Senin, 09 Oktober 2023
Guru BK Bukan Babinsa
Selasa, 14 Desember 2021
Menumbuhkan Ketahanan Budaya, Ketahanan Nasional Serta Makna Moderasi Agama Pada Peserta didik
Membicarakan sekilas tentang perkembangan Moderasi Beragama di Indonesia setidaknya tujuan utama yang mendasari program hadir untuk menciptakan kerukunan umat beragama di Indonesia dengan memahami makna agama pada masing-masing pemeluknya secara mendalam dan luas, sehingga dapat dijadikan sebagai bagian modal untuk membangun negara kesatuan Indonesia, dalam kerangka eksistensialis mempertegas keyakinan, bahwa agama bukanlah instrumen persaingan, melainkan instrumen kepeloporan. Agama yang hanif, meneruskan kebijakan-kebijakan perennial yang menghubungkan anak tangga peradaban. Dengan menggeser perilaku tidak produktif menuju produktif bagi kehidupan berbangsa dan bernegeri, maka keIslaman kita niscaya menjadi jalan lurus dalam landasan bertuhan, berbangsa, berbudaya dan berperadaban tanpa perlu meniru bangsa lain melainkan harus mampu mengenali jati diri bangsa dari masa lalu, agar bisa melangkah mantap menuju masa depan.
Usaha mencapai Indonesia yang maju dalam peradaban dunia agar menjadi kenyataan, maka perlu mengembangkan jati diri bangsa yang kuat dan salah satunya usaha yaitu mengembangkan kebudayaan yang bernilai luhur serta religius. Tentu dalam hal ini diperlukan sinergi segenap komponen bangsa dalam proses pembangunan dan sikap bangsa Indonesia yang bangga terhadap identitas budaya nasional yang dimiliki karena Indonesia memiliki kekhasan budaya yang beraneka ragam (plural). Kemajemukan budaya yang ada di Indonesia dapat diarahkan menjadi kekuatan besar serta wajib untuk diperhitungkan sebagai modal atau potensi pembangunan bangsa, baik hal tersebut mencakup perbedaan suku, ras, agama, dan sebagainya. Fakta ironis tentang lemahnya ketahanan budaya yang sedang dihadapi bangsa Indonesiia seringkali menjadi kendala hambatan dalam pembangunan nasional. Perbedaan budaya justru dijadikan bahan untuk memperpecah bangsa, pertikaian antar suku, percecokan antar agama, dan lain-lain. Maka hendaknya perlu mengembangkan kemampuan sinergi kebersamaan dalam membangun keluasan berpikir yang matang, jernih, rasional serta tidak mudah terprovokasi adanya berita hoaks yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Kemampuan dalam memperkuat filter budaya dari luar Indonesia yang bersifat negatif sangat diperlukan dan kematangan pertimbangan dalam mengadopsi nilai-nilai universal yang luhur dengan mengedepankan sikap adaptif-kritis terhadap budaya negatif serta memiliki kemampuan lebih dalam mengadopsi budaya positif-produktif yang dibentuk untuk menjadi pondasi kuat pada peserta didik.
Kamis, 15 Juli 2021
Konsep Implementasi Ilmu Tasawuf Dalam Kinerja Guru BK
Konsep pendidikan yang harusnya tertanam dalam lingkup kerja di madrasah. Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi akal, sangat menganjurkan umatnya untuk
mendidik dan membimbing akal. Tujuannya tidak lain agar tidak terjerumus
kedalam kesesatan berlogika, tidak lepas hal ini yang diharapkan dikuasai oleh
para guru khususnya bimbingan dan konseling yang ada di madrasah dimana warna
religi keislaman sangat kuat.
Pondasi utama dalam kompetensi dasar guru-guru di madrasah
harus menguasai tasawuf pendidikan. Ajaran islam bisa di bagi menjadi
dua aspek, yaitu aspek eksoteris (lahiriah), dan aspek esoteric (batiniah),
tetapi pendidikan Islam
selama ini lebih menekankan aspek eksoteris daripada aspek esotoris. Hal ini
misalnya terlihat dalam pengajaran ibadah di madrasah. Dalam mengerjakan ibadah
seperti shalat lebih banyak di tekanan pengetahuan tentang syarat, rukun dan
hal hal yang membatalkannya. Semua ini hanya termasuk pada aspek eksoteris. Sedang aspek esoteric shalat, yaitu makna shalat kurang di tekankan. Padahal mengerjakan
makna shalat lebih penting untu mebentuk pribadi muslim yang baik. Hal ini salah satu contoh riil yang
didapati dalam kehidupan sehari-hari, Aspek esoteric dalam islam disebut
juga tasawuf, dengan lemahnya aspek pengajaran ini berarti juga bahwa
pengajaran tasawuf dalam islam masih berkurang. Padahal semestinya pengajaran tasawuf itu di lakukan dengan
seimbang dengan aspek yang lainnya. Karena tanpa ada pengajaran tasawuf yang
seimbang, maka anak didik kurang menghayati ajaran islam. Karena itu pengajaran
tasawuf harus di ajarkan sejak dini di madrasah, mulai di ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah kemudian berkembang dalam tataran
perguruan tinggi.
Selasa, 06 Juli 2021
Lomba Moderasi Beragama Untuk Tenaga Pendidik dan Kependidikan Total Hadiah 68,5 Juta rupiah
Kehidupan berbangsa dan bernegara yang
penuh kedamaian sangat diperlukan untuk menjamin kelangsungan pembangunan
bangsa menuju kemajuan Indonesia. Oleh karena itu penanaman nilai-nilai
kedamaian harus dilakukan sedini mungkin, dengan menumbuhkan semangat saling
menghormati keragaman. Dalam konteks ini, lembaga pendidikan memiliki peran
strategis dalam menumbuhkembangkan nilai– nilai kedamaian ini pada peserta
didik.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peserta
didik merupakan asset yang paling berharga bagi masa depan bangsa ini. Mereka
merupakan calon – calon pemimpin bangsa dan akan membawa bangsa ini menjadi
bangsa yang penuh kedamaian, cinta kasih dan menjunjung tinggi nilai – nilai
kemanusiaan itu sendiri. Untuk itu, Guru sebagai Garda Terdepan dalam
mempersiapkan peserta didik sebagai generasi emas bangsa ini perlu mendapatkan
perhatian dari semua kalangan.
Salah
satu upaya tersebut
adalah dengan menggerakkan para guru untuk
menjadi pelopor moderasi beragama di sekolah masing – masing. Hal ini perlu
dilakukan, di samping karena pentingnya sikap moderasi dalam beragama untuk
ditumbuh kembangkan pada setiap peserta didik sebagai bekal mereka untuk kehidupan di masa mendatang, juga sebagai upaya
bersama untuk lebih menggelorakan masyarakat untuk bersikap moderat dalam
beragama. Dengan begitu, kehidupan keberagamaan akan tumbuh dalam nuansa
harmoni dalam bingkai NKRI.
Klik tautan berikut untuk mendaftarkan diri sebagai peserta DAFTAR LOMBA MODERASI
Lomba Menjadi Guru Pelopor Moderasi Beragama merupakan lomba yang ditujukan untuk mengetahui keaktifan / kepeloporan Tenaga Pendidik dan Kependidikan pada tingkatan RA/TK, SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK dalam menumbuh kembangkan moderasi beragama di sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh BNPT. Lomba bersifat individual (perorangan). Form Biodata Peserta, Surat Pernyataan Keaslian Karya Lomba (Mengetahui Kepala Madarasah) dan Informasi terkait pelaksanaan lomba ini dapat dilihat pada form yang disediakan dalam Juknis lomba Sedangkan materi lomba berupa :
a. Kegiatan/aktivitas yang menunjukkan Kompetensi atau Kemampuan atau Kapasitas guru, misalnya pencapaian prestasi akademik, keikutsertaan dalam kegiatan seminar, pelatihan, dan kegiatan – kegiatan lainnya baik di dalam maupun di luar sekolah.
Minggu, 04 Juli 2021
PROLOG PENDEKATAN MODERASI BERAGAMA DALAM PENDIDIKAN
Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Ketua Komisi Bidang kebudayaan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI)
Dalam konteks masyarakat majemuk, seperti halnya di
Indonesia, berpikir moderat dan lapang dada dalam beragama menjadi sebuah
keniscayaan jika kita merindukan suasana penuh ketenangan dan harmoni
sebagaimana dicita-citakan dalam ajaran Islam, menjadi rahmat bagi seluruh
alam. Sikap moderat hanya dapat dicapai jika kita mampu melihat persoalan dari
beragam sudut pandang atau sering disebut dengan interdisciplinary,
multidisciplinary, transdisciplinary, dan cross-disciplinary.
Perspektif ini menuntut kita untuk mengesampingkan atau menghilangkan pola
berpikir ad hoc, fragmental atau ego sektoral. Kita tidak bisa lagi
memaksakan sudut pandang kita dalam melihat persoalan, apalagi menganggap pihak
lain salah dan harus dilenyapkan. Perspektif ini menuntut sikap open-minded,
lapang dada, toleran, humble, dan respect others. Sikap ini
relevan dengan paradigma pendidikan abad ke-21 yaitu critical thinking and
problem solving, creativity, collaboration dan communication.
Pendidikan merupakan alat paling ampuh untuk
memecahkan problem realitas dalam masyarakat majemuk. Pendidikan seharusnya
mampu melakukan proses transformasi diri dan transformasi sosial bagi semua
peserta didik. Hanya saja, faktanya, sebagaimana disinyalir oleh SETARA
Institute, praktik pendidikan mempunyai andil terbentuknya sikap intoleran bagi
sebagian masyarakat di Indonesia. Jika hal ini tidak segera dicermati dan
diselesaikan segera, maka akan berdampak panjang bagi masa depan bangsa,
terutama umat beragama. Karena itu, saatnya praktik pendidikan [agama]
melakukan paradigm shift dari pola eksklusif menjadi inklusif, dari
model uniformity menjadi multiformity, dan indoktrinatif menuju critical
thinking. Saatnya mengembalikan spiritualitas pendidikan, bahwa the
heart of education is education of the heart, inti pendidikan adalah
pendidikan hati. Pendidikan yang menekankan dimensi kognitif-formalis sudah
tidak relevan dan tidak cukup lagi. Pendidikan harus mampu membiasakan setiap
peserta didik engaged dalam memecahkan problem realitas.