksual di antara pelajar. Dan yg paling spektakuler dengan nuansa khas, Dr Dhany mohon pencerahannya. Begitu pula nuansa kedaerahan melekatkan kesusastraan jawa Dr Adi admoko bersama nuansa minang Dr Yeni Karneli ..... bung Aan dari UNES dan bung ifdil dari UNP kok belum hadir yah berapa hari ini, semoga keduanya diberikan nikmat kesehatan. Ayoh bung tantangan dari pak Donald seru loh hehehe. Dan ini kalo tidak di panggil akan tidak akan hadir. Doktor Ramli monggo pak Doktor segera diharapkan pencerahan nya
Pagi yang indah tersebut ternyata Prof Nur Hidayah, bersedia menyapa diskusi : Assalamu'alaikum Bapak/ibu Forum Rembug BK. Bismillahirrohmanirrohim. Saya telah mengikuti diskusi mengenai momen penyimpangan seksuail. Sebetulnya penyakit ini sudah sejak lama ada. Kalau kita simak dari teori psikoseksual Freud, maka ketidaktercapaian kenikmatan fase falix itulah salah satu penyebabnya.  Silakan kita diskusikan lanjut.  S. Freud terkenal  dengan psikoseksual terjadi pada 5 tahun kehidupan pertama. Nah salah satu fase adalah fase falik sekitar usia   3-4 tahun. Pada usia tersebut anak memperoleh kenikmatan dari falix. Jika tidak/kurang  maksimal didapatkan maka akan direpres dan terjadilah fiksasi pada masa-masa selanjutnya. Terutama muncul masa remaja, sehingga kita mengenal dengan perilaku menyimpang lazim dikenal dengan  penyimpangan seksual.
Saya mencoba bertanya,  maaf Prof Nur apakah pada usia tersebut bisa di jadikan instrumen pengembangan siswa ter identifikasi penyimpangan seksual? Beliau menjawab  Kalo teorinya jelas, tidak  diragukan untuk dikembangkan menjadi alat ukur.  Banyak sekali penelitian level skripsi, tesis. Contoh remaja "buchi", "transgender", dll.
Lagi-lagi ahli penentang freud muncul, Ruyatna  memberikan sanggahan tapi prof penyimpangan seksual tidak selalu disebabkan tidak terpenuhinya kenikmatan pada fase-fase yang di sebuntukan oleh freud. Guru BK dari Banten ini memang sedikit unik, amat disayangkan ahkirnya penjelasan dari Prof Nur terhenti, andai ketemu di darat pasti aku jewer nih orang. Sepak terjang anti freud mulai tambah menggila, saya kadang  jadi  bertanya apakah seorang anak di fase oralnya tidak terpenuhi akan  jadi  anak yang manja, kekanak-kanakaan, suka merokok karena kenikmatan puting yang tidak maksimal ia dapatkan di fase oral, apakah itu kesimpulannya?
Suasana pagi yang cerah diskusi sudah dihiasi konfrotansi, aneh juga hehe he, sehingga warga forum ada yang membuka di antara kevakuman diskusi (pending sebentar karena ulah guru BK dari Banten ini)  Selamat Pagi Bapak Ibu Forum Rembug BK, semoga selalu diberikan banyak keberkahan dan kesehatan. Aamiin. Semakin gayeng nggih pembicaraan tentang  deviasi orientasi seksual ini, semoga juga makin membuat kita sebagai konselor menyadari bahwa masalah-masalah seperti ini memang perlu untuk dipecahkan bukan karena  sedang booming isunya namun memang kepekaan bahwa hal-hal seperti ini adalah menantang kita sbg konselor  untuk selalu mengupdate kemampuan dalam memberikan layanan terbaik apalagi situasinya krisis seperti ini.
Dr Amdhany menambahkan, perlu observasi yang panjang untuk membuktikan teori freud dengan mengeneralisasikan. Karena harus dilihat pada beberapa kasus dari sejak balita sampai dewasa dengan beberapa budaya (Indonesia sebagiannya). Yang ada di hadapan kita yg kita ketahui lebih karena pengaruh lingkungan yang menjadikan ( kalau tidak di bilang mengharuskan) penyimpangan seksual. Sifat asli  Ruyatna mulai muncul dan seolah mendapatkan angin segar “Betul pak am.... saya pernah debat panjang sama dosen di kmpus yang  freudian banget hahahah....”
Prof Ali Imron dari pascasarjana manajemen pendidikan Universitas Negeri  Malang ikut memberikan masukan dengan mengupload buku berbau behavioristik, saya jadi tertarik untuk mempelajari karena buku  terasa asing, saya kok merasa asing dengan buku tersebut berharap sekali Prof Ali untuk menjelaskan apa kaitannya dengan penyimpangan seksual. Begitu pula si bandel guru BK Ruyatna, Betul kang aku  juga lagi mikir buku apakah itu, mis behavior, seru kayaknya di bahas di korelasikan dengan topik kita ini. Tumben bisa sehati kali ini dengannya.

Sambil menunggu Prof ali hadir, ada warga forum yang mencoba menambahkan argumen  Setelah mengikuti perdebatan panjang yang menarik, menurut saya sangat bagus & cukup bisa disimpulkan: jika deviasi itu bisa disebabkan masa lalu, masa kini & masa akan datang. Penyebab dari dalam akan lebih tinggi peningkatan deviasinya, bila ditunjang penyebab devian luar. Penyebab dari luar akan (masyarakat & sekolah) akan menjadikan potensial penyebab yang sudah ada di dalam rumah. Telaah Bapak/Ibu/Sdr sebelum ini sdh cukup tinggal menyusun dimensi-dimensi nya dan instrument-instrumen nya serta uji coba dst. Secara teoritisnya insyaallah sudah banyak literatur, kalau kurang adalah sebagian saja. Semoga segera ada follow up keilmuan kita baik secara akademik maupun terapan.
Kaprodi BK UNDAR,  Hasby langsung merespon, dari  beberapa kalimat yang saya baca ini lagi membahas hubungan psikoanalisis dengan penyimpangan seksual ya. Kl boleh saya urun rembuk pada tahap palis si anak berusia sekitar 4 tahun. Anak laki-laki dan perempuan senang sekali mengeksplorasi organ  Kelaminnya untuk memperoleh fantasi-fantasi seksual. Anak laki-laki mengembangkan fantasinya pada ibu (oedipus complex) & anak perempuan mengembangkan fantasinya kepada ayahnya (electra complex).  Jika masalah oedipus complex tidak terpecahkan anak laki-laki  bisa berkembang menjadi homoseksual / heteroseksual. Jika electra complex akan menjadi wanita2 genit/ lesbian. Kedua masalah palis itu dia tidak mencintai pasangannya namun hanya dijadikan sebagai objek pemuas seksualnya.
Walaupun sudah di jelaskan sebelumnya dan sudah di sepakati, ternyata masih ada juga yang turut ikut memaparkan fakta di lapangan, berarti diskusi ini sungguh luar biasa. Guru BK dari banyuwangi,  Terlepas sependapat atau tidak, murid ku yang ada penyimpangan sexual lesbi, berdasarkan beberapa data yg masuk, penyebabnya pengaruh teman pada saat di kelas 7, pernah ada perlakuan penyimpangan sexual padanya.
Kembali pada bahasan instrument, Doktor Donald, Saya berpikir begini pak/ibu: instrumen inikan nanti mampu memotret kecenderungan bukan memotret penyebab. Jadi sharing kemarin sudah dapat kita jadikan dasar merumuskan ciri-ciri individu yang memiliki kecenderungan penyimpangan orientasi seks. Saya setuju menggunakan psikoseksual frued jika tujuannya mengungkap faktor penyebab, dan itupun menurut saya baru mengungkap satu faktor.
Kesesokan hari berselang, diskusi belum juga terhenti. Bu Retno menyapa di pagi hari,  Selamat pagi bapak ibu, prof, Dr, pak didik, bunda winda, ndoro, pak ruy, bu ratna, pak donalt, diskusi masih berlanjut tapi sayangnya saya ketinggal karena banyak kesibukan,mohon maaf ndoro ada yang saya tanyakan berkaitan dengan instrumen untuk mengungkap penyimpangan seksual termasuk LGBT apakah sudah di tentukan dengan menggunakan bentuk apa? karena saya lihat ini sudah menginjak ke teori konselingnya...mohon maaf...
Meenunggu Prof Ali terlalu lama, ahkirnya memutuskan untuk mencari tahu, tapi juga masih meraba-raba apa keterkaitan teori ini dengan pennyimpangan seksual.
Misbehavior causes disturbances in the classroom and makes it difficult for students to enjoy the educational process.Below is a list of four possible motives for misbehavior. In addition to these causes, there are other factors to consider that may result in a student who refuses to act appropriately.
Seeking Attention
Being the center of attention is a common desire for students, some more than others. Acting out by making fun of others, swearing, talking out of turn or simply being uncooperative are a few ways students looking for more of the spotlight may misbehave.
Desire for Power
Some students who misbehave are expressing a desire for more control in the classroom, and acting inappropriately makes them feel powerful. These students are not content to go along with the general plan and make it known they want things their way. Signs of a power-seeking student include constant arguing and a refusal to follow basic rules intended for everyone.
Signs of a power-seeking student include constant arguing and a refusal to follow basic rules intended for everyone.
Looking for Revenge
Some children lash out in the classroom as a response to hurt feelings they experience. By misbehaving, they feel they are getting back at those responsible, whether it involves the students, the teacher or both. Students who misbehave as a motive for revenge may enjoy acting cruelly or even violently towards others. Revenge seekers are likely to perform bullying acts, such as shoving and excessive teasing.

Lack of Self-Confidence
A general fear of failure occurs when a student feels he cannot possibly live up to any expectations. These students misbehave as a way to avoid participating in anything that may lead to failure. Although the child may seem completely confident with school-related activities outside of the classroom, he acts incapable of functioning in a learning environment.
Physiological Factors
Students who are misbehaving may have some kind of temporary malady contributing to their attitude. For instance, a child who is overly tired, sick, hungry or simply the victim of a sudden change in routine may demonstrate troubling classroom behavior.
Students who are misbehaving may have some kind of temporary malady contributing to their attitude.
Classroom Environment
A classroom not designed for optimal learning may contribute to a student who refuses to behave. Poor seating arrangements, extreme temperatures or a high noise level are all distracting elements in a classroom that ultimately hinder the learning experience. The atmosphere in classrooms like these will result in behavior issues.
Poor seating arrangements may result in behavior issues.
Problems with Curriculum
Some students may not feel challenged enough to behave properly. If the information taught is not appropriate for the learning abilities of an individual, she may mentally withdraw out of boredom or frustration, resulting in behavior problems. Additionally, a particular teacher's instruction style may cause conflicts with a student, disrupting the learning process.
Silakan untuk teman-teman menerjemahkan sendiri, dan pagi ini Prof Furqon menyambut kita,  pagi teman-teman seprofesi  semuanya. Semoga kita semua tetap sehat dan semangat. Mohon maaf baru bisa merespons. Setelah membaca diskusi yang seru dan panjang di group WA ini, saya memahaminya sbb:
1. Setiap org yg balig memiliki kebutuhan (needs) seksual.
2. LGBT merupakan perilaku seksual menyimpang yang proses awal dan penyebabnya sangat beragam. Ada yg karena frustrasi, coba-coba, diperlakuan tidak wajar, dll yg sebagian ada pula yg bercampur dg kecenderungan biologis.
3. Saya sepakat dg Menhan (Ryamiraz Riyacudu) yang menyatakan bahwa fenomena gerakan  LGBT di Indonesia akhir-akhir ini merupakan proxy war yang perlu diwaspadai. Oleh karena itu, saya mengapresiasi upaya teman-teman untuk senantiasa waspada terhadap proxy war ini.
4. Awal sebagian pelaku LGBT ada yang mirip pelaku Narkoba (frustrasi, coba-coba, "terpaksa", dll, tanpa ada kecenderungan biologis sama sekali). Karena itu,  terus terang, saya masih mengalami kesulitan membangun konstruk kecenderungan perilakunya. Karena pengaruh lingkungan relatif dominan, bisakah dikatakan bahwa setiap orang sebenarnya bisa terjerumus ke perilaku LGBT? Tidak sedikit juga orang yang secara fisik tampak "beda" tapi tetap berperan sesuai dg jenis kelaminnya. Saya melihat beberapa kasus yg mendukung ini.
5. Rumusan yg diajukan Pak Donald merupakan awal yang bagus  untuk dimatangkan dalam menyusun instrumen deteksi potensi perilaku lgbt sehingga upaya-upaya yg diperlukan dapat segera dilakukan, termasuk kerjasama dengan orang tua.
Semoga teman-teman tetap semangat untuk mengawal generasi  masa depan yg lebih baik.
Beliau juga menyitir berita dari media tentang pernyataan  Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) meminta kepada pemerintah untuk diakui keberadaannya. Bahkan, United Nations Development Programme (UNDP) menganggarkan 8 juta dolar AS atau sekitar Rp 108 miliar untuk mendukung komunitas LGBT di Indonesia, Thailand, Cina, dan Filipina.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menilai, fenomena kemunculan LGBT di Indonesia bagian dari proxy war atau perang proksi untuk menguasai suatu bangsa tanpa perlu mengirim pasukan militer. "Ya (LGBT) itu 15 tahun lalu, saya sudah buat (tulisan) perang modern, itu sama modelnya. Perang murah meriah," katanya di Kementerian Pertahanan, Selasa (23/2).
Menurut dia, ancaman perang proksi itu berbahaya bagi Indonesia. Sebab, negara lain yang memiliki kepentingan tidak langsung berhadap-hadapan. Karena itu, fenomena pendukung LGBT yang meminta komunitasnya dilegalkan itu wajib diwaspadai.
"(LGBT) bahaya dong, kita tak bisa melihat (lawan), tahu-tahu dicuci otaknya, pingin merdeka segala macam, itu bahaya," ujar Ryamizard.
Menurut Ryamizard, perang proksi itu menakuntukan lantaran musuh tidak diketahui. Kalau melawan militer negara lain, kata dia, musuh mudah dideteksi dan bisa dilawan. Kalau perang proksi, sambung dia, tahu-tahu musuh sudah menguasai bangsa ini.
"Kalau bom atom atau nuklir ditaruh di Jakarta, Jakarta hancur, di Semarang tak hancur. Tapi, kalau perang modern semua hancur. Itu bahaya," kata mantan kepala staf Angkatan Darat (KSAD) itu.
Dia melanjuntukan, perang modern tidak lagi melalui senjata, tapi menggunakan pemikiran. Karena itu, ia tidak mengganggap konflik dengan negara tetangga atau Laut Cina Selatan sebagai ancaman berbahaya bagi Indonesia.
"Tidak berbahaya perang alutsista, tetapi yang berbahaya cuci otak yang membelokkan pemahaman terhadap ideologi negara," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Ryzamizard meluncurkan portal bela negara yang dapat diakses kapan pun dan di manapun dengan menggunakan perangkat berbasis komputer ataupun ponsel pintar selama terhubung dengan internet. Hadir mendampingi Ryamizard, Kepala Badiklat Kemenhan Mayjen Hartin Asrin dan Direktur PT iBOLZ Digital Indonesia IGG Adiwijaya.
Ryamizard mengatakan, dengan adanya portal bela negara Kemenhan, diharapkan publik mengenal lebih dekat tentang program bela negara. Dia menjelaskan, program bela negara bersifat soft power dalam mendayagunakan potensi pertahanan yang dimiliki bangsa Indonesia. Kalau 250 juta penduduk Indonesia ikut program bela negara, ia yakin tidak ada negara yang berani mengganggu Indonesia.
"Melalui bela negara, kita bisa menangkal paham teroris atau ISIS yang bertentangan dengan Pancasila. Sekarang ini bukan perang fisik, melainkan perang pemikiran," kata Ryamizard.
Ahkirnya usai Prof Furqon hadir, penampakan  Prof Ali dengan nuansa khas humoris keluar juga,  He he he. Mhn maaf, buku tsb memang pegangan unt Kepala Sekolah. Bukan unt konselor. Sy jg tdk mendalami konseling. Hanya pernah ambil minor BKS ketika di S1. Sehingga sudut pandang sy adalah bidang ilmu: Manajemen pend/sekolah. Prof. Nur Hidayah adalah dosen sy. Sy senang ketika ketika beliau tadi memberikan pencerahan dr perspektif teori psiko analisa.
Pak  Subiantoro merangkum dari pernyataan Prof Furqon,  Analisis akurat dari pak Menhan, LGBT adalah sebagian dari kegiatan lain yang berusaha melemahkan Indonesia dari segala aspek, kemungkinan ada grand design untuk melemahkan Indonesia,termasuk proxy war sebagai salah satu strateginya, karena itu pemikiran ini bisa menjadi dasar pemikiran untuk menghadang LGBT tidak hanya sebagai fenomena penyimpangan perilaku sexual tetapi harus kita pandang sebagai sebuah ancaman bagi kedaulatan bangsa, saya kira pantas mensejajarkan perlakuan terhadap kelompok ini dengan penyalahgunaan narkoba. Diskusi mulai panas lagi dengan membuka tema yang lebih luas, membicarakan metode yang tepat untuk penanganan LGBT dengan materi dan tehnik penyampaian layanan preventif untuk membentengi siswa dari berbagai perilaku menyimpang, baiklah sedikit kita ulas cuplikan dialog, mungkin bisa menguraikan pertanyaan tentang langkah penanganan yang dapat di ambil
H: Ketika masih kuliah,ada teman cowok yang pernah cerita saya, bahwa beberapa kali managernya mengajak mengerjakan suatu pekerjaan di rumahnya, di situlah si manager mulai pendekatan secara fisik. Berbagai trik dipake agar teman saya bisa kontak fisik dengannya. Lama-lama perilaku tersb dianggap hal biasa oleh teman sy. Melalui berbagai upaya termasuk pendekatan religi n proses yg gak mudah untuk berperilaku normal, Alhamdulillah teman saya tsb bisa kembali ke jalan yang benar dan akhirnya menikah dengan wanita pilihannya keturunan Arab.  Salah satu Bukti bahwa Lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku.
S: Nah ini dia, lingkungan bisa merubah perilaku, kalau begitu lingkungan itu bisa kita transformasikan sebagai  peran guru BK, bagaimana ?
D: Kita juga berada di lingkungan anak didik jadi harus mampu memberi pengaruh positif bagi perkembangan kemandirian mereka
R: Wah diskusi yang luar biasa bpak ibu. Intinya kita sebagai konselor perlu menyiapkan program layanan BK yang bersifat preventif maupun kuratif dalam menangkal potensi terjadinya penyimpangan seksual tsb pada kalangan remaja. Kita harus benar-benar memikirkan program-program BK dengan pendekatan-pendekatan  yang sesuai untuk diterapkan baik secara klasikal maupun personal. Terlebih lagi saya setuju dengan konsep bapak donald untuk menyusun instrument kecenderungan siswa yang berpotensi terjangkit penyimpangan seksual. Agar sebelum semua terlambat lebih jauh, kita bisa membantu untuk berupaya menyelamatkannya. Entah itu dengan pendekatan dan teknik-teknik konseling kita atau bisa mereferalkannya. Mari terus berupaya memikirkan konsep program BK apa yang pas untuk fenomena ini. Mari kita berkonstribusi untk menyelamatkan generasi bangsa yang akan datang, bukannya apatis dan merasa jijik atau menjauhinya.
S: setuju monggo kita realisasikan
D: Yang jelas  1. Pengaruh positif yang kita terapkan harus intens, terus menerus dengan berbagai cara agar tidak membuat bosan anak didik. 2. Berkolaborasi dengan semua stake holder sekolah, terurama dengan guru agama dan orantua. 3. Semua guru memiliki visi dan misi yang sama dalam mengantisipasi berbagai penyimpangan, karena kita tidak mungkin melakukannya sendirian. Kendala: 1. Masyarakat sekolah tidak satu pemikiran dan pemahaman dlm menyikapi berbagai masalah anak didik. 2. Sekolah dan orangtua tidak sejalan dalam mendidik anak.
Solusi: 1. Membutuhkan komunikasi dua arah yang seimbang dan terus menerus antara sekolah dan orangtua, sekolah dan anak, orangtua dan anak. Disini peran guru bk sangat dibutuhkan untuk menciptakan kondisi dan situasi yg dibutuhkan untuk menjalin komunikasi
2. Mendorong semua guru untuk membagi dan mendiskusikan pemikiran-pemikiran, terobosan-terobosan baru yg diperkirakan mampu membentengi anak dari berbagai penyimpangan, baik secara lusan, tulisan, diskusi terbatas, maupun dlm seminar terbuka
F: Materinya untuk anak remaja, menerima kodrat kita sebagai pria dan wanita. Metodanya, kalo diawal memakai layanan Informasi dan orientasi, dan bila dimungkinkan ada suatu gejala tertentu pada siswa kita dilakukan layanan Konseling Kelompok, atau konseling Individu. Dan bila perlu kita melakukan layanan kontens dan pendampingan pada siswa yang memang bermasalah serta pemanggilan orangtua untuk pembinaan di rumah. Tambahan lagi yaitu siswa yg bermasalah diikuntukan kegiatan kajian keagamaan di sekolah maupun dilingkungannya. Itu masukan untuk pencegahannya...
A: Untuk layanan siswa dengan perilaku sex menyimpang kita bisa melihat pada komponen program dan dengan strategi nya masing-masing. Mau preventif atau kuratif bisa komponen layanan dasar, layanan responsif atau peminatan dan perencanaan individual...
R: Pak bos am untuk siswa dengan prilaku menyimpang lebih baik kuratif, berbeda dengan siswa dikelas yang belum kita deteksi ada penyimpangan baiknya preventif, maaf klo kliru pak bos
A: Ya untuk kuratifnya gunakan strategi komponen responsive. Masing-masing komponen kan ada strateginya. Karena kita sudah lihat ternyata pengaruh lingkungan dan intervensi dominan dalam penyimpangan perilaku seks
D: Kadang d lapangan tidak dapat dilakukan sesuai teorinya secara utuh. Kita harus jeli mengkombinasikan  berbagai strategi  yang ada dan relevan dengan kebutuhan
A: Kita cari strategi nya dan model konselingnya
L: Bu doktor Yeni UNP sdh mencoba, mengutip dr beliau, "  Sy pakai tiga tahapan konseling, tahapan pertama menggunakan media-media dalam rangka menyadarkan klien terhadap masalah yang ada, tahap 2 restrukturisasi kognitif dengan beberapa teknik konseling dan terakhir saya memberikan keterampilan baru pada klien".
H: Pelaku penyimpangan seksual dia tidak mencintai pasangannya tapi hanya digunakan untuk objek pemuasan seksualnya
P: Kuatkan ketahanan diri para peserta didik.
L: Memang pendekatan dan model konseling tergantung pd penyebabnya. Klien saya ada yg lesbi dominan faktor lingkungan. Menggunakan pendekatan kognitif maupun spiritual untuk biliefnya, ada perubahan tapi beberapa waktu kemudian kembali. Akhirnya ada kesepakatan dengan wali untuk ditarik dari komunitas dan lingkunganannya. Diajak pindah luar kota dengan merestruktur kondisi lingkungan. Alhamdulillah, ada hasil yg signifikan.
A: Ya kang Wo dengan komponen program layanan dasar dengan strategi bimbingan klasikal atau kelompok dengan teknik permainan, sosiodrama, powerpoin inklud film, dll. Mari di ramu materinya.
F: Siiip Pak Amdany.... siaaap.  Kalo kita menyampaikannya dengan apik, dan mengena pasti siswa akan memahami apa yg kita sampaikan dan ajarkan. Dan insyaallah, siswa akan melaksanakan.
A: Ya dari yang di sampaikan kawan-kawan sebelumnya banyak penyimpangan karena lingkungan dan intervensi lingkungan. Maka kita haruss juga bisa mengkondisikan (kalau tdk mengatakan mengintervensi) lingkungan, terutama dalam menguatkan ketahanan diri siswa kita.
R: Diskusi sudah selesai kah?
Me: Belum, Ada lompatan tahapan ke alternatif penanganan dan pencegahan akan tetapi untuk setting masalah penyebab penyimpangan dari  beberapa pendekatan mazhab masih psikoanalis saja yang muncul, diharapkan juga ada pandangan mazhab lain bahkan kalau perlu ada pandangan khusus dari kaca mata BK
R: Kacamata BK seperti apa yg dimaksud? Pisau analisisnya khan mmg psikologi
Me: Nuansa nusantara dik, masih ingat yang di paparkan diagram bung ifdil dulu terkait paradigma konselor. Ada pendekatan psikoanalisis ditaruh paling bawah selanjutnya behaviourustik. Dan puncaknya religius (kalau tidak salah). Skrg teori yang di sampaikan bung ifdil akan di uji bagaimana jika muncul fenomena spt ini di pandang dari arah konselor di abad 21
R: Oke saya cr ilmu lagi deh klo gitu, siapa tahu ada pendekatan lain
Me: Intinya semua kajian khan hrs global dik, tidak hanya di ambil parsial saja, contoh kalau pendekatan terbaru spt ini, pakai konseling model ini dan itu, tapi khan juga harus punya pandangan tersendiri dalam menyikapi. Yah kita tunggu bung ifdil dech. Barangkali disini masih ada yg menyimpan gambar diagram garis ditarik oleh tahun dan pendekatan method  yang dulu
Dalam kesempatan diskusi Dr Wardjo, menyampaikan Identifikasi yang Bapak Ibu kembangkan adalah langkah baik. Meskipun demikian kunci utama adalah pengakuan ybs tentang pikiran dan perasaannya terkait dengan ketertarikannya secara sexual pada sejenis atau lawan sejenis. Beberapa pria tampak melambai dan sedikit feminim tetapi hasrat dan orientasi sexualnya tetap pada lawan jenis. Begitu pula sebaliknya, wanita yang tampaknya tegas dan perkasa tetapi dia tetap tertarik pada lawan jenis. Jadi pengakuan jujur konseli menjadi kunci. Untuk bisa sampai mengaku secara jujur dibutuhkan trust konseli kepada konselornya. Paling tidak saya punya 3 konseli wanita dan 2 konseli pria yang secara fisik dan perilaku tidak menampakkan gejala-gejala gay dan lesbian. Pada pertemuan ke 2 konseli saya baru mengaku bahwa dia sebenarnya tertarik pada sejenis. Menurutnya, teman-temannya tidak sadar kalau dia memeluk dengan perasaan yang "tidak biasa". Latar belakang perilaku yang disadari konseli adalah karena pelecehan seksual yang dia terima saat main petak umpet saat kelas 5 SD. Ketika mahasiswa dia sering tidak sadar berlama-lama mencuci "kewanitaannya" di kran yang mengalir di pancuran kamar mandi kosnya. Untungnya mereka belum "coming out: sehingga dorongan untuk kembali ke khitah semula sangat besar. Pada konseli saya itu saya bantu untuk menyelesaikan unfinised bussiness berupa rasa benci dan dendam, marah dan jijik yang selama ini dia pendam. Setelah 6 sesi konseling dia mengaku perlahan bisa menghilangkan ketertarikan pada sejenis dan mulai berlatih jatuh cinta pada pria. Semoga bermanfaat. 5 konseli saya memiliki ciri yang tidak sama. Paparan saya merujuk pada salah satu konseli (wanita 21 tahun)
Paparan Dr Wardjo menampilkan fakta kontradiktif dg sebelumnya,ahkirnya  Prof Sunaryo mencoba mengerucutkan dari diskusi yang melebar kemana-mana,  Diskusi ini sudah amat kaya dengan  pemiikiran. Kita perlu sharing di darat. Kalau saya amatj diskusi ini ada beberapa isu/topik yg perlu didalami:
1) asesmen perilaku seksual menyimpang
2) ragam faktor yg mempengaruhinya dan perspektif kultural terhadap prilaku seks menyimpang
3) strategi intervensi pencegahan dan penyembuhan
5) layan BK mengembangkan perilaku dan identitas gender.
Bagus kalau  diadakan diskusi untuk menemukan pemikiran bersama, dengan melibatkan berbagai ahli. Sebaiknya diskusi ini diinisiasi oleh teman-teman di lapangan berkoordinasi dengan teman-teman di Perguruan Tinggi . Selamat merancang. Dukungan dari Dr Amdani,  Kita di BK sudah punya strategi mekanisme penanganan siswa (individu) dengan berbagai masalah yang di hadapi. Tapi kita sampai saat ini masih terlalu mengandalkan terapi gaya psikologi murni. Kita seolah tidak punya teknik dan cara penembangan sendiri. Kita lupa banyak hasil penelitian kawan-kawan bk yang tidak di gunakan hanya sebatas hasil penelitian. Saya setuju yang prof Sunaryo ungkapkan diatas kita harus bisa mencari akar masalahnya dengan needasesmen; ragam faktor masalah terus tentukan strategi intervensinya
Sedikit ulasan pembekalan identifikasi kecenderungan LGBT Dr Wardjo menambahkan informasi mengenai di kalangan kaum gay dan lesbi, mereka bisa saling bisa membaca isyarat mata dan gerakan tubuh yang mengisyaratkan mereka "sepaham". Dari kaca mata awam kita (khususnya saya) tidak bisa peka apakah seseorang itu gay. Penampilannya sangat macho, ee ternyata kata salah satu diantara mereka orang yang saya anggap macho tadi adalah gay. Saat sy tanya apa ciri-cirinya? Dia sebut ada. Sampai kegiatan berakhir saya belum diberi informasi tanda kuncinya. Tidak semua gay berciri ciri seperti yang kita bayangkan dan kita jumpai di lampu merah. Begitu pula dengan lesbi.
Fakta yg di sampaikan oleh Prof Wardjo telah menggugurkan bahwa gesture lemah gemulai untuk cowok dan macho untuk cewek sebagai instrumen identifikasi siswa mengalami penyimpangan seksual, lemparan pertanyaan yang saya sampaikan pada beliau.
Ya Pak Dwi. Tidak semua ciri yang dianggap mainstream  itu terjadi pada semua kasus. Bahkan sesama gay juga bisa fleksibel. Jika seorang gay ketemu gay lain yang menuntut dia berperan cewe (ada istilah khusus tapi saya lupa) maka dia akan berperan seperti itu. Tetapi ketika lain  waktu bertemu gay  yang lebih lembut maka dia menempatkan diri sebagai cowok (ada istilah khusus pula). Ini terjadi pada pasangan yg menyebut dirinya "suka berselingkuh". Namun bagi pasangan yang menyebut dirinya "setia" biasanya identifikasi dirinya relatif menetap. Sebaiknya kita jangan terlalu mudah membuat penilaian hanya dari tampilan luarnya saja.
Sedkit saya ceritakan pada Dr Wardjo saya pernah membaca hal itu terimakasih sudah di ingatkan. 2005 saya tergabung dalam menjaring sosial mig 33 hampir sama seperti WA. Saya coba masuk di group mereka GAY dan group LESBI, ternyata benar fakta itu terjadi. Hehehe saya normal loh prof tapi rasa ketertarikan untuk tahu sangat tinggi akhirnya mencoba berkawan dengan mereka. Masukan Dr Wardjo mengharapkan praktisi yang bergabung di group WA forum rembug BKagar saran saran Prof Sunaryo dan Prof. Furqon kita wujudkan. WA ini sangat baik namun rasanya tidak cukup untuk berbagi pengalaman dan jelajah teori secara luas dan mendalam. Kita perlu duduk semeja, di darat dalam waktu yang cukup.
Ulasan yang menarik tetapi membahas ini (menentukan difinisi, instrumen, dan sekarang setting) bahkan tadi sudah ada yg menyinggung treatment sudah butuh waktu berhari hari .... Apakah cukup dalam sehari seminar tercakup? Ide bagus dari Prof Sunaryo tersebut harus kita rintis melalui diskusi kecil seperti ini, ketika sudah mengerucut pada fokus permasalahan mari kita bawa dalam ranah lebih besar yaitu simposium atau hal lainnya. Seperti usulan pak bos amdany bahwa kita lebih cenderung sebagai pemakai ilmu tapi bukan pembuat ilmu,  hal tsb adalah tantangan prof buat kita. Ingat kisah pembuatan DSM yang di sampaikan oleh bu nunik dan di petik ulang oleh Prof Furqon. Hal tersebut bisa menjadi ilham buat kita, psikolog/psikiater punya kitab DSM bagaimana dengan bimbingan dan konseling. Ini lah misi dan visi kita menuju kejayaan BK

Menanggapi hal ini Prof sunaryo, sebaiknya dimatangkan topic-topik nya, dicari pembicara yang tepat untuk setiap topik. Semacam DSM bisa dan perlu dikembngkan dalam konteks kultur Indonesia, oleh karena itu perlu ada kajian kultural.
Terpenting kita harus menggunakan produk bk dan bangga dengan produk bk dalam penanganan dan pemberian layanan kita optimalkan ilmu ke bk an kita. Kita sudah banyak yang berkarya dan berkreasi dan sudah banyak yang sudah di uji coba dengan berhasil. Selanjutnya mari kita lanjuntukan diskusi, mohon masukan dari warga forum untuk membahas setting siswa mengalami penyimpangan seksual dari tinjauan ke BK an murni. Dan pembanding dari teori sosial, budaya, agama, dll agar lebih luas.  Diharapkan forum ini benar-banar bisa menelorkan hal-ha baru yang sangat berguna d tempat tugas kita. Ayo kita laksanakan amanat Prof. Sunaryo agar BK ada digaris depan dalam menjaga anak bangsa agar tidak terbawa arus negatif sehingga ketahanan negara terjaga. Kita buktikan melalui kiprah nyata. Seringkali niat baik dan usaha positif kita harus berkejaran dengan niat dan usaha jahat pihak-pihak tertentu. Tapi kita harus yakin kebaikanlah yang pada akhirnya akan menjadi pemenangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih