Kamis, 15 Juli 2021

Konsep Implementasi Ilmu Tasawuf Dalam Kinerja Guru BK

 

Konsep pendidikan yang harusnya tertanam dalam lingkup kerja di madrasah. Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi akal, sangat menganjurkan umatnya untuk mendidik dan membimbing akal. Tujuannya tidak lain agar tidak terjerumus kedalam kesesatan berlogika, tidak lepas hal ini yang diharapkan dikuasai oleh para guru khususnya bimbingan dan konseling yang ada di madrasah dimana warna religi keislaman sangat kuat.

Pondasi utama dalam kompetensi dasar guru-guru di madrasah harus menguasai tasawuf pendidikan. Ajaran islam bisa di bagi menjadi dua aspek, yaitu aspek eksoteris (lahiriah), dan aspek esoteric (batiniah), tetapi pendidikan Islam selama ini lebih menekankan aspek eksoteris daripada aspek esotoris. Hal ini misalnya terlihat dalam pengajaran ibadah di madrasah. Dalam mengerjakan ibadah seperti shalat lebih banyak di tekanan pengetahuan tentang syarat, rukun dan hal hal yang membatalkannya. Semua ini hanya termasuk pada aspek eksoteris. Sedang aspek esoteric shalat, yaitu makna shalat kurang di tekankan. Padahal mengerjakan makna shalat lebih penting untu mebentuk pribadi muslim yang baik. Hal ini salah satu contoh riil yang didapati dalam kehidupan sehari-hari, Aspek esoteric dalam islam disebut juga tasawuf, dengan lemahnya aspek pengajaran ini berarti juga bahwa pengajaran tasawuf dalam islam masih berkurang. Padahal semestinya pengajaran tasawuf itu di lakukan dengan seimbang dengan aspek yang lainnya. Karena tanpa ada pengajaran tasawuf yang seimbang, maka anak didik kurang menghayati ajaran islam. Karena itu pengajaran tasawuf harus di ajarkan sejak dini di madrasah, mulai di ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah kemudian berkembang dalam tataran perguruan tinggi.

Klik

Fenomena dimasyarakat tersebut, tidak menutup kemungkinan akan terjadi pada peserta didik yang menjadi binaan bimbingan kita. Jika suatu hari ada siswa yang datang ke guru BK kemudian curhat “saya sholat tiap hari tetapi semakin tidak tenang dan menambah resah, apa yang terjadi pada saya?”. Sama sekali hal demikian belum terpikirkan, sebagai guru BK seringkali menggunakan pendekatan logika dalam strategi penanganan kasus, sedangkan menemui kasus yang terjadi di atas tentunya guru BK di madrasah harus lebih mengedepankan pendekatan yang berbasis religi, penguasaan akan keilmuan tasawuf pendidikan benar-benar diperlukan.

Lebih jauh lagi bahasan kita, tujuan utama dalam aspek kinerja bimbingan dan konseling di madrasah harus mengacu pada tuntutan ajaran Islam, Ajaran agama Islam ini bersumber kepada norma-norma pokok yang di cantumkan di dalam Al-Qur'an dan sunnah Rasullulah yang berkaitan dengan Akhlak manusia sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia psikologi kita mengenal teori Modeling dan Role Modeling (Erikcson) di singkat MRM, memandang manusia secara holistic memiliki beberapa komponen system yang saling berinteraksi. Komponen system terdiri dari fisik, psikologi, sosial, dan kognitif. Dalam pengertian sederhana role model dapat diterjemahkan kata teladan, suatu tindakan yang mencerminkan suatu sikap yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai model acuan atau di contoh. Telaah terkait peran itu sendiri, terbagi menjadi 4 bagian meliputi harapan (expectation), norma (norm), wujud perilaku (performance), terakhir Penilaian (evaluation) dan Sanksi (sanction). Dan semua itu sejak lama sudah terkandung dalam Al Quran dan sunnah rosullulah.

Penekanan skill kompetensi Bimbingan dan Konseling di madrasah, seharusnya fokus menekankan pada layanan penguatan akhlak pada peserta didik, seperti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi'at. Jadi pada hakikatnya akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat dalam berhubungan dengan Allah, manusia dan makhluk sekelilingnya. Sumber-sumber ajaran akhlak ialah Al-Qur'an dan Hadits, Al-Qur'an dan Hadits adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlak karimah dalam ajaran islam, Al-Qur'an dan sunnah rasul adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran manapun hasil renungan dan ciptaan manusia. Dari pedoman itulah di ketahui kriteria mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk.

Wajib hukumnya guru menguasai konsep tasawuf dalam dunia pendidikan, sedikit diulas dalam hal ini batasan tasawuf yang diharapkan tersebut. Para ahli tasawuf membagi menjadi tiga kategori yakni akhlaki, amali, dan falsafi. Ketiga macam ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan menghiasi diri dari sifat yang terpuji. Dengan demikian tasawuf harus dicapai dengan akhlak yang terpuji  terlebih dahulu, seperti menekankan akan kejujuran, rendah hati, tidak sombong, ramah, bersih hati, berani dan semacamnya, nilai-nilai ini yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim. Hal ini tentu sejalan dengan kurikulum pendidikan di Indonesia, penguatan pendidikan karakter peserta didik.

Ibarat dokter, guru Bimbingan dan Konseling merupakan dokter umum, tugasnya begitu berat karena harus menangani berbagai macam jenis penyakit, andai tidak bisa ditangani maka harus merekomendasikan pada dokter specialist. Dengan demikian guru BK di madrasah harus lebih peka dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang terjadi pada peserta didik, tetapi yang wajib dikuasai guru BK di madrasah  adalah pengembangan kompetensi yang senantiasa melekat ciri khas penanaman nila-nilai religius dalam kinerja keseharian. Urgenitas kehadiran guru BK di madrasah sangat luar biasa, karena ibarat lentera dalam kegelapan. Sebelum menjadi Bimbingan dan Konseling, dulu hadir di Indonesia dengan nama Bimbingan Penyuluhan (BP), kata tersebut di ambil dari kata bahasa melayu Suluh (obor) yang dimaknai penerang kegelapan. Diharapkan guru BK di madrasah dapat menjadi penerang hati peserta didiknya, al-Ghazali mengibaratkan hati/jiwa manusia itu bagaikan cermin. Cermin yang mengkilap dapat saja menjadi hitam pekat jika tertutup oleh noda-noda hitam maksiat dan dosa yang diperbuatnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Mutaffifin, yang artinya : Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (QS. 83:14)  Namun apabila manusia mampu menghilangkan titik noda dan senantiasa menjaga kebersihannya, maka cermin tersebut akan mudah menerima apa-apa yang bersifat suci dari pancaran nur illahi. Bahkan lebih dari itu, hati jiwa seseorang akan memiliki kekuatan yang besar dan luar biasa. Inilah tugas mulia yang akan di emban guru Bimbingan dan konseling di Madrasah memberikan warna penguatan pendidikan karakter peserta didik.

Bicara kebijakan tentang pendidikan di madrasah dalam perkembangannya, kurikulum pada madrasah dari waktu kewaktu senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan kemajuan zaman. Semua ini dilakukan adalah dengan tujuan peningkatan kualitas madrasah, agar keberadaanya tidak diragukan dan sejajar dengan sekolah-sekolah lainnya. Usaha tersebut mulai terealisasi,terutama dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1975, tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Berdasarkan SKB 3 Menteri tersebut, yang dimaksud dengan madrasah ialah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran dasar agama, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum. Dengan adanya SKB 3 Menteri tersebut, bukan berarti beban yang dipikul madrasah tambah ringan, akan tetapi justru sebaliknya. Hal ini dikarenakan, disatu pihak madrasah dituntut untuk mampu memperbaiki kualitas pendidikan umum sehingga setaraf dengan standar yang berlaku disekolah umum, dilain pihak madrasah harus menjaga agar mutu pendidikan agama tetap baik sebagai ciri khasnya. Maka untuk mencapai kedua tujuan dimaksud, sudah barang tentu harus diadakan peninjauan kembali terhadap kurikulum yang berlaku, materi pelajaran, sistem evaluasi dan peningkatan mutu tenaga pengajaran melalui pengembangan diri guru, khususnya guru Bimbingan dan Konseling.

Dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di Madrasah. Madrasah sudah sejak lama menjadi lembaga yang membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.

Secara khusus, ketentuan tentang pendidikan keagamaan ini dijelaskan dalam Pasal 30 Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan: (1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, Madrasah, dan bentuk lain yang sejenis.

Bahkan dalam PP RI NOMOR 19 THN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Standar Kompetensi Lulusan dijelaskan pada pasal 26 ; Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian akhlak mulia serta ketrampilan unutk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar diharapkan bersifat membangun dalam rangka pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Kami sampaikan terima kasih