Konsep pendidikan yang harusnya tertanam dalam lingkup kerja di madrasah. Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi akal, sangat menganjurkan umatnya untuk
mendidik dan membimbing akal. Tujuannya tidak lain agar tidak terjerumus
kedalam kesesatan berlogika, tidak lepas hal ini yang diharapkan dikuasai oleh
para guru khususnya bimbingan dan konseling yang ada di madrasah dimana warna
religi keislaman sangat kuat.
Pondasi utama dalam kompetensi dasar guru-guru di madrasah
harus menguasai tasawuf pendidikan. Ajaran islam bisa di bagi menjadi
dua aspek, yaitu aspek eksoteris (lahiriah), dan aspek esoteric (batiniah),
tetapi pendidikan Islam
selama ini lebih menekankan aspek eksoteris daripada aspek esotoris. Hal ini
misalnya terlihat dalam pengajaran ibadah di madrasah. Dalam mengerjakan ibadah
seperti shalat lebih banyak di tekanan pengetahuan tentang syarat, rukun dan
hal hal yang membatalkannya. Semua ini hanya termasuk pada aspek eksoteris. Sedang aspek esoteric shalat, yaitu makna shalat kurang di tekankan. Padahal mengerjakan
makna shalat lebih penting untu mebentuk pribadi muslim yang baik. Hal ini salah satu contoh riil yang
didapati dalam kehidupan sehari-hari, Aspek esoteric dalam islam disebut
juga tasawuf, dengan lemahnya aspek pengajaran ini berarti juga bahwa
pengajaran tasawuf dalam islam masih berkurang. Padahal semestinya pengajaran tasawuf itu di lakukan dengan
seimbang dengan aspek yang lainnya. Karena tanpa ada pengajaran tasawuf yang
seimbang, maka anak didik kurang menghayati ajaran islam. Karena itu pengajaran
tasawuf harus di ajarkan sejak dini di madrasah, mulai di ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah kemudian berkembang dalam tataran
perguruan tinggi.
Fenomena dimasyarakat tersebut, tidak menutup kemungkinan akan terjadi
pada peserta didik yang menjadi binaan bimbingan kita. Jika suatu hari ada
siswa yang datang ke guru BK kemudian curhat “saya sholat tiap hari tetapi
semakin tidak tenang dan menambah resah, apa yang terjadi pada saya?”. Sama
sekali hal demikian belum terpikirkan, sebagai guru BK seringkali menggunakan
pendekatan logika dalam strategi penanganan kasus, sedangkan menemui kasus yang
terjadi di atas tentunya guru BK di madrasah harus lebih mengedepankan
pendekatan yang berbasis religi, penguasaan akan keilmuan tasawuf pendidikan
benar-benar diperlukan.
Lebih jauh lagi bahasan kita, tujuan utama dalam aspek kinerja bimbingan
dan konseling di madrasah harus mengacu pada tuntutan ajaran Islam, Ajaran
agama Islam ini bersumber kepada norma-norma pokok yang di cantumkan di dalam
Al-Qur'an dan sunnah Rasullulah yang berkaitan dengan Akhlak manusia sebagai
suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia psikologi kita mengenal
teori Modeling dan Role Modeling (Erikcson) di singkat MRM,
memandang manusia secara holistic memiliki beberapa komponen system yang saling
berinteraksi. Komponen system terdiri dari fisik, psikologi, sosial, dan
kognitif. Dalam pengertian sederhana role model dapat diterjemahkan kata
teladan, suatu tindakan yang mencerminkan suatu sikap yang baik sehingga dapat
dijadikan sebagai model acuan atau di contoh. Telaah terkait peran itu sendiri,
terbagi menjadi 4 bagian meliputi harapan (expectation), norma (norm), wujud
perilaku (performance), terakhir Penilaian (evaluation) dan Sanksi (sanction).
Dan semua itu sejak lama sudah terkandung dalam Al Quran dan sunnah rosullulah.
Penekanan skill kompetensi Bimbingan dan Konseling di madrasah, seharusnya
fokus menekankan pada layanan penguatan akhlak pada peserta didik, seperti budi
pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi'at. Jadi pada hakikatnya akhlak
ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi
kepribadian. Akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan
mencegah perbuatan jahat dalam berhubungan dengan Allah, manusia dan makhluk
sekelilingnya. Sumber-sumber ajaran akhlak ialah Al-Qur'an dan Hadits,
Al-Qur'an dan Hadits adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim,
maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlak karimah dalam ajaran islam,
Al-Qur'an dan sunnah rasul adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran
manapun hasil renungan dan ciptaan manusia. Dari pedoman itulah di ketahui
kriteria mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk.
Wajib hukumnya guru menguasai konsep tasawuf dalam dunia pendidikan,
sedikit diulas dalam hal ini batasan tasawuf yang diharapkan tersebut. Para ahli tasawuf
membagi menjadi tiga kategori yakni akhlaki, amali, dan falsafi. Ketiga macam ini
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara membersihkan diri
dari sifat-sifat yang tercela dan menghiasi diri dari sifat yang terpuji.
Dengan demikian tasawuf harus dicapai dengan akhlak yang terpuji terlebih dahulu, seperti menekankan akan
kejujuran, rendah hati, tidak sombong, ramah, bersih hati, berani dan
semacamnya, nilai-nilai ini yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim. Hal
ini tentu sejalan dengan kurikulum pendidikan di Indonesia, penguatan
pendidikan karakter peserta didik.
Ibarat dokter, guru Bimbingan dan Konseling merupakan dokter umum, tugasnya
begitu berat karena harus menangani berbagai macam jenis penyakit, andai tidak
bisa ditangani maka harus merekomendasikan pada dokter specialist. Dengan demikian guru BK di madrasah harus lebih peka dalam menghadapi permasalahan-permasalahan
yang terjadi pada peserta didik, tetapi yang wajib dikuasai guru
BK di madrasah adalah pengembangan kompetensi yang senantiasa melekat ciri khas penanaman nila-nilai
religius dalam kinerja keseharian. Urgenitas kehadiran guru BK di madrasah sangat luar biasa, karena ibarat lentera dalam kegelapan. Sebelum menjadi Bimbingan dan Konseling,
dulu hadir di Indonesia dengan nama Bimbingan Penyuluhan (BP), kata tersebut di
ambil dari kata bahasa melayu Suluh (obor) yang dimaknai penerang kegelapan.
Diharapkan guru BK di madrasah dapat menjadi penerang hati peserta didiknya, al-Ghazali
mengibaratkan hati/jiwa manusia itu bagaikan cermin. Cermin yang mengkilap
dapat saja menjadi hitam pekat jika tertutup oleh noda-noda hitam maksiat dan
dosa yang diperbuatnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat
Al-Mutaffifin, yang artinya : Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang
selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (QS. 83:14) Namun apabila manusia mampu menghilangkan
titik noda dan senantiasa menjaga kebersihannya, maka cermin tersebut akan
mudah menerima apa-apa yang bersifat suci dari pancaran nur illahi. Bahkan
lebih dari itu, hati jiwa seseorang akan memiliki kekuatan yang besar dan luar
biasa. Inilah tugas mulia yang akan di emban guru Bimbingan dan konseling di
Madrasah memberikan warna penguatan pendidikan karakter peserta didik.
Bicara kebijakan tentang pendidikan di madrasah dalam perkembangannya,
kurikulum pada madrasah dari waktu kewaktu senantiasa mengalami perkembangan
dan perubahan seiring dengan kemajuan zaman. Semua ini dilakukan adalah dengan
tujuan peningkatan kualitas madrasah, agar keberadaanya tidak diragukan dan
sejajar dengan sekolah-sekolah lainnya. Usaha tersebut mulai
terealisasi,terutama dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3
Menteri, antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan pada tahun 1975, tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Berdasarkan
SKB 3 Menteri tersebut, yang dimaksud dengan madrasah ialah lembaga pendidikan
yang menjadikan mata pelajaran dasar agama, yang diberikan sekurang-kurangnya
30% disamping mata pelajaran umum. Dengan adanya SKB 3 Menteri tersebut, bukan
berarti beban yang dipikul madrasah tambah ringan, akan tetapi justru
sebaliknya. Hal ini dikarenakan, disatu pihak madrasah dituntut untuk mampu
memperbaiki kualitas pendidikan umum sehingga setaraf dengan standar yang
berlaku disekolah umum, dilain pihak madrasah harus menjaga agar mutu
pendidikan agama tetap baik sebagai ciri khasnya. Maka untuk mencapai kedua
tujuan dimaksud, sudah barang tentu harus diadakan peninjauan kembali terhadap
kurikulum yang berlaku, materi pelajaran, sistem evaluasi dan peningkatan mutu
tenaga pengajaran melalui pengembangan diri guru, khususnya guru Bimbingan dan
Konseling.
Dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di
Madrasah. Madrasah sudah sejak lama menjadi lembaga yang membentuk watak dan
peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.
Secara khusus, ketentuan tentang pendidikan keagamaan ini dijelaskan dalam
Pasal 30 Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan: (1) Pendidikan keagamaan
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk
agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pendidikan keagamaan
berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami
dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal. (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah,
Madrasah, dan bentuk lain yang sejenis.
Bahkan dalam PP RI NOMOR 19 THN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Standar Kompetensi Lulusan dijelaskan pada pasal 26 ; Standar kompetensi
lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian akhlak mulia serta ketrampilan unutk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih